Selasa, 9 September 2025

Eksklusif Tribunnews

Seratus Tahun PK Ojong Pendiri Kompas Gramedia (2): Korannya Ditutup karena Melawan Bung Karno

Harry Tjan sebetulnya sudah ingin menemui PK Ojong saat Ojong masih menjadi Pemimpin Redaksi Star Weekly sekira tahun 1951.

Editor: Dewi Agustina
TRIBUN/DENNIS DESTRYAWAN
Pengamat politik dan satu di antara pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Harry Tjan Silalahi menceritakan sosok Pendiri Kompas, Petrus Kanisius (PK) Ojong saat ditemui di kantor CSIS, Jakarta Pusat, Jumat (24/7/2020). TRIBUNNEWS/DENNIS DESTRYAWAN 

Semua itu. Itu penting sekarang. Karena dasarnya sesuai dengan kodrat manusia, yang baik, yang terhormat. Oleh karena itu Ojong Peng-Koen membawa cita-cita itu. Dan itu diproyeksikan di dalam penerbitan-penerbitan.

Dan nampaknya pada saat Partai Katolik mendapatkan tugas, atau mendapat hak untuk bisa mendirikan surat kabar. Maka Pak Ojong bersama Pak Jakob Oetama membawa suara hati nurani rakyat. Itu motto dari Kompas.

Dan pada waktu mendirikan gedung Kompas beliau bilang, dulunya tidak punya apa-apa. Tapi setelah cukup permulaan Orde Baru, beliau berani mendirikan Kompas, gedung peralatan di Palmerah itu.

Pada waktu beliau mendirikan di Palmerah itu, pesan sama para wartawannya, saudara-saudara sekalian kita sekarang punya gedung, rumah.

Tapi ibaratnya gedung memiliki kaki empat, dia bilang, satu kaki yang kepunyaan kita, tiga lainnya utangan. 75 persen pada waktu itu, cuma 25 persen berasal dari sendiri. Oleh karena itu, Ojong bilang, jagalah baik-baik.

Foto dokumentasi wartawan sekaligus pendiri Harian Kompas Petrus Kanisius (PK) Ojong. KOMPAS
Foto dokumentasi wartawan sekaligus pendiri Harian Kompas Petrus Kanisius (PK) Ojong. KOMPAS (KOMPAS/Arsip)

Jagalah baik-baik itu bukan jangan ambruk, rusak, enggak. Tapi jaga baik-baik itu juga di dalam menjalankan tugasnya. Karena ini modal tidak material, tapi modal moral juga ideal dari rakyat Indonesia yang Pancasila dan kerakyatan.

Itu yang menjadi cita-cita Ojong bersama Jakob Oetama. Sekarang sudah besar terjaga dengan utuh menjadi menara. Saya tidak tahu kalau Ojong hidup lagi senang atau kaget. Tapi ini adalah cita-citanya. Oleh karena itu that's Pak Ojong.

Bagaimana Anda melihat sosok PK Ojong dan Jakob Oetama?

Mereka mengembangkan Kompas, yang dulu namanya surat kabarnya Bentara Rakyat, tapi Bung Karno bilang namanya lemah, pasif. Namanya harus Kompas, itu namanya Bung Karno. Untuk bisa memberi arah.

Tapi rupa-rupanya Jakob tidak terima dan membuat Gedung Bentara Budaya. Tapi sekarang sudah ketutupan cukup gede sekali dengan Menara Kompas. (denis/tribunnetwork/cep)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan