Jumat, 29 Agustus 2025

Tak Hanya Omnibus Law, Revisi UU MK Juga Ditolak Masyarakat Sipil

Dia mengungkapkan poin-poin perubahan hanya menyoal masa jabatan hakim MK, bukan mengarah kepentingan lembaga

Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Perwakilan koalisi masyarakat antikorupsi Kurnia Ramadhana usai laporkan Yasonna Laoly di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah elemen masyarakat sipil menolak Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK).

Upaya menolak RUU MK, karena berpotensi menjadi transaksi politik. Sebab, pada saat ini, MK sedang menangani sejumlah uji materi, seperti Revisi UU KPK dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Penanganan Covid-19.

Baca: Sri Mulyani Jawab Soal Anggota KSSK Tak Bisa Dipidana Saat Tangani Covid-19

"Perubahan ini disinyalir menjadi cara untuk 'menukar guling' supaya MK dapat menolak sejumlah pengujian konstitusionalitas yang krusial, seperti Revisi UU KPK dan Perppu Penanganan Covid-19," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (4/5/2020).

Dia mengungkapkan poin-poin perubahan hanya menyoal masa jabatan hakim MK, bukan mengarah kepentingan lembaga.

Pihaknya mencatat empat permasalahan pokok yang diatur di RUU MK.

Pertama, kenaikan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK dari 2 tahun 6 bulan menjadi 5 tahun, seperti yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) RUU MK.

Kedua, menaikkan syarat usia minimal hakim konstitusi dari 47 tahun menjadi 60 tahun sebagaimana direncanakan dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d RUU a quo.

Ketiga, masa jabatan hakim konstitusi diperpanjang menjadi hingga usia pensiun, yaitu 70 tahun.

Sebelumnya satu periode, hakim konstitusi menjabat selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

"Hal ini terlihat dari dihapusnya ketentuan Pasal 22 dalam RUU a quo dan Pasal 87 huruf c yang memperpanjang usia pensiun hakim konstitusi, dari 60 tahun menjadi 70 tahun," kata dia.

Dia memaparkan, pasal a quo, disebutkan apabila hakim MK pada saat jabatan berakhir telah berusia 60 tahun, maka meneruskan jabatan sampai usia 70 tahun.

Sementara itu, kata dia, untuk yang tidak mencapai usia itu dapat ikut seleksi kembali jika usia sudah mencapai 60 tahun.

Dia menilai pembahasan RUU MK sama sekali tidak mendesak mengingat Indonesia sedang menghadapi pandemi Covid-19.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan