Berbicara soal Perempuan, Sri Mulyani Sebut Perempuan yang Sukses di Puncak Sering Merasa Kesepian
Menteri Keuangan Sri Mulyani bercerita mengenai peran perempuan di Indonesia.
Penulis:
Nanda Lusiana Saputri
Editor:
Wulan Kurnia Putri
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani bercerita mengenai peran perempuan di Indonesia.
Cerita tersebut disampaikan Sri Mulyani saat menghadiri acara Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang bertajuk 'Perempuan hebat untuk Indonesia Maju' di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Minggu (22/12/2019).
Diketahui, sosok Sri Mulyani adalah satu kisah sukses perempuan di Indonesia.
Selain dikenal sebagai Menteri Keuangan sejak 2005, Sri Mulyani juga berartisipasi di Bank Dunia.
Ia menjadi Executive Director of World Bank serta Managing Director of World Bank.
Kepiawaiannya tak hanya diakui di Indonesia tetapi juga dunia.
Dalam kesempatan tersebut Sri Mulyani menyatakan, kepercayaan dirinya sebagai perempuan muncul dari sang ibu, yang memiliki leadership kuat.
"Kalau bicara tentang percaya diri sebagai perempuan, kalau saya kebetulan orangtua saya, ibu saya memiliki leadership kaya Ibu Mega (Presiden perempuan pertama Indonesia Megawati Soekarnoputeri) tadi," ujar Sri Mulyani, dikutip Tribunnews.com dari tayangan yang diunggah KompasTV, Minggu (22/12/2019).
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan perempuan selalu dianggap sebagai sebuah pengecualian.
"Perempuan itu kalau saya perhatikan banyak sekali yang sukses di puncak selalu merasa kesepian, itu karena mereka biasanya dianggap sebagai pengecualian," jelasnya.

"Karena biasanya baru pertama kali ada presiden perempuan, baru pertama kali ada ketua DPR perempuan, baru pertama kali ada menteri keuangan perempuan, baru pertama kali ada menteri luar negeri perempuan," tambahnya.
Sri Mulyani juga menyebut, perempuan sebagai atap kaca.
Menurutnya, perempuan sering merasa banyak sekali halangan yang diciptakan.
"Sering itu karena kontruksi sosial, kontruksi budaya, kontruksi agama, kontruksi keluarga."
"Itu yang menjadikan perempuan meskipun secara konstitusional kita itu diberikan kesamaan dan kesempatan namun pada saat kita dididik, mulai di perut kemudian waktu besar, tidak semua keluarga memperlakukan anak perempuan dan laki-laki sama," ungkapnya.