Senin, 13 Oktober 2025

Polri Sebut Gugatan Uji Materiil UU Tipikor oleh Eks Napi Adelin Lis Ekspresi Ketidakpuasan

Polri menilai uji materiil yang dimohonkan mantan narapidana kasus korupsi terkait pembakalan liar Adelin Lis ke Mahkamah Konstitusi kurang tepat.

Penulis: Gita Irawan
Tribunnews.com/Gita
UJI MATERI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dengan Pemohon Adelin Lis pada Senin (13/10/2025) di Gedung MK Jakarta. Perwakilan Polri, Brigjen Pol Veris Septiansyah, saat membacakan keterangan resmi Polri sebagai Pihak Terkait dalam sidang perkara Nomor 123/PUU-XXIII/2025 yang diajukan Adelin Lis. (Gita Irawan/Tribunnews.com). 

Ringkasan Berita:
  • Polri menilai gugatan uji materiil Pasal 14 UU Tipikor oleh Adelin Lis ke MK kurang tepat secara formal dan material.
  • Permohonan dianggap bukan menyangkut inkonstitusionalitas norma, melainkan ketidakpuasan terhadap penerapan hukum dan putusan hakim.
  • Adelin Lis adalah pemilik PT Mujur Timber Group dan PT Keang Nam Development Indonesia.
  • Divonis bersalah oleh MA tahun 2008 dalam kasus korupsi pembalakan liar di Mandailing Natal, Sumut.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perwakilan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyebut gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang dimohonkan mantan narapidana kasus korupsi terkait pembakalan liar Adelin Lis ke Mahkamah Konstitusi (MK) kurang tepat.

Brigjen Pol Veris Septiansyah saat membacakan keterangan resmi Polri sebagai Pihak Terkait dalam sidang perkara Nomor 123/PUU-XXIII/2025 tersebut di antaranya menjawab isu konstitusionalitas pasal 14 UU Tipikor yang diajukan oleh Adelin.

"Polri berpandangan bahwa permasalahan yang diajukan oleh pemohon bukanlah menyangkut persoalan inkonstitusionalitas norma," kata Veris dalam sidang dengan agenda keterangan Pihak Terkait di Gedung MK Jakarta pada Senin (13/10/2025).

"Melainkan lebih merupakan ekspresi dari ketidakpuasan terhadap penerapan hukum oleh aparat penegak hukum dan putusan hakim dalam perkara konkret," lanjutnya.

Ketentuan pasal 14 UU Tipikor, lanjut dia, pada dasarnya bersifat normatif atau umum dan abstrak.

Selain itu, ketentuan pasal 14 UU Tipikor juga telah melalui pengujian konstitusional sebelumnya oleh MK melalui sejumlah putusan.

Putusan itu, kata dia, antara lain putusan MK nomor 003/PUU/IV/2006 dan putusan MK nomor 25/PUU XIV/2016 yang tetap menyatakan konstitusionalitas ketentuan tersebut dengan batasan-batasan interpretatif tertentu.

Selain itu, Polri juga memandang kerugian konstitusional yang diadalilkan oleh pemohon dalam perkara tersebut sejatinya bukan merupakan persoalan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan implementasi norma.

Polri juga memandang, putusan Mahkamah Agung Nomor 68K/pid.sus/2008 yang memuat vonis terhadap Adelin lebih tepat dikategorikan sebagai akibat dari penafsiran dan penerapan hukum oleh hakim dalam kasus perorangan atau judicial error yang seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hukum acara yang tersedia seperti upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali.

"Bukan melalui mekanisme pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar negara 1945," ungkap dia.

"Dengan demikian, permohonan pengujian konstitusionalitas terhadap pasal 14 Undang-Undang Tipikor yang diajukan pemohon menurut pandangan Polri kurang tepat secara formal maupun material," tuturnya.

Polri memandang permohonan Adelin Lis terhadap pasal 14 UU Tipikor tersebut kurang tepat karena empat alasan.

Pertama, permohonan tidak menyentuh aspek norma yang bersifat diskriminatif atau inkonstitusional.

Kedua, lebih merupakan keluhan terhadap tindak lanjut judicial yang bersifat kasusistis dan tidak berdampak langsung terhadap keberlakuan norma bagi seluruh warga negara.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved