Jumat, 10 Oktober 2025

Ketua LPSK Keluhkan Penurunan Anggaran Pada 2020: Ini yang Terendah Dalam 5 Tahun Terakhir

Ketua LPSK Hasto Atmojo Soeroyo mengatakan penurunan anggaran menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga yang dipimpinnya.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Mafani Fidesya Hutauruk
Ketua LPSK Hasto Atmojo Soeroyo 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Mafani Fidesya Hutauruk

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Soeroyo mengatakan penurunan anggaran menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga yang dipimpinnya.

Dalam konferensi pers catatan kerja 2019 dan proyeksi kerja 2020, ia mengatakan anggaran LPSK tahun 2020 adalah yang terendah dalam lima tahun terakhir ini.

"Sejak tahun 2015 sampai 2018 anggaran LPSK berada dikisaran Rp 150 miliar hingga Rp 75 miliar. Namun, 2020 anggaran LPSK kembali turun di angka Rp 54 miliar," ucapnya.

Baca: Jawa Barat Jadi Provinsi Terbanyak Ajukan Permohonan Perlindungan Kepada LPSK

LPSK mengeluhkan menurunnya anggaran karena harus tetap memberikan sejumlah layanan prima bagi ribuan orang yang dilindungi.

"Banyak program yang masih terus dijalankan dengan kebutuhan biaya yang tidak sedikit. Program perlindungan fisik saksi kasus korupsi, dan bantuan medis sesaat setelah peristiwa terorisme," ucapnya.

Baca: Bau Busuk Menyengat, Yana Ditemukan Telah Meninggal dan Membusuk di Jatinegara

Selain itu ia juga menjelaskan program LPSK lainnya yakni rehabilitasi medis dan psikologis bagi korban pelanggaran HAM berat dan pemulihan korban kejahatan seksual.

Dirinya menyampaikan kekhawatiran yang LPSK rasakan.

"Dengan kondisi seperti ini LPSK mengkhawatirkan akan berdampak terhadap kualitas program perlindungan saksi dan korban," ucapnya.

Melonjak

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Soeroyo mencatat adanya lonjakan signifikan permohonan perlindungan dalam kasus terorisme.

LPSK mencatat pada 2018 pihaknya menerima 129 permohonan perlindungan dalam kasus terorisme.

Angka tersebut melonjakan pada 2019 menjadi 326 permohonan.

Baca: LPSK Siap Berikan Perlindungan Terhadap Saksi Pelaku Kasus Novel Baswedan dan Jiwasraya

"Permohonan kasus terorisme mengalami lonjakan signifikan mencapai 129 persen, dibanding pada 2018 yang hanya berjumlah 142 permohonan," ujar Hasto, dalam konferensi pers, di RM Handayani Prima, Matraman, Jakarta Timur, Selasa (7/1/2020).

Selain itu, Hasto mencatat adanya tiga tindak pidana lain yang juga mengalami kenaikan jumlah permohonan.

Baca: Bau Busuk Menyengat, Yana Ditemukan Telah Meninggal dan Membusuk di Jatinegara

Salah satunya kasus Tindak Pidana Lainnya yang mengalami kenaikan mencapai 60 persen.

Jumlah permohonan mencapai 553 di 2019, sementara di 2018 hanya 347.

Selanjutnya adalah kasus TPPO yang mengalami kenaikan mencapai 49 persen dengan perbandingan 162 permohonan (2019) dengan 109 permohonan (2018).

"Terakhir kasus kekerasan seksual anak yang mengalami kenaikan sebesar 29 persen, dibanding pada 2018 yang berjumlah 271 permohonan," katanya.

Baca: Warga Cipinang Cempedak Ditemukan Tewas Membusuk di Rumahnya, Korban Sempat Mengeluh Sakit

Sebelumnya diberitakan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat adanya peningkatan jumlah permohonan perlindungan di tahun 2019.

LPSK mencatat sepanjang 2019 ada 1.983 permohonan perlindungan yang masuk ke pihaknya. 
Jumlah tersebut meningkat 41,54 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

"Kami mencatat terjadi kenaikan yang cukup signifikan perihal jumlah permohonan yang masuk ke LPSK. Jumlah permohonan perlindungan pada 2019 meningkat 41,54 persen dengan jumlah total mencapai 1.983 permohonan. Sedangkan pada 2018 permohonan hanya berjumlah 1.401," ujar Hasto.

Ia menjelaskan dari jumlah permohonan sebanyak 1.983 tersebut, sebanyak 1.972 permohonan diantaranya telah diputus melalui rapat pimpinan LPSK.

Hasto merinci jumlah tersebut dimana 1.147 permohonan diterima, 754 ditolak.

Kemudian 71 ditolak dan diberikan rekomendasi untuk didampingi pengacara, sedangkan sisanya yakni 11 permohonan masih dalam proses penelaahan.

Dari seluruh permohonan perlindungan yang telah masuk ke LPSK, Hasto menyebut permohonan terbanyak datang dari kasus tindak pidana lain atau bukan tindak pidana prioritas LPSK dengan jumlah 553 permohonan.

"Kasus kekerasan seksual anak menyusul di posisi kedua sebagai tindak pidana yang banyak mengajukan permohonan perlindungan dengan jumlah 350 permohonan," kata dia.

Kasus terorisme mengikuti setelahnya dengan jumlah 326 permohonan.

Kemudian diikuti kasus Pelanggaran HAM Berat sebanyak 318 permohonan, kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebanyak 162 permohonan, kasus korupsi sebanyak 67 permohonan.

Selain itu, kasus penganiayaan berat sebanyak 40 permohonan, kasus penyiksaan sebanyak 11 permohonan, kasus narkotika sebanyak 9 permohonan, dan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebanyak 6 permohonan.

"Sedangkan permohonan yang tidak masuk klasifikasi sebagai tindak pidana mencapai 141 permohonan," katanya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved