Kasus Djoko Tjandra
ICW Desak KPK Ambil Alih Kasus Djoko Tjandra-Jaksa Pinangki, Ada Dua Alasan Penting
Kejagung dan Bareskrim Polri sedang mengusut skandal Djoko Tjandra yang menyeret sejumlah aparat penegak hukum di internal masing-masing
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus yang menjerat Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari pasca gelar perkara.
Diketahui, KPK mengagendakan gelar perkara bersama Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung pada Jumat (11/9/2020) besok.
"Pasca gelar perkara yang diagendakan esok hari, ICW mendesak agar KPK segera mengambil alih seluruh penanganan perkara korupsi yang melibatkan Djoko S Tjandra, baik di Kejaksaan Agung maupun di Kepolisian," tegas Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (10/9/2020).
Diketahui, Kejagung dan Bareskrim Polri sedang mengusut skandal Djoko Tjandra yang menyeret sejumlah aparat penegak hukum di internal masing-masing.

Kejaksaan Agung telah menetapkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari, pengusaha Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dan permintaan fatwa di Mahkamah Agung (MA).
Tak hanya Kejaksaan Agung, dalam rentetan skandal Djoko Tjandra, Bareskrim Polri juga sedang mengusut keterlibatan pejabat di internal Korps Bhayangkara.
Baca: Gelar Perkara di KPK Diharapkan Bongkar Skandal Kasus Djoko Tjandra, Siapa Oknum MA yang Urus Fatwa
Bareskrim telah menetapkan mantan Kepala Biro Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim, Brigjen Prasetijo Utomo, mantan Kadiv Hubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte serta Anita Kolopaking selaku pengacara Djoko Tjandra sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait surat jalan dan hapusnya nama Djoko Tjandra dalam daftar red notice Interpol Polri.
Menurut Kurnia, setidaknya ada dua alasan bagi KPK untuk segera mengambil alih penanganan perkara di Kejaksaan Agung dan Kepolisian.
Pertama, perkara ini melibatkan unsur penegak hukum.
"Berdasarkan itu, maka KPK berdasarkan Pasal 11 UU KPK lebih memiliki kewenangan untuk menangani perkara tersebut," katanya.
Kedua, agar menepis isu dugaan konflik kepentingan.
Sebab, menurutnya, publik sulit percaya terhadap objektivitas penanganan perkara jika penegak hukum A menangani perkara yang juga melibatkan oknum penegak hukum A.
"Maka dari itu, untuk menjamin independensi serta objektivitas, KPK lebih tepat untuk diberi kepercayaan membongkar skandal korupsi Djoko S Tjandra ini," tegasnya.