Virus Corona
Informasi soal Corona Satu Pintu, Jokowi Tak Berikan Pemda Kewenangan Umumkan Pasien Corona
Arif juga menuturkan, masyarakat membutuhkan informasi yang jelas mengenai lokasi-lokasi yang sempat disinggahi pasien positif Covid-19.
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa ia tidak memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengumumkan pasien positif Covid-19 atau corona.
"Tadi sudah saya jawab," ujar dia saat konferensi pers di Terimal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (13/3/2020).
Jokowi sebelumnya mengatakan bahwa dia sebetulnya ingin menyampaikan secara terbuka kepada masyarakat dan memberikan kewenangan tersebut.
Namun, pertimbangan akan terciptanya kepanikan di tengah masyarakat membuat informasi akhirnya dikelola oleh pemerintah pusat.
"Sebetulnya inginnya kami (pemerintah) sampaikan, tetapi kami berhitung kepanikan di masyarakat," kata dia.
Orang nomor satu di Indonesia itu mengatakan, tidak hanya berdampak kepada masyarakat melainkan pada si pasien apabila sudah dinyatakan sembuh.
"Untuk efek pasien juga ketika sembuh," ujar dia.
Baca: RSPI Sulianto Saroso soal Dua Pasien Positif Virus Corona Meninggal: Di Sini Hanya Satu
Jokowi kemudian menjelaskan, setiap negara memiliki aturan berbeda-beda trerkait penanganan virus Corona.
Indonesia sendiri memilih untuk bergerak ketika ada klaster baru tanpa harus mengumumkan di mana lokasi klaster itu berada.
"Tetapi yang jelas setiap ada klaster baru tim reaksi cepat kami langsung memagari mengenai itu," kata dia.
Jangan panik
Lebih jauh, Jokowi menegaskan pemerintah telah mengambil langkah-langkah serius dalam menangani sebaran virus corona (Covid-19).
Di sisi lain, Jokowi mengaku tak ingin menciptakan kepanikan dan keresahan masyarakat.
Jokowi menegaskan, dalam melakukan penanganan penyebaran virus corona, pemerintah terus berupaya keras.

"Langkah-langkah serius telah kita ambil tetapi juga, sekali lagi saya sampaikan, di saat bersamaan saya tidak ingin menciptakan rasa panik, tidak ingin menciptakan keresahan di tengah masyarakat," kata Jokowi.
"Oleh sebab itu, dalam penanganan, kita memang tidak bersuara.
Kita semuanya harus tetap tenang, berupaya keras menghadapi tantangan ini," tegasnya.
Jokowi pun mencontohkan penanganan kasus pasien 01 dan 02 di Indonesia.
Setelah dua pasien tersebut diketahui positif terinfeksi virus corona, dalam dua hari Jokowi mengaku mendapat 80 nama yang berada di kluster tersebut.
"Setelah kita ketahui yang bersangkutan (pasien 01 dan 02), dalam dua hari saya sudah mendapatkan 80 nama yang berada di kluster ini," ungkap Jokowi.
Baca: Koalisi Masyarakat Sipil Minta Pemerintah Perbaiki Pola Komunikasi Terkait Penanganan Corona
"Dalam dua hari dari tim reaksi cepat yang kita miliki, Kemenkes dibantu intelijen BIN, intelijen Polri, tetapi kita juga tahu bahwa virus ini juga memiliki kecepatan yang sangat cepat dalam penyebarannya," tambahnya.
Menurut Jokowi, tindakan pencegahan dan mitigasi harus dilakukan secara bersamaan.
Dalam hal ini, Jokowi menuturkan, pemerintah telah dan akan terus melakukan contact tracing atau pelacakan yang dikoordinasi BNPB, didampingi Kemenkes, TNI, Polri terhadap orang yang sudah melakukan kontak dengan pasien yang dinyatakan positif Covid-19.
"Kemudian di bidang koordinasi lintas kementerian dan lembaga, TNI/Polri, pemerintah pusat dan pemerintah daerah terus kita perkuat dalam dua bulan ini," lanjut Jokowi.
Dalam membahas sebaran virus corona, Jokowi menuturkan pemerintah telah mengadakan sejumlah rapat.
Baca: Yusril Sarankan Pemerintah Tangani Wabah Corona Seperti Tanggap Darurat Bencana Alam
"Kita telah secara khusus mengadakan rapat paripurna mengenai corona sekali dan rapat terbatas sudah 5 kali," kata Jokowi.
"Rapat internal sehari bisa dua sampai tiga kali membahas khusus mengenai virus corona ini," sambungnya.
Alasan Pemerintah Tak Buka Riwayat Perjalanan Pasien Covid-19
Sementara itu, Jokowi juga mengaku, sebenarnya pemerintah ingin membuka riwayat perjalanan pasien positif virus corona ( Covid-19).
Namun, berdasarkan kalkulasi, pemerintah menilai, membuka riwayat pasien positif corona akan menimbulkan ketakutan berlebihan dari masyarakat.
"Inginnya kita sampaikan (riwayat perjalanan pasien positif Covid-19). Tapi kita menghitung kepanikan masyarakat nanti bagaimana," ujar Jokowi, seperti yang dikutip dari Kompas.com, Jumat (13/3/2020).
Selain itu, pemerintah juga menghindari stigma negatif masyarakat terhadap pasien.
Baik ketika pasien masih menjalani perawatan maupun setelah ia dinyatakan sembuh.
Presiden Jokowi menegaskan, pemerintahan memiliki kebijakan masing-masing dalam hal pengendalian virus corona.
Baca: Pemulihan Pariwisata dan Tangkal Corona, Anggota DPR Putu Supadma Bagi-bagi Masker Gratis
"Yang paling penting, setiap ada klaster baru, tim kita langsung memagari," lanjutnya.
Jokowi pun memastikan, pemerintah Indonesia bekerja keras dalam upaya mencegah penyebaran virus corona.
Pemerintah Diminta Buka Riwayat Perjalanan Pasien
Sebelumnya, Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP), Arif A. Kuswardono meminta pemerintah pusat membuka riwayat perjalanan seluruh pasien positif (Covid-19).
Menurut Arif, transparansi riwayat pasien positif corona tersebut dibutuhkan untuk melakukan pencegahan sejak dini bagi masyarakat.
"(Informasi soal) riwayat (perjalanan) itu terkait dengan unsur potensi penyebaran daerah yang terdampak.
Harus disampaikan agar masyarakat punya tindakan preventif," ujar Arif, seperti yang dilansir dari Kompas.com, Kamis (12/3/2020).
Baca: Akibat Virus Corona, Liga Malaysia Akan Mulai Ditangguhkan Pekan Depan
Arif juga menuturkan, masyarakat membutuhkan informasi yang jelas mengenai lokasi-lokasi yang sempat disinggahi pasien positif Covid-19.
Dengan demikian, Arif menambahkan, masyarakat dapat menentukan sendiri apakah tetap akan ke tempat tersebut atau tidak.
Menurutnya, riwayat perjalanan pasien positif Covid-19 juga akan menjadi panduan bagi masyarakat untuk memproteksi dirinya sendiri.
Arif menyebut, justru hal yang tak boleh diungkap oleh pemerintah adalah identitas pasien.
"Kenapa? Karena pelarangannya bersifat absolut, di undang undang (KIP), tidak boleh dibuka kecuali atas izin yang bersangkutan," ujar Arif.
(Kompas.com/Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kompas.com/Ihsanuddin/Achmad Nasrudin Yahya)