Rabu, 10 September 2025

Harun Masiku Buron KPK

Soal Keberadaan Harun Masiku, Komisi III DPR Minta Imigrasi Tidak Memancing Kecurigaan Publik

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat Mulyadi menyayangkan pihak Imigrasi yang luput memantau keberadaan Caleg PDIP Harun Masiku

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
Anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat, Mulyadi 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI  dari Fraksi Demokrat Mulyadi menyayangkan pihak Imigrasi yang luput memantau keberadaan Caleg PDIP Harun Masiku yang kini menjadi buronan KPK.

Imigrasi baru membeberkan bahwa Harun Masiku saat ini sudah berada di Indonesia.

Padahal keberadaan Harun Masiku di Indonesia sudah sejak 15 hari lalu atau 7 Januari 2020.

"Harusnya (Imigrasi) enggak seperti itu ya," kata Mulyadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (21/1/2020).

Baca: Direktur Utama dan Direktur Pemasaran PTPN III Didakwa Terima Suap Rp 3,55 Miliar

Komisi III DPR RI menurut Mulyadi akan mengevaluasi kinerja Imigrasi saat rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan HAM.

Seharusnya lembaga yang berada di bawah Kementerian Hukum dan HAM itu bekerja secara profesional dan tidak memancing kecurigaan publik.

"Jangan sampai rakyat yang begitu banyak jumlahnya ini dapat menyebabkan terjadinya degradasi kepercayaan kepada instiusi seperti imigrasi," katanya.

Baca: ‎Pemerintah Klaim Senantiasa Dengarkan Aspirasi Publik Susun Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Selain kepada Kemenkumham, Komisi III juga akan menanyakan soal perkara Harun Masiku kepada KPK pada rapat kerja pekan depan.

Salah satunya mengenai langkah KPK mencari Harun yang terjerat kasus dugaan suap Komisiner KPU Wahyu Setiawan.

"Kita sampikan, kita tanyakan, supaya informasi yang simpang siur ini tidak menjadi informasi yang liar. Apa sebetulnya yang tejadi," katanya.

Baca: ‎Imigrasi Salahkan Sistem Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta Lalai Catat Kedatangan Harun Masiku

Sebelumnya Imigrasi sempat menyebut Harun kabur ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum operasi tangkap tangan. Imigrasi bahkan menyatakan Harun masih berada di Singapura.

Namun, Harun dikabarkan kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 dan Imigrasi tidak membantahnya.

"Saya sudah menerima informasi berdasarkan pendalaman di sistem termasuk data melalui IT yang dimiliki stakeholder terkait di Bandara Soeta, bahwa HM telah melintas masuk kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Batik pada tanggal 7 Januari 2020," ujar Dirjen Imigrasi Ronny Sompie kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).

ICW sebut KPK dan Kemenkumham tebar hoaks

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyebar hoaks terkait keberadaan caleg PDIP Harun Masiku.

Ditjen Imigrasi Kemenkumham sebelumnya menyatakan Harun pergi ke Singapura pada 6 Januari atau dua hari setelah operasi tangkap tangan dalam kasus yang menjerat Harun.

Bahkan Menkumham Yasonna pada 16 Januari memastikan Harun masih berada di Singapura.

"Tidak ada [surat pencekalan]. Pencekalan itu kan kalau dia belum keluar, dia kan sudah keluar sebelum ada permintaan itu. Untuk apa dikirim surat pencekalan orangnya masih di luar," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/1/2020).

"Ini membuktikan bahwa Menteri Hukum dan HAM serta pimpinan KPK telah menebar hoaks kepada publik," tegas Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).

Sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri juga menyatakan tidak mengetahui keberadaan Harun Masiku.

Baca: Warga Tanjung Priok: Yasonna Harus Minta Maaf dalam 2x24 Jam

Bahkan Firli menyatakan KPK akan langsung melakukan penangkapan bila wartawan memiliki informasi terkait keberadaan Harun Masiku.

"Kalau saya sudah tahu, saya tangkap pasti. Kalau Mbak tahu pun, kasih tahu saya, saya tangkap," kata Firli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1/2020).

Berdasarkan pernyataan tersebut, ICW meminta KPK tak lagi ragu untuk menerapkan pasal merintangi penyidikan (obstruction of justice) sebagaimana diatur Pasal 21 UU Tipikor, terhadap pihak-pihak yang selama ini menyembunyikan keberadaan Harun.

Baca: Warga Priok Ultimatum Menteri Yasonna Minta Maaf dalam Kurun 2x24 Jam, Jika Tidak . . .

Pasal 21 UU Tipikor berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

"Penting untuk dicatat bahwa perkara ini sudah masuk di ranah penyidikan, maka dari itu, ketika ada pihak-pihak yang berupaya menyembunyikan Harun Masiku dengan menebarkan hoaks seperti itu mestinya KPK tidak lagi ragu untuk menerbitkan surat perintah penyelidikan dengan dugaan obstruction of justice sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor," tandas Kurnia.

Pada Rabu ini, Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny Sompie mengakui tersangka suap kasus dugaan korupsi penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 Harun Masiku telah berada di Indonesia sejak tanggal 7 Januari 2020. Harun tiba di Jakarta setelah sehari sebelumnya pergi ke Singapura.

"Saya sudah menerima informasi berdasarkan pendalaman di sistem termasuk data melalui IT yang dimiliki stakeholder terkait di Bandara Soetta, bahwa HM [Harun Masiku] telah melintas masuk kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Batik pada tanggal 7 Januari 2020," kata Ronny kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).

Baca: Istana Soroti Imigrasi Soal Perbedaan Informasi Keberadaan Harun Masiku

Atas kekeliruan tersebut, Ronny memerintahkan Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Bandara Soeta dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasan Ditjen Imigrasi untuk melakukan pendalaman terhadap adanya delay time dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soeta, ketika Harun melintas masuk.

"Hasil pendalaman akan segera dilaporkan kepada saya," kata Ronny.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu, kader PDIP Harun Masiku, dan Saeful selaku swasta.

Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang dan uang Rp400 juta dalam valuta dolar Singapura pada Rabu dan Kamis 8-9 Januari 2020.

KPK menduga Wahyu Setiawan melalui Agustiani yang juga orang kepercayannya menerima suap guna memuluskan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW untuk mengganti posisi Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.

Namun, dalam rapat pleno KPU memutuskan bahwa pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat usaha agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai penggantinya.

Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR PAW tersebut. Dari serangkaian uang yang dialirkan, diduga Wahyu telah menerima Rp600 juta baik langsung maupun melalui Agustiani.

Baca: Imigrasi Pastikan Harun Masiku Terlihat di Bandara Soekarno-Hatta pada 7 Januari 2020

Adapun sumber uang Rp400 juta dari tangan Agustiani yang diduga ditujukan untuk Wahyu masih didalami KPK. Diduga dana itu dialirkan pengurus partai PDIP.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan