Jumat, 22 Agustus 2025

Tanggapan Refly Harun soal Wacana Presiden 3 Periode: Masa Jabatan Cukup 1 Periode tapi Diperpanjang

Soal wacana presiden 3 periode, menurut Refly Harun, sebaiknya masa jabatan presiden cukup 1 periode tetapi diperpanjang menjadi 6 sampai 7 tahun.

Penulis: Rica Agustina
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun - Soal wacana presiden 3 periode, menurut Refly Harun, sebaiknya masa jabatan presiden cukup 1 periode tetapi diperpanjang menjadi 6 sampai 7 tahun. 

Namun demikian, yang terpenting adalah pemerintah tidak boleh mengubah sebuah kebijakan di tengah jalan.

"Yang paling penting adalah kita tidak boleh mengubah sebuah kebijakan di tengah jalan, ketika sudah ada keputusan bahwa orang menjabat selama 5 tahun dan bisa dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya," ucap Refly Harun.

Ahli tata hukum negara ini kemudian juga mengingatkan, soal masa jabatan, saat ini boleh saja didiskusikan, tetapi hasilnya tidak diberlakukan untuk Presiden Jokowi.

Indo Barometer: Potensi Jokowi Tiga Periode Jika Maju Bersama Prabowo Subianto

Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari, menyampaikan pandanganya terkait dinamika politik pada tahun 2021 setelah rampungnya gelaran pilkada serentak 2020.

Qodari menilai, kondisi akan aman karena tidak ada peristiwa politik besar seperti pilkada serentak 2020.

Hal itu disampaikannya saat menjawab pertanyaan moderator tentang dinamika politik 2021 dalam webinar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang bertajuk “Indonesia’s Economic and Political Outlook 2021” Kamis (17/12/2020).

Baca juga: Indo Barometer: Potensi Jokowi Tiga Periode Jika Maju Bersama Prabowo Subianto

Baca juga: Isu Reshuffle Menguat Pekan Ini, Relawan Minta Presiden Wajibkan Menteri Teken Pakta-integritas 

Menurut Qodari, merujuk Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pada tahun 2021, 2022 dan 2023 nanti, tidak akan ada  pemilihan kepala daerah.

Pilkada serentak total baru dilaksanakan November 2024 usai pemilu April tahun yang sama.

“Jadi tidak ada pilkada pada tahun 2022 dan 2023 jika melihat peraturan yang ada di UU nomor 10 tahun 2016. Artinya tidak ada pilkada gubernur di daerah strategis  seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ujarnya.

Qodari menambahkan, kemungkinan di tahun 2021 akan ada pembahasan pmengenai revisi UU Pilkada dan Pemilu oleh DPR, di mana isu yang akan dibahas diantaranya terkait kemungkinan akan diadakan lagi pilkada tahun 2022 dan 2023.

“Khususnya oleh partai-partai menengah dan kecil, tapi menurut saya partai-partai besar seperti PDIP, kemudian Gerindra dan Golkar ada kemungkinan menolak,” ujarnya.

Penolakan tiga partai tersebut, kata Qodari, dengan syarat mereka sudah mempunyai rencana atau kesepakatan mengenai ‘design’ politik pada pilpres 2024 yang akan datang.

Design politiknya seperti apa, ada beberapa kemungkinan termasuk kemungkinan-kemungkinan yang ‘extreme’ atau luar biasa,” ucapnya.

Qodari menjelaskan, kemungkinan yang luar biasa itu setidaknya ada dua. 

Direktur Eksekutif Indobarometer, Muhammad Qodari
Direktur Eksekutif Indobarometer, Muhammad Qodari (Tribunnews.com/Igman Ibrahim)
Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan