Jumat, 29 Agustus 2025

Kasus Kekerasan Seksual Berbasis Siber Meningkat di Masa Pandemi, Komnas Perempuan Singgung RUU PKS

Komnas Perempuan menyebutkan, kasus kekerasan seksual berbasis siber meningkat tajam di masa pandemi saat ini.

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Daryono
Kompas.com
Ilustrasi korban pelecehan seksual. 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Subkom Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menyebutkan kasus kekerasan seksual meningkat setiap tahunnya.

Sementara itu, menurut Siti, di masa pandemi saat ini, kasus kekerasan seksual berbasis siber meningkat tajam.

"Khusus di masa pandemi ini, yang meningkat tajam itu adalah kekerasan berbasis siber," kata Siti dalam wawancaranya di Panggung Demokrasi yang disiarkan melalui kanal YouTube Tribunnews.com, Selasa (8/9/2020).

Baca: Awak Kabin Garuda Jadi Korban Pelecehan di Penerbangan Biak-Jayapura, Begini Tanggapan Sang Dirut

Ia menyampaikan, Komnas perempuan menerima laporan 354 kasus kekerasan seksual siber, yang terhitung sejak Januari hingga Mei 2020.

Padahal, di tahun sebelumnya, hanya terdapat 251 laporan kasus.

"Ini kan peningkatan yang luar biasa. Belum satu tahun sudah 354 kasus," ujarnya.

Siti mengatakan, bentuk kekerasan seksual berbasis siber tentu banyak merugikan perempuan.

Hal ini lantaran sifat penyebarannya yang sangat luas, sulit dihapus, dan belum ada aturan hukum yang mengaturnya.

Siti menambahkan, hal tersebut juga merugikan perempuan saat terjadi kasus-kasus revenge porn. 

Baca: Polisi Wanita Ini Akui dapat Pelecehan Seksual, Sebut Seorang Polisi Pria Mencoba Melihatnya Mandi

Menurutnya, dalam kasus ini, perempuan yang menjadi korban berpotensi mendapat tuduhan menjadi model pornografi.

"Belum ada aturan hukumnya ini juga kemudian ada irisan dengan UU ITE dengan UU Pornografi."

"Dimana misalnya contoh ada non-consensual intimate images atau yang dikenal revenge porn itu. Awalnya konsensual, lalu ketika putus video atau gambarnya disebar, ini pada saat itu kan perempuan atau korban berfoto atau video sex call itu konsensual tapi disebarkannya tidak konsensual," jelas Siti.

"Ini kemudian perempuan berpotensi mendapatkan tuduhan menjadi model pornografi," sambungnya.

Selain itu, Siti menambahkan, dalam kasus-kasus kekerasan seksual berbasis siber saat ini, UU ITE hanya mengatur pidana bagi pihak yang mentransmisikan.

"Di dalam kekerasan berbasis siber online ini, yang dipidana menurut UU ITE adalah yang mentransmisikannya, bukan perbuatan kekerasan seksual, karena memang ada ruang kosong dari hukum terkait kekerasan seksual siber," ujarnya.

Siti Aminah Tardi
Ketua Subkom Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi.

Melihat banyaknya kasus kekerasan seksual berbasis siber, Siti menuturkan, Komnas Perempuan berusaha menjawabnya melalui Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Pasalnya, menurut Siti, pola-pola kekerasan seksual yang ditemukan seiring perkembangan teknologi namun belum ada undang-undang yang mengaturnya.

Misalnya yaitu modus atau pola kekerasan seksual siber berbentuk sexting, mengirim gambar atau video porno, dan pelecehan non fisik lainnya.

"Yang lain misalnya kemarin kita dihebohkan kekerasan seksual bentuknya fetish jarik, swinger, tapi yang bisa dipidana itu yang mentransmisikan, sedangkan misalnya yang melakukan pengintipan itu tidak bisa dipidana karena belum ada aturannya," kata Siti.

"Nah melalui RUU PKS ini kita mencoba pola-pola atau bentuk-bentuk kekerasan seksual yang ditemukan seiring perkembangan teknologi ini masuk dalam RUU PKS, termasuk salah satunya pelecehan seksual non fisik yang dilakukan secara online," jelasnya.

DPR RI Ungkap Alasan Belum Rampungnya Pembahasan RUU PKS

Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, DPR RI mengungkapkan alasan belum rampungnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) pada tahun lalu.

RUU tersebut pun kini tidak masuk dalam dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020.

Padahal, banyak elemen masyarakat yang mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PKS lantaran banyaknya kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak hingga saat ini.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang menjelaskan penyebab RUU PKS tidak selesai sesuai target dikarenakan masih adanya perbedaan pandangan yang berkaitan dengan unsur pidana.

“Waktu itu (pembahasan RUU PKS) sudah sepakat tentang rehabilitasi, perlindungan, dan pencegahan. Namun yang masih panjang perdebatannya kemarin yang berkaitan tentang unsur pemidanaan,” kata Marwan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (3/9/2020).

Baca: Di DPR, Bintang Puspayoga Dorong RUU PKS Masuk Prolegnas Tahun 2021

Ia memahami jika pemerintah menjadi tempat mengadu masyarakat atas ketidaksempurnan pembahasan RUU PKS yang lalu.

Marwan menjelaskan waktu yang diberikan Badan Legislasi dan Badan Musyawarah terkait masa pembahasan UU sangat minim saat itu, yakni hanya sampai Oktober 2020.

Hal tersebut menyebabkan Komisi VIII menarik RUU PKS dari Prolegnas Tahun 2020 agar dimasukkan kembali pada 2021.

“Selain berbeda pandangan dalam substansi juga karena menunggu selesainya perubahan Undang-Undang KUHP di Komisi III karena DPR tidak boleh memproduksi Undang-Undang yang saling bertabrakan di dalam frasa yang sama,” jelas Marwan.

Namun Marwan akan berupaya memasukan RUU PKS dalam Prolegnas Tahun 2021. Pihaknya di Komisi VIII mengaku siap jika pembahasan RUU PKS kembali dilakukan.

“Komisi VIII akan mengupayakan agar RUU PKS menjadi RUU prioritas dalam Prolegnas Tahun 2021,” lanjutnya.

Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) lewat menterinya, Bintang Puspayoga kembali mendorong RUU PKS agar masuk dalam Prolegnas Tahun 2021.

Menurut Menteri PPPA, RUU PKS diperlukan untuk penanganan kekerasan seksual yang bersifat komprehensif mulai dari hulu sampai hilir.

“Kami mengharapkan kepada Pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR RI dapat memberikan dukungan dengan melakukan pembahasan kembali RUU PKS dalam Prolegnas Tahun 2021,” kata Bintang.

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta/Larasati Dyah Utami)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan