UU Cipta Kerja
Disahkannya UU Cipta Kerja, Pengamat Sebut Ancaman Negara untuk Pelanggar Tata Ruang Menguat
Pengamat ekologi kawasan pertanian Arya Hadi Dharmawan angkat bicara soal pengesahan Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekologi kawasan pertanian Arya Hadi Dharmawan angkat bicara soal pengesahan Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Sebab, terdapat Pasal 17 di dalam UU Ciptaker yang mengubah sebagian UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
"Pasal 17 yang isinya amat sangat panjang ini, merevisi amat detail dalam pasal per pasal UU Nomor 26 Tahun 2007," kata Arya Hadi dalam keterangan resminya kepada awak media, Senin (12/10/2020).
Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Menyusut Jadi 812 Halaman, Arief Poyuono Yakin Substansi Tak Berubah
Arya pun menjelaskan, persoalan besar tata ruang di Indonesia puluhan tahun yakni perubahan fungsi ruang yang dilakukan perusahaan atau individu secara tidak terkendali.
Sementara itu, UU Nomor 26 Tahun 2007 sudah mengatur ancaman hukum pelanggaran tata ruang.
Hal itu seperti tertuang di dalam pasal 69.
Namun, kata dia, jumlah denda dalam pasal 69 kecil nilainya. Dengan begitu, pelanggaran terus-terusan terjadi.
"Tanah negara sering diserobot untuk peruntukan yang tak sesuai oleh oknum perusahaan maupun individu. Akibatnya ekosistem atau lingkungan hidup terganggu atau rusak sama sekali," kata dosen Institut Pertanian Bogor ini.
Baca juga: KAMI Disebut Sengaja Buat Rusuh Demo UU Cipta Kerja di Medan, Kapolda Sumut: Bisa Kita Buktikan
Dia menekankan, Pasal 17 di dalam UU Ciptaker mampu mengendalikan perubahan fungsi ruang yang tidak terkendali.
Utamanya di dalam poin 34 pada pasal 17 tersebut.
"Lama saya mengamati kata per kata isi Pasal 69 pada UU Nomor 26 Tahun 2007 yang mengatur tentang penalti atau ancaman bagi para penyerobot tanah, lalu membandingkannya dengan point 34 pasal 17 UU Ciptaker. Isinya berubah. Ada poin yang menggembirakan. Ancaman negara kepada para pelanggar tata ruang menguat secara signifikan," beber dia.
Berkaca dari situ, Arya menyimpulkan bahwa untuk mengatasi penyerobotan ruang, negara bersikap lebih responsif.
UU Cipta Kerja jauh lebih keras ancaman atau ketegasannya kepada perusahaan atau individu yang melakukan perubahan fungsi ruang atau peruntukan tanah secara semaunya.
"Angka ancaman penalti bagi para pelanggar tata ruang, yang berlipat-kali pada UU Ciptaker dibandingkan UU Penataan Ruang, memberikan makna bahwa negara makin tidak kompromi terhadap para pelanggar tanah atau tata ruang," kata dia.
Di sisi lain, Arya menghargai pihak-pihak yang cenderung mendukung UU Nomor 26 Tahun 2017 ketimbang UU Ciptaker.