Setelah RUU Ciptaker, 2 RUU Kontroversial Kembali Dibahas DPR, Urus Beda Agama dalam 1 Keluarga
Baleg DPR kembali membahas 2 RUU kontroversi setelah RUU Ciptaker. Termasuk bahas beda agama dalam 1 keluarga.
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja atau Ciptaker telah resmi dijadikan Undang-undang (UU) meski menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Belum juga masalahnya selesai, kini DPR kembali membahas 2 RUU yang baru.
Yakni RUU Ketahanan Keluarga dan RUU Minuman Alkohol atau Minol.
Kedua RUU ini dibahas Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini, Kamis (12/11/2020).
RUU Ketahanan Keluarga
Badan Legislasi (Baleg) DPR membahas harmonisasi Rancangan Undang-undang Tentang Ketahanan Keluarga, Kamis (12/11/2020).
Sebelum masuk ke dalam pembahasan pasal per pasal, RUU ini sudah mendapatkan penolakan dari beberapa fraksi.
Fraksi yang cukup keras menolak adalah PDI Perjuangan dan Golkar.
Esti Wijayanti dari PDIP mengatakan bahwa RUU ini berpotensi ikut campurnya negara terlalu jauh urusan rumah tangga.
“Keluarga itu terdiri cinta dan toleransi yang tidak semuanya bisa diundangkan,” katanya.
Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol: Mengonsumsi Dipenjara 2 Tahun Atau Denda Rp 50 Juta
Karena itu tidak boleh atas nama harmonisasi dalam keluarga kemudian semuanya disamakan.
Esti memberi contoh keyakinan yang dianut dalam keluarga yang tidak semuanya sama.
“Keluarga saya contohnya. Saya Katolik dan menantu Islam. Sementara suami Kristen,” ujarnya. Karena itu, yang harus diperkuat saat ini dalam keluarga adalah nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan.
Sementara Nurul Arifin dari Fraksi Partai Golkar menyebut bahwa RUU ini justeru berpotensi memecah belah bangsa. Sebab di dalamnya terkandung sejumlah pasal bermasalah seperti negara yang akan masuk ke struktur terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga.
Menurut Nurul, RUU ini merupakan kepanjangan dari Undang-undang tentang Perkawinan, yang menurut dia harus direvisi.
“Daripada membuat undang-undang baru lebih baik revisi Undang-undang Perkawinan,” tegasnya.
Apalagi dalam RUU ini juga terdapat pasal yang cukup membingungkan yaitu tentang memperkuat BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana) dan membuat lembaga baru.
Mendapatkan kritik, Sodik Mujahid dari Fraksi Partai Gerindra menepis bahwa RUU yang diusulkannya berpotensi memecah belah bangsa atau bakal membuat negara turut campur dalam urusan keluarga. “Mari kita duduk lagi. Pasal mana yang akan merusak privasi keluarga atau akan mengancam persatuan? Jika memang ada, kita hapus,” katanya.
RUU Minuman Alkohol
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Golkar Christina Aryani mengungkapkan ada sejumlah catatan fraksi terhadap RUU Larangan Minuman Beralkohol yang dipaparkan para pengusul pada Selasa (10/11/2020).
Christina menilai, RUU Larangan Minuman Beralkohol berpotensi mematikan banyak usaha. Akibatnya, dapat menciptakan pengangguran.
"RUU ini melarang produksi, penyimpanan, mengedarkan, mengonsumsi, ini akan mematikan banyak usaha dan menimbulkan pengangguran,” kata Christina dikutip dari Kompas.com pada Kamis (12/11/2020).
Dengan demikian, kata Christina, RUU Laranan Minuman Beralkohol tidak sejalan dengan spirit pemerintah yang hendak menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
Selain itu, dia mengatakan, rujukan yang digunakan para pengusul dalam penyusunan naskah akademik RUU Larangan Minol disebutnya sudah usang.
Menurut Christian, para pengusul yang terdiri atas 21 anggota dewan harus melakukan kajian lebih dalam lagi, sehingga urgensi RUU Larangan Minol bisa tampak lebih jelas.
"Penelitian yang dirujuk pengusul juga sudah outdated, tahun 2007 dan 2014. Perlu dilakukan kajian mendalam, termasuk cost and benefit analysis terkait urgensi penerapan wacana yang digagas pengusul," ujarnya.
Di sisi lain, Christina mengatakan, terkait minuman beralkohol sebenarnya sudah diatur dalam KUHP. Pengaturan lainnya juga tersebar dalam berbagai bentuk, mulai dari keputusan presiden hingga peraturan menteri.
"Pemerintah juga sudah memiliki Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) yang mengatur pengendalian dan pengawasan terhadap minuman beralkohol," kata dia.
Kendati demikian, dia menegaskan Fraksi Golkar belum menyampaikan sikap resmi. Christina mengatakan proses pembahasan RUU Larangan Minol masih panjang.
"Fraksi Partai Golkar belum menyampaikan sikap resmi karena tahapnya masih awal sekali, baru mendengarkan paparan pengusul," kata Christina.
Sebelumnya, Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol kembali dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan agenda pemaparan pengusul pada Selasa (10/11/2020).
Baca juga: Babak Baru RUU Larangan Minuman Beralkohol, Sempat Kandas di 2014, Kini Kembali Dibahas DPR
Pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol terdiri atas 21 anggota DPR. Mereka yaitu 18 orang dari Fraksi PPP, dua dari Fraksi PKS, dan seorang dari Fraksi Partai Gerindra.
Salah satu pengusul, anggota DPR dari Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, RUU Larangan Minuman Beralkohol bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat pengonsumsian minuman beralkohol.
Menurutnya, soal minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam undang-undang. Pengaturannya saat ini masuk di KUHP yang deliknya dinilai terlalu umum.
Sementara itu, dia mengatakan aturan larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera di lingkungan yang baik.
"Sebab itu, melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," kata Illiza dikutip Kompas.com, Rabu (11/11/2020).
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com/Kompas TV