Virus Corona
Sanksi Bagi ASN yang Nekat Mudik, Tunda Kenaikan Gaji dan Pangkat hingga Pemberhentian Tidak Hormat
Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) akan mendapatkan sanksi bila nekat mudik.
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo melarang dengan tegas para aparatur sipil negara, personel TNI-Polri, serta pegawai BUMN untuk mudik saat Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah atau tahun 2020.
Kebijakan tersebut diambil untuk meminimalisasi pergerakan orang dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi atau Jabodetabek yang menjadi episentrum Covid-19 di Indonesia ke daerah.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam konferensi pers melalui sambungan konferensi video, Kamis (9/4/2020).
"Hari ini sudah kami putuskan bahwa untuk ASN, TNI dan Polri, serta pegawai BUMN, dilarang mudik," ujar Jokowi.
Ada sanksinya
Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) akan mendapatkan sanksi bila nekat mudik.
DIketahui, sanksi PNS nekat mudik atau sanksi ASN nekat mudik ini, dijelaskan langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atau Menpan RB Tjahjo Kumolo.
Baca: Jokowi Larang ASN, TNI-Polri, dan Pegawai BUMN Mudik Lebaran
Ia memastikan, akan memberi sanksi bagi ASN yang nekat mudik di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.
Tjahjo mengatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2020 tentang disiplin PNS, sanksi dapat diberikan berdasar pada kategori pelanggaran, yakni ringan, sedang, dan berat.
"Nekat mudik menurut hemat kami masuk kategori sedang," kata Tjahjo kepada wartawan, Kamis (9/4/2020).
Tjahjo menegaskan, larangan mudik merupakan kebijakan Presiden menyikapi situasi darurat atau genting guna menekan penyebaran Covid-19.
Selain itu, Tjahjo menyebut ASN harus memberikan contoh bagi masyarakat untuk tidak mudik.
"Sanksi untuk pelanggaran disiplin sedang yaitu, penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun, penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun," kata Tjahjo.
Kemudian, jika PNS atau ASN yang nekat mudik itu terbukti positif Covid-19, maka yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi disiplin berat karena membahayakan orang lain.
Sanksi berat yakni penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pencopotan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, hingga pemberhentian tidak dengan hormat.
Resmi Surat Edaran Hari Ini
Untuk sementara keinginan para aparatur sipil negara (ASN) dan keluarganya untuk mudik Lebaran ke kampung halaman dikubur dalam-dalam.
Pasalnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat edaran yang berisi larangan bagi aparatur sipil negara (ASN) dan keluarganya untuk tidak bepergian ke luar daerah dan berkegiatan mudik sampai masa darurat Covid-19 di Indonesia berakhir.
Larangan tersebut ditandatangani Tjahjo Kumolo lewat SE Menteri PANRB Nomor 41 Tahun 2020 tentang perubahan atas SE Menteri PANRB Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Kegiatan Mudik bagi ASN dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.
"Melengkapi SE yang lalu saja prinsipnya, mempertegas, meminta ASN dan keluarganya untuk menunda mudik dan ikut sosialisasi agar menunda mudik kepada keluarga besarnya dan lingkungan masyarakat," kata Tjahjo Kumolo dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Apabila dalam keadaan terpaksa bagi ASN untuk pergi ke luar daerah, maka yang bersangkutan harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari atasan masing-masing, demikian tertulis dalam SE tersebut.
ASN yang nekat untuk mudik dan bepergian ke luar daerah akan mendapat sanksi disiplin sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS, dan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Selain itu, dalam SE tersebut juga terdapat poin pengaturan bagi ASN terkait upaya pencegahan dampak sosial Covid-19, serta upaya mendorong partisipasi masyarakat.
"Seluruh ASN wajib mengikuti dengan sungguh-sungguh arahan Bapak Presiden, penjelasan Gugus Tugas dan Menteri Kesehatan, serta kepala daerah," ujar Tjahjo.
56 Persen Masyarakat Perkotaan Takkan Mudik
Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengajak masyarakat tak mudik, demi mencegah risiko penyebaran Virus Corona.
"Kuatkan bahwa kita tidak akan bepergian, tidak mudik, karena ini akan menambah risiko," ujar Yuriato di Kantor BNPB, Jakarta, Senin (6/4/2020).
Menurut Yurianto, langkah tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Yurianto menyebut langkah ini merupakan cara yang ampuh untuk memutus mata rantai penyebaran Virus Corona.
Cara agar penyebaran virus ini terhenti yakni dengan mengurangi interaksi antar-masyarakat.
"Ini adalah tindak lanjut dari upaya untuk menjaga jarak, secara fisik."
"Secara lebih besar lagi agar kita yakini bahwa transmisi dari orang yang sakit kepada orang yang sehat bisa kita hentikan," ucap Yurianto.
Jangan Bersalaman di Kampung Halaman
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto meminta masyarakat yang terlanjur mudik ke kampung halaman, agar tetap menjaga jarak.
Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran Virus Corona di desa-desa.
"Tetap bahwa siapapun kalau kemudian melakukan, terpaksa melakukan bepergian, maka tetap yang harus dilakukan jaga jarak di dalam berkomunikasi."
"Silakan, kalau sudah ada di kampung jaga jarak," kata Yurianto di Kantor BNPB, Jakarta, Senin (6/4/2020).
Selain itu, Yurianto meminta warga tidak melakukan interaksi secara langsung atau menjaga jarak dengan kerabat atau keluarganya.
Dirinya bahkan meminta masyarakat untuk tidak bersalaman dengan kerabatnya.
"Sementara tidak boleh salaman, rajin cuci tangan."
"Bahkan menurut saya, jelaskan ke saudara kita di kampung, jelaskan," tutur Yurianto.
Dirinya mewanti-wanti meski masyarakat tidak merasakan gejala terjangkit Covid-19, bisa menjadi pembawa atau carrier virus tersebut.
Yurianto mengatakan cara penyebaran ini memiliki risiko yang tinggi, jika masyarakat yang mudik tidak menaati peraturan physical distancing.
"Ini yang kemudian bisa jadi potensi, untuk terjadinya sumber penyebaran baru di kampung kita."
"Apalagi kalau kita tidak menjaga physical distancing," papar Yurianto.
Achmad Yurianto menegaskan, banyak risiko penularan Virus Corona yang dapat terjadi saat seseorang pulang kampung atau mudik.
Menurut Yurianto, risiko penularan dapat terjadi saat pemudik memulai perjalanannya dari kota ke kampung halaman.
"Selalu kami katakan bahwa risikonya terlalu tinggi kalau kita harus bepergian dalam situasi yang seperti ini," ujar Yurianto di Kantor BNPB, Jakarta, Senin (6/4/2020).
Menurut Yurianto, ada rangkaian perjalanan yang ditempuh seseorang selama mudik.
Selama perjalanan, pemudik berpotensi besar bertemu orang yang berisiko menularkan atau tertular Virus Corona dari kita.
Penularan bisa terjadi di terminal atau stasiun, jika kita memilih mudik menggunakan transportasi umum.
Risiko penularan dapat berlanjut saat kita berada di dalam kendaraan umum.
"Begitu sampai terminal, saya akan bertemu banyak orang yang saya enggak tahu apakah mereka sakit atau tidak."
"Begitu saya naik kendaraan, saya juga enggak tahu yang seperti apa di dalam kendaraan," beber Yurianto.
"Apalagi kendaraan bus yang tertutup dengan AC."
"Ya sirkulasi udara di situ yang berputar di situ saja," tambah Yurianto.
Selain itu, penularan juga bisa terjadi ketika droplet pemudik yang terjangkit Virus Corona menempel pada bagian transportasi umum.
Menurutnya, hal ini dapat menjadi media penularan bagi pemudik.
"Katakan ada orang yang lain sakit dan sebagainya, batuk, mengenai kursi tempat duduk dan sebagainya, pintu kita pegang."
"Sangat mungkin kita berisiko tertular," tutur Yurianto.
Penyebaran Virus Corona oleh pemudik tidak hanya berhenti ketika seseorang dalam perjalanan.
Penyebaran juga dapat terjadi ketika seseorang tersebut sudah berada di kampung halaman.
Yurianto mengatakan proses penularan Virus Corona dapat terjadi saat seseorang makan bersama dengan keluarga.
"Kemudian katakan yang sederhana, namanya pulang kampung sama-sama makan bareng-bareng dalam satu meja."
"Kita batuk, mencemari alat makan yang lain, rak sendok, semua akan menggunakan itu, pasti akan menyebar," beber Yurianto.
56 Persen Warga Takkan Mudik
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Doni Monardo mengatakan, sebanyak 56 persen warga di perkotaan tidak akan mudik.
Hal itu berdasarkan data yang disampaikan Plt Menteri Perhubungan Luhut Pandjaitan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Data itu disampaikan Doni Monardo seusai menggelar rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (6/4/2020).
"Dari data yang tadi dilaporkan Menko Maritim Investasi sebagai Plt Menhub, bahwa dari data yang berhasil dikumpulkan, sebanyak 56 persen masyarakat sudah sadar."
"Sudah tahu tentang bahaya Covid-19. Dan 56 persen menyatakan tidak akan mudik," ungkap Doni Monardo.
Sementara, menurutnya terdapat 37 persen masyarakat yang belum mudik, dan 7 persen masyarakat sudah terlanjur mudik.
Bagi yang sudah terlanjur mudik, Doni Monardo hanya menyarankan kepada pimpinan daerah agar berdayakan pada sektor pekerjaan di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan.
"Program yang bisa meningkatkan ketahanan pangan nasional," katanya.
Sejauh ini, menurut Doni Monardo, sejumlah pemerintah daerah telah menyiapkan diri dengan menerapkan protokol kesehatan pada warga yang baru tiba dari perkotaan.
Salah satunya, menerapkan isolasi mandiri kepada warga.
"Kepala desa bisa memanfaatkan karang taruna kemudian posyandu dan juga unsur TNI-Polri seperti Babinkamtibmas dan Babinsa."
"Untuk bersama-sama melakukan isolasi mandiri bagi warga yang baru tiba."
"Di beberapa daerah sudah berjalan."
"Dan saya selaku kepala gugus tugas menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para kepala desa, kepada lurah, dan juga kepada daerah-daerah yang sudah melakukan hal ini," ucapnya. (Kompas.com/Antaranews/Fahdi Fahlevi/Taufik Ismail)