Alissa Wahid Nilai Isu Kebangkitan PKI Propaganda yang Tidak Laku
Survei tersebut sendiri menyimpulkan di antaranya warga yang setuju bahwa sekarang sedang terjadi kebangkitan PKI
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Hendra Gunawan
"Yang percaya hubungan itu terkait dengan kebangkitan komunisme dan PKI di Indonesia hanya sebanyak 26 persen," lanjut Sirojudin.
Sedangkan analisis demografi survei tersebut, kata Sirojudin, juga menemukan bahwa awareness (kesadaran) tentang isu kebangkitan PKI lebih tinggi di kelompok laki-laki, warga perkotaan, dan tinggal di daerah Sulawesi, Jateng dan DIY, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Sedangkan tingkat kesetujuan terhadap isu tersebut lebih tinggi di kelompok laki-laki, tinggal di Bali, Nusa Tenggara, dan Sumatera.
"Kemudian awareness tentang isu kebangkitan PKI lebih tinggi pada warga dengan pendidikan tinggi. Sementara tingkat kesetujuan terhadap isu tersebut lebih tinggi di kelompok berpendidikan rendah," kata Sirojudin.
Selain itu kesadaran tentang isu kebangkitan PKI, kata Sirojudin, lebih tinggi pada kelompok beragama Islam dan beretnis Minang.
Sementara tingkat kesetujuan terhadap isu tersebut lebih tinggi di kelompok beragama Islam dan beretnis Betawi dan Minang.
Tingkat kesadaran terhadap isu kebangkitan PKI, kata Sirojudin, relatif lebih tinggi di kelompok pemilih PKS.
Di antara yang aware tersebut, kata Sirojudin, tingkat kesetujuan terhadap isu tersebut lebih tinggi di kelompok pemilih partai NasDem.
"Awareness dan tingkat kesetujuan terhadap isu kebangkitan PKI di kelompok pemilih Prabowo-Sandi terlihat lebih tinggi dibanding pemilih Jokowi-Maruf Amin," kata Sirojudin.
Sementara dari 14 persen yang setuju dengan isu kebangkitan PKI ada 79 persen atau 11 persen dari total populasi yang menilai kebangkitan PKI saat ini sudah menjadi ancaman.
"Dan dari 11 persen yang menilai sudah menjadi ancaman, kata Sirojudin, mayoritas atau 8 persen dari populasi merasa pemerintah kurang atau tidak tegas sama sekali dengan ancaman kebangkitan PKI tersebut," kata Sirojudin.
Sirojudin mengatakan jumlah responden yang diwawancara dalam survei tersebut ada 1.203 responden.
Sampel dari hasil survei nasional tatap muka itu, kata Sirojudin, divalidasi dengan membandingkan populasi demografi sampel dan populasi hasil sensus BPS sehingga demografi sampel meliput provinsi, gender, desa-kota, umur etnis, dan agama.
Dan jika ada perbedaan signifikan antara demografi sampel dengan populasi sampel yang terpilih secara acak terhadap populasi pemilih nasional yang memiliki telepon, kata Sirojudin, maka dilakukan pembobotan data sedemikian rupa sehingga komposisi demografi sampel menjadi proporsional terhadap populasi.
"Margin of Error survei diperkirakan antara kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, dengan asumsi simpel random sampling. Wawancara dilakukan pada tanggal 23 sampai 26 September 2020," kata Sirojudin.