Fakta 7 Tersangka Terorisme yang Dibawa ke Jakarta, Rencanakan Serang Mako Polri hingga Rampok Toko
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, dari 26 orang ini, 7 di antaranya merupakan tersangka teroris dari Gorontalo.
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 26 tersangka terorisme dari Makassar dan Gorontalo, tiba di Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Kamis (4/2/2021) kemarin.
Selanjutnya tersangka teroris itu dibawa ke Rutan Mako Brimob di Cikeas Bogor.
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, dari 26 orang ini, 7 di antaranya merupakan tersangka teroris dari Gorontalo.
Sementara 19 orang lainnya berasal dari Makassar.
26 orang tersebut, diduga menjadi bagian dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS.
Baca juga: Polisi Dalami Pengakuan Teroris di Makassar yang Melihat Jubir FPI Munarman Hadiri Baiat kepada ISIS
Rencanakan serangan
Menurut Rusdi, 7 orang yang merupakan kelompok Gorontalo, telah merencanakan sejumlah serangan.
"Kelompok ini telah merencanakan kegiatan-kegiatan, antara lain penyerangan ke Mako Polri, rumah dinas anggota Polri, dan rumah pejabat di Gorontalo. Juga berencana melakukan aksi perampokan pada beberapa toko di sekitar Gorontalo," kata Rusdi dikutip dari Kompas.TV.
Rusdi mengatakan, kelompok teroris dari Gorontalo itu telah melakukan berbagai latihan fisik, seperti memanah, bela diri, melempar pisau, dan menembak dengan senapan angin.
Selain itu, kelompok tersebut juga mempunyai kemampuan merakit bom.
"Kelompok teroris dari Makassar juga memiliki berbagai rencana yang berpotensi mengganggu stabilitas serta keamanan dan ketertiban masyarakat," lanjutnya.
Kelompok Ikhwan Pahuwato
Khusus untuk tersangka teroris dari Gorontalo, Rusdi menyebut mereka punya kelompok sendiri.
"Untuk di Gorontalo kelompok ini dikenal dengan Ikhwan Pahuwato ini merupakan kelompok JAD berafiliasi kepada ISIS. Mereka telah mempersiapkan diri melakukan latihan fisik, latihan beladiri kemudian juga latihan memanah, latihan melempar pisau dan latihan menembak dengan senapan angin," jelas dia.
Untuk kelompok teroris yang dibawa dari Makassar, Rusdi menyatakan kelompok ini juga merupakan kelompok JAD yang diketahui berafiliasi dengan ISIS.
Tak hanya itu, kelompok ini juga merupakan anggota Front Pembela Islam (FPI) Makassar.
"Dari 19 anggota yang tertangkap semua terlibat atau menjadi anggota Front Pembela Islam (FPI) di Makassar. Mereka sangat aktif dalam kegiatan FPI di Makassar. Tentunya kelompok ini akan ditindaklanjuti oleh Densus 88 untuk menyelesaikan permasalahan aksi terorisme di Indonesia," jelas dia.
Dalam aksinya, kelompok ini memang sempat merencanakan dan terlibat dalam sejumlah aksi terorisme.
Di antaranya kegiatan teroris di dalam maupun di luar negeri.
"Kelompok ini tentunya memiliki rencana kegiatan yang akan menggangu kamtibmas di negeri ini karena kelompok ini mempunyai kemental untuk melakukan kegiatan bom bunuh diri," ungkapnya.
Ada hubungan keluarga
Rusdi mengatakan kelompok teroris di Makassar yang ditangkap ada yang masih hubungan keluarga.
Baik ayah, istri hingga anak turut ditangkap tim Densus 88 karena terlibat aksi teror.
Sang ayah dan Istrinya bernama Ruli Lian Zeke dan Ulfa Handayani.
Mereka merupakan pelaku pemboman gereja katedral di Zulu Filipina di tahun 2019. Keduanya diketahui memiliki 5 orang anak.
Rusdi bilang, seluruh anaknya ternyata juga diketahui terlibat aksi terorisme.
1 dari 5 anaknya pun turut tertangkap tim Densus 88 di Makassar.
"Ruli Lian Zeke dan Ulfa Handayani memiliki lima anak. Satu anak sekarang ditahan pihak keamanan Filipina karena terlibat aksi terorisme atas nama Cici. Kemudian dua bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan, satu masih ada di Suriah, satu tertangkap dari 19 orang di Makassar," jelasnya.
"Kemudian punya menenatu Andi Baso yang terlibat kasus pengeboman gereja Oikemene di Samarinda 2016. Artinya dari kelompok ini adalah terdapat bapak, ibu, anak dan menantu terlibat dalam aksi terorisme," tutupnya.
Tanggapan FPI
Kuasa hukum Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar mengaku bingung menanggapi polisi yang menyebut adanya anggota FPI yang menjadi terduga teroris di Makassar, Sulawesi Selatan.
Ia menilai semestinya polisi tak lagi menghubung-hubungkan terduga teroris tersebut dengan FPI lantaran Ormas FPI telah dibubarkan pemerintah.
Ia pun merasa heran dengan terus dikaitkannya nama FPI dengan berbagai hal sebab Ormas mereka telah dinyatakan tidak eksis karena sudah dibubarkan pemerintah.
"Tidak tahu (ya mau menanggapi seperti apa). Karena tidak ada FPI lagi. Jadi kita bingung. Sudah bubar masih saja dibawa repot dan ribet," kata Aziz sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com, Kamis (4/2/2021).
Ia lantas mempermasalahkan sikap pemerintah yang terus menekan FPI namun permisif terhadap organisasi yang di dalamnya terdapat banyak koruptor.
"Yang masih eksis organisasinya dan banyak koruptor dihasilkan bahwa sampai-sampai terkait bantuan kemanusiaan (bansos) juga digarong tapi aman sentosa saja tuh, tidak dibubarkan, tidak diblokir sekelilingnya dan diteror. Aman deh pokoknya," kata Aziz.
"Padahal korupsi ini nyata dan efek yang dihasilkan juga nyata. Merusak dari semua lini kerusakannya dan akut kerusakannya. Ini harusnya jadi fokus," lanjut dia.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.TV