Harun Masiku Buron KPK
Soal Harun Masiku Sudah Di Indonesia, ICW: Menkumham dan Imigrasi Bohong Pada Publik
Kurnia Ramadhana menyebut Menkumhan, Yasonna Laoly dan pihak imigrasi telah berbohong pada publik soal keberadaan buron KPK, Harun Masiku.
Penulis:
Isnaya Helmi Rahma
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai terlalu banyak drama dalam kasus suap proses pergantian antar waktu (PAW) Anggota DPR yang melibatkan kader PDI-P Harun Masiku.
Satu diantaranya yakni soal keberadaan Harun Masiku.
Menurut ICW, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, dan pihak Imigrasi telah membohongi publik selama ini.
Pernyataan ini disampaikan oleh Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam program Apa Kabar Indonesia Malam, yang dilansir kanal YouTube Talk Show tvOne, Kamis (23/1/2020).
Sebelumnya Kunia menyinggung terkait proses pengungkapan kasus suap PAW yang juga melibatkan mantan Komisioner KPK, Wahyu Setiawan.
Menurutnya dalam kasus sederhana seperti ini, banyak sekali drama yang tidak lucu dipertontonkan di publik.
"Kasus Harun Masiku dalam konteks suap menyuap PAW anggota DPR ini terlalu banyak drama-drama yang tidak lucu," ujar Kurnia.
"Sebenarnya ini case sederhana saja ya, partai PDI-P mengupayakan Harun Masiku agar mendapatkan kursi menggarntikan saudara Rizky dan tolak oleh KPU," jelasnya.

"Tapi Harun masiku menyuap Wahyu, case-nya sesederhana itu," imbuhnya.
"Tetapi justru yang terjadi hari ini banyak sekali drama-drama yang tidak lucu dan dipertontonkan kepada publik," tegas Kurnia.
Peneliti ICW ini kemudian menjelaskan terkait drama yang dimaksud.
"Pertama, misalnya ketika KPK dalam konteks penyelidikan gagal menyegel kantor DPP PDIP," ujarnya.
"Kedua ketika tim penyelidik KPK mendatangi PTIK mungkin ingin melakukan pengintaian kepada seseorang," imbuhnya.
"Tapi justru tiba-tiba dites urin sama oknum di PTIK," jelas Kurnia.
Drama berikutnya, Kurnia menyebut saat PDI-P membentuk tim advokasi hukum.
Dalam hal ini Kurnia mempertanyakan kehadiran Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly di Konferensi Pers Tim Hukum PDI-P.
"Ketiga ketika PDI-P membentuk tim advokasi hukum," ujarnya.
"Dan Yasonna Laoly saya tidak tahu dia di sana sebagai Menteri Hukum dan HAM atau Ketua DPP bidang hukum, datang ke sana ikut meresmikan tim advokasi hukum," kata Kurnia.

Drama terakhir yang disebut Kurnia, terkait teka-teki keberadaan buron KPK, Harun Masiku.
Kurnia menuding Menkumham dan pihak Imigrasi telah membohongi publik atas keberadaan Harun.
"Pak Menkumham berbohong kepada publik, imigrasi juga seperti itu," kata Kurnia.
"Kenapa saya katakan berbohong? Saya rasa banyak sekali pemberitaan yang mengatakan secara lantang Pak Yasonna, imigrasi bilang dia brada di luar negeri," ujarnya.
"Padahal satu diantara media sudah mengatakan yang bersangkutan tidak berada di lndonesia, tanggal 7 sudah ada di Indonesia," imbuhnya.
Melihat hal ini, Kurnia pun berharap ini bisa menjadi perhatian publik.
Kurnia pun mendorong KPK agar segera bergerak soal ini.
"Jangan sampai informasi-informasi yang keliru seperti ini tidak ditindak lanjuti oleh KPK," kata Kurnia.
"Karena sudah masuk di ranah penyidikan maka jangan ada upaya dari oknum-oknum untuk menyembunyikan keberadaan Harun Masiku," tegas Kurnia.
"Karena ada delik pidananya pasal 21 UU Tipikor, ancaman maksimalnya 12 tahu pernjara," jelasnya.

Sebelumnya, dikutip dari Kompas.com, Ketua KPK Firli Bahuri dan Yasonma Laoly menyebut Harun Masiku belum kembali ke Indonesia setelah terbang ke Singapura pada Senin (6/1/2020) lalu.
Hal ini juga dibenarkan oleh Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilan.
Dimana Harun tercatat meninggalkan Indonesia menuju Singapura pada Senin (6/1/2020), atau dua hari sebelum OTT Wahyu.
Namun beberapa hari terakhir terdapat satu media yang menyatakan bahwa Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020.
Kepulangan Harun ini terekam CCTV di Bandara Soekarno Hatta.
Setelah dikonfirmasi kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny Sompie, ia membenarkan bahwa Harun Masiku telah kembali ke Indonesia satu hari sebelum proses OTT berlangsung. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma, Kompas.com/Ardito Ramadhan)