Mabes Polri Berencana Panggil Munarman Atas Pengakuan Teroris Makassar Ahmad Aulia
Buntut "nyanyian" teroris di Makassar bernama Ahmad Aulia, Densus 88 akan periksa eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman.
Editor:
Theresia Felisiani
Eks Dewan Pimpinan Daerah (DPP) Front Pembela Islam (FPI) Sulawesi Selatan (Sulsel) membantah pernyataan terduga teroris Ahmad Aulia yang menyebut eks petinggi FPI, Munarman, hadir dalam baiat massal kepada Daulatul Islam atau ISIS pada 2015 silam.
Ia menyebut acara yang dihadiri Munarman bukanlah pembaiatan dukungan kepada ISIS, melainkan hanya diskusi umum semata.
"Membantah keras pernyataan saudara AA yang menyatakan pernah terjadi baiat dukungan kepada ISIS yang dilakukan di bekas Markaz Daerah Laskar FPI (Jalan Sungai Limboto Makassar)," ungkapnya kepada Tribunnews.com melalui keterangan tertulis, Jumat (5/2/2021).
Baca juga: Fakta 7 Tersangka Terorisme yang Dibawa ke Jakarta, Rencanakan Serang Mako Polri hingga Rampok Toko
Munarman disebut hanya menjadi narasumber bersama dua orang lain, yakni Almarhum Ustaz M Basri dan Almarhum Ustaz Fauzan.
"Terkait kehadiran H Munarman, SH dari Jakarta adalah sebagai Narasumber yang diundang dan tidak ada kaitannya dengan issue ISIS apalagi dikaitkan dengan baiat seperti yang dinyatakan oleh saudara AA," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengungkapkan adanya upaya proses radikalisasi yang masif di dunia.
Tak hanya di Indonesia, beberapa negara di dunia kini juga memiliki masalah serupa.
"Hari ini kita melihat ancaman terorisme adalah ancaman nyata dan dia bisa terjadi dimana saja dan bisa menjadikan pihak siapa saja yang menjadi korban dan bisa menjadikan masyarakat jadi bagian dari kejahatan itu Jadi kalau tidak sadar masyarakat bisa masuk ke dalam pengaruh dan kemudian tidak sadar ikut dalam kejahatan terorisme," kata Boy Rafli.
Boy Rafli menerangkan ancaman paham terkait radikalisasi memang tengah menjadi masalah masif di seluruh dunia.
Sebaliknya, masalah itu tidak hanya dialami oleh Indonesia.
"Kenapa itu terjadi? karena di dunia ini sedang terjadi proses yang dinamakan sebagai radikalisasi yang masif. Jadi radikalisasi yang masuk ini jangan berpikir hanya di Indonesia karena ini sudah global dan dampak dari proses radikalisasi masif ini telah nyata mendatangkan beberapa korban di antara masyarakat kita," jelas Boy Rafli.

Ia menjelaskan paham radikalisasi memang dapat mengubah pola pikir masyarakat dengan mewajarkan berbagai tindakan kekerasan.
Pola pikir itu masuk dengan menunggangi ajaran agama tertentu hingga melalui propaganda.
"Karena radikalisasi mengubah alam pikiran orang. Bahkan melegalkan cara-cara kekerasan di dalam melakukan aktivitas upaya pencapaian tujuan. Ketika dia yakinin pemahaman dan keyakinannya dan dia ingin capai tujuan itu maka tidak bisa menggunakan cara-cara yang damai," terang Boy Rafli.
"Pada akhirnya orang akan memilih jalan (kekerasan) karena dia yakin apa yang dia lakukan itu sebagai sebuah kebenaran. Andaikan dia mati di dalam melakukan tindakan-tindakan itu maka katanya mati masuk surga dan sebagainya. Maka pola pikir macam ini terpengaruh oleh virus dan tanpa disadari virus ini masuk ke dalam sistem kehidupan masyarakat dan masyarakat tidak sadar menjadi bagian dari itu," sambungnya.
Baca juga: Kepala BNPT: Perpres 7/2021 Kedepankan Langkah Pencegahan Tindakan Terorisme