Kamis, 11 September 2025

Bursa Capres

Qodari: Tensi Politik 2024 Akan Turun Jika Jokowi Bisa Kembali Maju dan Berpasangan dengan Prabowo

Tensi politik Indonesia akan sangat turun saat Presiden Joko Widodo bisa kembali maju di Pilpres 2024, berpasangan dengan Prabowo Subianto. 

Tribunnews.com/Chaerul Umam
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari 

Hal itu kata dia, manifestasinya terlihat di Pilpres 2019 lalu dalam wujud kategorisasi cebong dengan kampret. Polarisasi ini telah mengakibatkan kerusuhan di 2019. Misalnya tatkala gedung Bawaslu diserbu habis-habisan, terjadi bentrokan di sejumlah lokasi di Jakarta.

Bila bukan Jokowi-Prabowo yang menjadi pasangan calon di 2024, maka dia khawatirkan akan terjadi kerusuhan dan kekerasan yang lebih besar lagi dan banyak korban jiwa jatuh.

 “Sehingga saya melihat nanti 2024 kalau kalau polanya tetap seperti ini, katakanlah calonnya bukan Jokowi-Prabowo, maka terjadi yang dikhawatirkan akan banyak korban yang meninggal, terjadi penyerbuan ke gedung MPR, petugas kelelahan, kecapaian jadi korban. Kemudian ada kena peluru nyasar kayak 2019 itu, ada orang seperti Yunarto Wijaya menjadi target pembunuhan. Itu dalam skala yang berlipat dari sebelumnya yang sudah kita lihat. Singkatnya Indonesia akan memenuhi teori dari pemilu menuju kekerasan,” jelasnya.

Atas dasar itu lah, lanjut dia, dirinya berpikir mengenai solusi untuk hal itu.

“Saya melihat solusinya ada pada Jokowi dan Prabowo,” ucapnya.

Kenapa Jokowi-Prabowo?

Karena memang dua tokoh ini yang selama ini merupakan representasi dari pilihan masyarakat Indonesia. Hal itu sudah terlihat dan dibuktikan dalam  pilpres 2014 dan 2019.

“Sederhana saja karena mereka berdua ini yang selama ini didukung lalu kemudian kalau saya kampanyekan, saya sosialisasi Jokowi Prabowo, insya Allah secara naluriah nanti masyarakat akan mendukung,” jelasnya.

Kemdian dua tokoh itu juga adalah dari nasionalis. Hal ini untuk bersatu melawan tantangan radikalisme di NKRI.

“Saya memang pengen ada aliansi besar tokoh nasionalis NKRI bersatu untuk menghadapi tantangan yang yang lain yaitu radikalisme, pemikiran-pemikiran  garis keras.”

“Jadi ada para petualang politik yang kemudian pengaruhnya besar dan bisa membuat tensi itu menjadi sangat tinggi. Istilah saya itu variabel imam besar. Nah variabel ini harus ditutup ruang komunikasinya, ruang politiknya,” tegasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan