Nasib WNI di Kapal Asing
Begini Kondisi Terkini ABK WNI yang Diduga Alami Eksplotasi di Kapal Ikan China
Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, Umar Hadi mengungkapkan kondisi terkini para anak buah kapal yang bekerja di kapal ikan berbendera China.
Penulis:
Febia Rosada Fitrianum
Editor:
Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, Umar Hadi mengungkapkan kondisi terkini para anak buah kapal (ABK) yang bekerja di kapal ikan berbendera China.
Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (7/5/2020).
Diketahui, sempat diberitakan oleh media Korea Selatan (Korsel) adanya dugaan eksploitasi ABK yang merupakan warga negara Indonesia (WNI).
Baca: SPPI: Ada Diskriminasi, ABK Indonesia di Kapal China Hanya Boleh Minum Sulingan Air Asin
Umar Hadi menjelaskan, saat ini terdapat 14 WNI yang merupakan ABK dari kapal penangkap ikan besar.
Kapal berbendera negara China itu bersandar di Pelabuhan Busan pada Kamis (23/4/2020) lalu.
"Jadi pada saat ini ada 14 warga Indonesia, anak buah dari kapal penangkap ikan besar," terang Umar Hadi.
"Berbendera Tiongkok yang turun di Pelabuhan Busan," tambahnya.

Umar Hadi menyebutkan, semula jumlah ABK WNI di kapal saat merapat terdapat 15 orang.
Namun satu orang ditemukan sakit sejak berada di kapal.
ABK WNI tersebut langsung dibawa ke rumah sakit di Busan, Korea Selatan.
Hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia, pada Rabu (29/4/2020).
Akan tetapi, sampai saat ini belum ada keterangan perihal penyebab satu ABK WNI itu meninggal dunia.
Baca: Fakta-fakta YouTuber Jang Hansol yang Ceritakan Kasus Pelarungan ABK Indonesia di Kapal China
Baca: 3 Kapal China Terlibat dalam Pelarungan Jenazah ABK Indonesia, 2 Pihak Ini Diminta Tanggung Jawab
"Semula ada 15, tetapi satu kemudian sakit sejak berada di kapal," jelas Umar Hadi.
"Kita konsultasikan ke rumah sakit di Busan."
"Kemudian yang bersangkutan meninggal dunia pada 29 April 2020," imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Umar Hadi juga menyampaikan kondisi terkini terkait 14 ABK WNI yang lain.
Umar Hadi menyebutkan, 14 orang lainnya kini dalam keadaan yang baik dan sehat.
Mereka semua ditampung di sebuah hotel di Busan.

14 ABK WNI yang dirahasiakan identitasnya itu kini sedang menjalani masa karantina.
"Tetapi 14 yang lainnya dalam keadaan baik," ungkap Umar Hadi.
"Berada di satu hotel sebagai tempat karantina mereka di Kota Busan," lanjutnya.
Sejak kapal mereka merapat di Korsel, 14 ABK WNI mulai mengadu soal pekerjaan mereka ke aparat setempat.
Hingga kemudian beberapa pihak terkait, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Busan memfasilitasi pengaduan mereka.
Baca: ABK Indonesia Ungkap Perlakuan Miris Kerja di Kapal China, Kerja 30 Jam, Banyak yang Mengeluh Lumpuh
Baca: Penjelasan Lengkap Kemenhub Soal Pelarungan Jenazah ABK Indonesia oleh Kapal China
Seluruh cerita para ABK WNI sudah didengar dan dikumpulkan oleh para aparat penegak hukum terkait.
"14 orang inilah yang dengan fasilitasi dari beberapa pihak, ada LSM setempat," ujar Umar Hadi.
"Yang mengadukan keluhan dan sudah ditampung oleh aparat penegak hukum di Kota Busan," ucapnya.
Setelah itu, aduan para ABK WNI sudah terdapat tindak lanjut.
Di mana sedang dilakukan penyelidikan perihal aduan mereka.
Bahkan Umar Hadi mengatakan ada agenda pertemuan antara ABK WNI dengan pihak penjaga pantai Busan, Kamis (7/5/2020) sore waktu setempat.
Mereka didampingi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berada di Seoul, Korsel.
"Dan sedang dilakukan pemeriksaan tindak lanjut dan investigasi," tutur Umar Hadi.
"Sore ini pun ada pertemuan lanjutan di Busan, antara Busan Coast Guard dengan tim dari KBRI Seoul dengan para ABK ini," tandasnya.
Sebelumnya dikabarkan ada dugaan eksploitasi dan praktik pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di kapal ikan berbendera China itu.
Baca: Fadli Zon Desak Pemerintah Usut Tuntas Kasus Perbudakan ABK Indonesia di Kapal China
Dalam sebuah video yang dipublikasikan oleh media Korea Selatan, terlihat jenazah ABK WNI dilarung ke laut.
Para ABK mengadu dipekerjakan dengan kebijakan yang tidak manusiawi.
Di mana mereka bisa bekerja hingga 18 jam sampai 30 jam sehingga mereka tidak memiliki waktu istirahat.
Bahkan, bayaran yang diterima juga tidak sesuai dengan kontrak.
(Tribunnews.com/Febia Rosada)