Senin, 13 Oktober 2025

Kasus Djoko Tjandra

Djoko Tjandra Minta Sidang PK Digelar Virtual, Ini Respons Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Sidang perkara peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra, buronan kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali berada di tangan majelis hakim.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Kompas.com
Djoko Tjandra. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perkara peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra, buronan kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali berada di tangan majelis hakim.

Sebelumnya Djoko Tjandra meminta sidang PK yang diajukannya digelar secara virtual.

"Saya rasa semua sudah jelas di persidangan. Kami tidak boleh mendahului. Akan ada sidang tanggal 27 Juli," kata
Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Suharno, saat dihubungi, Selasa (21/7/2020).

Dalam persidangan Senin kemarin, Djoko Tjandra kembali tidak menghadiri sidang.

Baca: Soal Polemik Rapat Kasus Djoko Tjandra, Politikus PKS Sebut Pimpinan DPR Tidak Konsisten

Ini merupakan kali ketiga Djoko Tjandra tidak menghadiri sidang setelah sebelumnya pada sidang 29 Juni 2020 dan 6 Juli 2020 juga melakukan hal yang sama.

Djoko Tjandra tidak hadir ke sidang karena alasan sakit.

Dalam persidangan tersebut, Djoko Tjandra menitipkan surat kepada kuasa hukum, Andi Putra Kusuma.

Dalam surat yang dibacakan di persidangan, Djoko Tjandra meminta maaf karena tidak bisa hadir.

Dia mengungkapkan kondisi kesehatannya menurun.

Baca: Berkas Selesai, Polri Bakal Gelar Sidang Disiplin Brigjen Prasetijo Utomo Terkait Djoko Tjandra

Surat itu tertera keterangan dokter dari klinik di Malaysia.

Djoko meminta izin majelis hakim agar bisa diperiksa di sidang melalui telekonferensi.

Mengenai hal ini, pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim.

"Jadi tunggu saja. Iya (majelis hakim yang berwenang menentukan sidang,-red)" kata Suharno.

Djoko Tjandra Dianggap Hina Pengadilan

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, permintaan Djoko Tjandra supaya persidangan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya digelar secara virtual dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap pengadilan.

Djoko Tjandra adalah buronan yang dicari pemerintah dan aparat penegak hukum di Indonesia sejak 11 tahun silam.

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyatakan selama masa pandemi corona atau Covid-19 sebagian besar sidang perkara pidana memang digelar secara daring.

Namun, kata Boyamin, sidang secara virtual hanya berlaku bagi terdakwa yang berada di Indonesia, bukan buronan seperti Djoko Tjandra.

Untuk itu, Boyamin menyatakan sudah semestinya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permintaan Djoko Tjandra agar sidang permohonan PK yang diajukannya digelar secara daring.

Baca: Pimpinan DPR Cari Jalan Keluar Soal Polemik Rapat Kasus Djoko Tjandra

"Sidang daring perkara pidana yang selama ini sudah berlangsung adalah terhadap Terdakwa yang berada di Indonesia baik ditahan atau atau tidak ditahan serta bukan buron. Jadi permintaan sidang daring oleh Djoko Tjandra jelas-jelas bentuk penghinaan terhadap pengadilan sehingga sudah semestinya ditolak oleh hakim," kata Boyamin lewat keterangan tertulis, Senin (20/7/2020).

Diketahui, Djoko Tjandra kembali mangkir atau tidak hadir dalam persidangan permohonan PK yang diajukannya di Pengadilan Negeri jakarta Selatan, Senin (20/7/2020).

Dengan demikian, Djoko Tjandra telah tiga kali tidak hadir dalam persidangan.

Seperti dua persidangan sebelumnya pada 29 Juni 2020 dan 6 Juli 2020, Djoko Tjandra mengaku tidak hadir dalam persidangan hari ini lantaran sedang sakit di Kuala Lumpur, Malaysia.

Padahal, dalam persidangan sebelumnya, Majelis Hakim telah mengultimatum kuasa hukum untuk menghadirkan Djoko Tjandra di persidangan.

Alih-alih mematuhi ultimatum hakim, melalui surat yang ditandatanganinya di Kuala Lumpur, Malaysia tertanggal 17 Juli 2020, Djoko Tjandra justru meminta Majelis Hakim menggelar sidang pemeriksaan atas PK yang diajukannya secara daring.

Boyamin menegaskan, Djoko Tjandra sudah sepatutnya sadar diri dengan statusnya sebagai buronan dengan tidak mendikte pengadilan.

Di sisi lain, Boyamin meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak meneruskan persidangan karena Djoko Tjandra telah secara nyata tidak menghormati proses persidangan.

Apalagi, mengingat tindakannya selama ini yang kerap mengangkangi hukum di Indonesia.

"Djoko Tjandra dengan ulahnya selama ini telah mencederai rasa keadilan rakyat sehingga tidak boleh mendapat dispensasi berupa sidang daring," katanya.

Dalam kesempatan ini, Boyamin menduga Djoko Tjandra tidak benar-benar sakit seperti yang diklaim kuasa hukumnya.

Dugaan ini menguat lantaran dalam tiga kali persidangan yang telah digelar, kuasa hukum hanya menyampaikan surat keterangan sakit tanpa ada keterangan secara pasti penyakit yang diderita Djoko Tjandra.

"Di sisi lain diduga sakitnya Joker hanyalah pura-pura karena senyatanya dia tidak opname di rumah sakit dan hanya surat keterangan sakit," katanya.

Untuk itu, Boyamin meminta PN Jaksel tidak lagi memberi kesempatan kepada Djoko Tjandra untuk mengulur-ulur waktu dengan klaim sakit.

Boyamin juga meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak meneruskan persidangan dan berkas perkaranya tidak perlu dikirim ke Mahkamah Agung (MA).

"Pengadilan tidak boleh lagi memberi kesempatan untuk mengulur waktu karena senyatanya Pengadilan telah berbaik hati dengan memberikan kesempatan sidang sebanyak tiga kali. Untuk itu stop sampai sini dan berkas perkara langsung dimasukkan arsip dan tidak dikirim ke MA," tegas Boyamin.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved