Jumat, 3 Oktober 2025

Kasus Djoko Tjandra

Dua Jenderal Didakwa Terima Miliaran dari Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo 'Potek' Jatah Napoleon

Prasetijo sempat "memotong" jatah suap yang seharusnya diperuntukkan bagi Irjen Napoleon Bonaparte yang saat itu menjabat sebagai Kadivhubinter) Polri

Tribunnews/Irwan Rismawan
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020). Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri itu didakwa mendapat 150 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra untuk mengurus penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol. Tribunnews/Irwan Rismawan 

Atas penerimaan uang tersebut, Irjen Napoleon memerintahkan anak buahnya membuat 3 surat yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi, yakni tertanggal 29 April 2020, 4 Mei 2020, dan 5 Mei 2020. Surat ditandatangani oleh An. Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo.

Surat pertama pada pokoknya menginformasikan bahwa Sekretariat NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri sedang melakukan pembaharuan sistem database Daftar Pencarian Orang (DPO) yang terdaftar dalam Interpol Red Notice melalui jaringan I-24/7.

Terkait hal itu, melalui surat tersebut juga diinformasikan bahwa data DPO yang diajukan oleh Divhubinter Polri pada Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi.

Surat kedua perihal pembaharuan data Interpol Red Notice.

Baca juga: Pakai 2 Paspor, Pinangki 23 Kali Bepergian ke Luar Negeri Terkait Djoko Tjandra

Isinya menyampaikan adanya penghapusan Interpol Red Notice. Surat ketiga menginformasikan bahwa Interpol Red Notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra telah terhapus dalam sistem basis data Interpol sejak 2014 (setelah 5 tahun).

8 Mei Napoleon Bonaparte memerintahkan Kombes Tommy Aria Dwianto menerbitkan surat Divisi Hubungan Internasional Polri untuk istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran.

Isinya menerangkan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan pada Police Data Criminal ICPO Interpol didapatkan hasil bahwa Djoko Tjandra tidak lagi terdata sebagai subjek Red Notice ICPO Interpol, Lyon, Prancis.

Atas surat-surat tersebut, Ditjen Imigrasi menghapus status DPO Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System pada Sistem Informasi Keimigrasian pada 13 Mei 2020.

Penghapusan itu kemudian dimanfaatkan Djoko Tjandra untuk masuk ke Indonesia pada Juni 2020.

Ia kemudian mendaftarkan Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Saat itu, Djoko Tjandra sedang dalam pelarian menghindari hukuman 2 tahun penjara karena kasus Bank Bali.

Ia kabur ke luar negeri sejak 2009.

Atas perbuatannya itu baik Irjen Napoleon maupun Brigjen Prasetijo sama-sama didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Atas dakwaan jaksa itu, Napoleon menyatakan bakal mengajukan eksepsi atau nota keberatan.

Baca juga: 6 Fakta Sidang Surat Jalan Palsu: Djoko Tjandra Tidur, Brigjen Prasetijo Tidak Kenakan Seragam Dinas

"Kami tim penasihat hukum Irjen Pol Napoleon Bonaparte akan ajukan eksepsi. Mohon izin kasih waktu 1 minggu Yang Mulia," ujar penasihat hukum Napoleon, Santrawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved