Apa Itu Inflasi? Berikut Pengertian, Penyebab dan Dampaknya
Kata Inflasi sudah tidak asing lagi terdengar. Berikut ini pengertian inflasi, penyebab dan dampaknya bagi perekomonian.
Penulis:
Yurika Nendri Novianingsih
Editor:
Citra Agusta Putri Anastasia
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini pengertian inflasi, penyebab, dan dampaknya bagi perekonomian.
Kata 'Inflasi' mungkin sudah tidak asing lagi terdengar.
Biasanya istilah ini muncul terkait stabilitas perekonomian.
Dikutip dari Badan Pusat Statistik, inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus.
Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan.
Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang.
Baca juga: Pemulihan Ekonomi Dunia Bantu Tahan Pelemahan Rupiah
Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum.
Sementara itu, menurut laman resmi Bank Indonesia (BI), inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.
Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
BPS menghitung inflasi menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau indeks pengeluaran.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.
Pengukuran IHK
Berdasarkan the Classification of Individual Consumption by Purpose (COICOP), IHK dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran, yaitu:
1. Bahan Makanan.
2. Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau.
3. Perumahan.
4. Sandang.
5. Kesehatan.
6. Pendidikan dan Olahraga.
7. Transportasi dan Komunikasi.
Data pengelompokan tersebut didapatkan melalui Survei Biaya Hidup (SBH).
Mengapa inflasi bisa timbul?
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi.
Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

Faktor penyebab demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya.
Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh permintaan total lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.
Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya.
Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum provinsi (UMP).
Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, tetapi harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut.
Demikian halnya pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.
Dampak Inflasi
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun.
Sehingga, standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Baca juga: Pelibatan Pengusaha UMKM Bisa Berdampak Positif ke Perekonomian Nasional
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi.
Hal itu pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai Rupiah.
Keempat, pentingnya kestabilan harga kaitannya dengan SSK (referensi).
(Tribunnews.com/Yurika)