Sabtu, 11 Oktober 2025

UU Cipta Kerja

Buruh Siap Demo Besar-besaran pada 1 November 2020 Jika Jokowi Teken UU Cipta Kerja

KSPI menegaskan, akan menggelar demo secara nasional di seluruh Indonesia jika Presiden Joko Widodo menandatangi UU Cipta Kerja.

Editor: Adi Suhendi
Surya/Ahmad Zaimul Haq
Massa elemen buruh dan mahasiswa dari Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Grahadi, Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/10/2020). Rencananya mereka akan menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja hingga 23 Oktober 2020. Surya/Ahmad Zaimul Haq 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan, akan menggelar demo secara nasional di seluruh Indonesia jika Presiden Joko Widodo menandatangi UU Cipta Kerja.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, demo awalnya direncanakan akan digelar tanggal 28 Oktober.

Namun, karena menyesuaikan dengan tanggal merah, maka aksi itu akan digeser pada tanggal 1 November 2020.

"Pertama, direncanakan tanggal 28 Oktober. Kalau presiden menandatangani UU Cipta Kerja, maka pada saat itu karena 29 Oktober tanggal merah, 31 Oktober hari Minggu, maka tanggal 1 November bisa dipastikan buruh-buruh KSPI akan menyerukan aksi nasional di seluruh Indonesia. 20 Provinsi lebih dari 200 Kabupaten/Kota," ujar Said, dalam konferensi pers secara daring via aplikasi Zoom, Sabtu (24/10).

Said menegaskan, para buruh tidak akan menggelar aksi unjuk rasa yang berujung kekerasan dan anarkis.

Baca juga: Tak Hanya Demo Tolak UU Cipta Kerja, KSPI Siapkan Demo Tuntut Kenaikan UMP di DPR

Dia memastikan penyampaian aspirasi KSPI dan konfederasi buruh lainnya berlangsung secara damai.

"Aksi-aksi buruh setidaknya oleh KSPI dan 32 konfederasi lain, kami mengambil prinsip anti kekerasan, non violence. Tidak ada keinginan rusuh, tidak ada keinginan anarkis, tidak ada keinginan atau melakukan tindakan merusak fasilitas," jelasnya.

Tak hanya aksi unjuk rasa secara nasional, Said mengatakan, pihaknya juga akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) begitu UU Cipta Kerja diteken oleh Jokowi.

"Kami akan aksi besar-besaran dan tanggal 1 November tersebut secara bersamaan kami akan bawa judicial review terhadap UU yang telah diberi nomor andaikan tanggal 28 Oktober atau sebelumnya ditandatangani," kata Said.

Baca juga: KSPI dan Serikat Buruh Lain Akan Demo Besar-besaran 1 November Jika Jokowi Teken UU Cipta Kerja

Said mengatakan aksi unjuk rasa akan menyasar wilayah Istana serta kawasan MK. Menurutnya, para buruh sepakat untuk berunjuk rasa hingga keluar hasil keputusan dari MK atas gugatan UU Cipta Kerja tersebut.

"Aksi dilakukan ke Istana dan MK aksi-aksi tersebut sampai kita menang dan dikeluarkan keputusan MK. Tiada batas waktu, kapan saja kami akan persiapkan aksi-aksi terstrukur, terarah dan konstitusional," katanya.

KSPI ternyata juga menyiapkan aksi unjuk rasa untuk menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada 9-10 November mendatang.

"Kami mendapat informasi sidang paripurna 9 November setelah reses. Dengan demikian, karena surat sudah diserahkan tapi belum direspons juga oleh pimpinan fraksi maupun pimpinan DPR, maka 9 sampai 10 November buruh kembali aksi nasional serentak 24 provinsi lebih dari 200 kabupaten/kota serempak," ujar Said Iqbal.

Berubah Lagi

Jumlah halaman dari draf UU Cipta Kerja kembali mengalami perubahan. Terkini, halamannya diketahui menjadi 1.187 halaman. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyebut DPR sangat memalukan karena perubahan halaman draf UU Cipta Kerja berulang kali terjadi.

"Kami nggak tahu kalau ada versi 1.187 halaman lagi. Memalukan. Sangat memalukan DPR ini. Sangat memalukan," ujar Said, dalam konferensi pers secara daring via aplikasi Zoom, Sabtu (24/10).

Said menilai, perubahan halaman tersebut bukti bahwa pembahasan UU Cipta Kerja terburu-buru. Dia bahkan mengibaratkan pembahasan UU Cipta Kerja bagaikan sinetron kejar tayang yang tak mementingkan isi atau substansi.

"Seperti main sinetron dikejar tayang dan mau tampil, nggak penting isi, yang penting selesai," tegas Said.

Sebelumnya diberitakan, draf Undang-Undang Cipta Kerja kembali mengalami perubahan jumlah halamannya, setelah diserahkan DPR ke pemerintah pada Rabu (14/10). Hari ini beredar draf UU Cipta

Kerja setebal 1.187 halaman, padahal draf final undang-undang tersebut setebal 812 halaman.

Artinya, ada penambahan 375 halaman.

Baca juga: Presiden KSPI Said Iqbal Sebut DPR Memalukan karena Jumlah Halaman UU Cipta Kerja Kembali Berubah

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya membenarkan ada perubahan halaman draf UU Cipta Kerja usai dipegang oleh pemerintah.

"Itu perubahan format kertas disesuaikan dengan lembar negara, aku sudah cek ke Kementerian Sekretaris Negara. Jadi format kertas disesuaikan dengan lembar negara," kata Willy saat dihubungi, Jakarta, Kamis (22/10).

Meski ada perubahan halaman, kata Willy, tidak ada perubahan subtansi dari UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR bersama pemerintah saat rapat paripurna, hingga akhirnya diserahkan ke pemerintah.


Tak Boleh Berubah

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie angkat bicara mengenai dihapuskannya Pasal 46 soal minyak dan gas bumi (migas) dari Undang-Undang Cipta Kerja setelah disahkan DPR.

Menurut Jimly, secara substansial mutlak tidak boleh ada perubahan saat UU tersebut disetujui oleh DPR dan pemerintah.

"Baca Pasal 20 ayat (5) UUD 1945, dalam 30 hari RUU yang disahkan DPR akan berlaku jadi Undang-Undang. Artinya, secara substansial mutlak tidak oleh ada perubahan lagi," kata Jimly saat dihubungi Tribunnews, Sabtu (24/10).

Jika ada pihak yang ingin menggugat UU Cipta Kerja, Jimly mengatakan, semua bahan dan bukti apa saja yang ada dan terbukti, bisa dipakai untuk menilai bahwa proses pembentukan UU itu cacat konstitusional. Serta pengesahannya sebagai UU dinyatakan tidak berlaku mengikat untuk umum.

Sedangkan pengujian materiil atas subtansi pasal-pasal dan ayat UU dapat terus dilakukan terpisah dan pasti butuh waktu yang lebih lama.

Baca juga: Pasal 46 Dihapus dari UU Cipta Kerja, Begini Kata Mantan Ketua MK

"Makanya dalam buku-buku saya, selalu saya bedakan antara pengesahan materiel oleh DPR dan pengesahan formil (administrtif) oleh Presiden," ucapnya.

"Tapi ingat penilaian akhir ada pada kewenngan independen para hakim. Kita percayakan saja kepada mereka," pungkas Jimly.

Diketahui, Pasal 46 UU Migas sebelumnya tercantum dalam naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Joko Widodo.

Namun, pasal tersebut dihapus dari naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara ke sejumlah organisasi masyarakat Islam.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved