Sabtu, 6 September 2025

Virus Corona

Media Asing Ungkap Rencana Indonesia akan 'Lockdown' Mulai Rabu 30 Juni, Benarkah?

Media Singapura Straits Times melaporkan Indonesia mungkin segera memberlakukan pembatasan yang lebih ketat mulai Rabu, (30/06/2021).

Tribunnews/Irwan Rismawan
Fot ilustrasi: Warga beraktivitas di zona merah Covid-19 RT 006 RW 01, Gandaria Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (22/6/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan micro lockdown di kawasan tersebut lantaran adanya 17 warga yang positif Covid-19. Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Media Singapura Straits Times melaporkan Indonesia mungkin segera memberlakukan pembatasan yang lebih ketat mulai Rabu, (30/06/2021).

Indonesia, dalam laporannya, kini berupaya menghadang serangan gelombang kedua Covid-19 yang didorong oleh varian Delta yang lebih menular.

Straits Times, dalam laporannya, Selasa, (29/06/2021), menyebut Presiden Joko Widodo memimpin langsung pertemuan internal pada hari ini, Selasa, (29/06/2021) untuk membahas rincian tindakan baru, yang kemungkinan akan disebut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Informasi ini diperoleh Straits Times dari sumber yaitu dua pejabat senior pemerintah dan seorang anggota DPR.

Media Singapura straitstimes.com memasang headline berjudul "Indonesia to impose hard Covid-19 lockdown from June 30 as it battles second wave of infections, say officials," .

Baca juga: Gubernur Banten Wahidin Halim Positif Covid-19, Diduga Tertular dari Ajudannya

Dalam artikel itu, Indonesia berencana untuk memberlakukan pembatasan yang lebih ketat mulai Rabu (30 Juni), ketika negara terpadat di Asia Tenggara itu memerangi gelombang kedua infeksi virus corona yang didorong oleh varian Delta yang lebih menular.

Presiden Joko Widodo akan memimpin pertemuan internal pada hari Selasa untuk membahas rincian tindakan baru yang direncanakan, yang disebut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, atau pembatasan kegiatan publik darurat, menurut dua pejabat senior pemerintah dan seorang anggota parlemen yang berbicara dengan syarat anonim. 

Langkah-langkah baru itu mungkin mengharuskan semua pekerja di sektor yang tidak penting untuk bekerja dari rumah dan melarang makan di restoran, seorang anggota komite kesehatan Parlemen mengatakan kepada The Straits Times dalam sebuah pesan teks.

Saat ini 25 persen karyawan perusahaan diizinkan bekerja dari kantor dan tempat makan di restoran dibatasi hingga 25 persen dari kapasitas.

Perjalanan udara domestik akan diizinkan hanya bagi mereka yang telah divaksinasi dan dapat menghasilkan hasil tes swab reaksi rantai polimerase negatif, tambah MP.

Tidak jelas apakah langkah-langkah baru akan berlaku secara nasional atau hanya untuk wilayah zona merah, di mana kasus telah meningkat tajam bulan ini.

Daerah yang ditetapkan sebagai zona merah antara lain Ibu Kota Jakarta, sebagian Yogyakarta dan Kudus di Jawa, Bangkalan di Pulau Madura, Bandung di Jawa Barat, dan sebagian Riau di Sumatera.

"Kita tunggu saja detail lengkapnya dari Istana (istana presiden)," kata salah satu sumber.

Sementara juru bicara vaksinasi covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi hanya mengatakan," Tunggu (informasi) resminya."

Langkah baru akan menjadi pergeseran dari penguncian lokal saat ini, yang disebut pembatasan aktivitas publik mikro, atau PPKM Mikro, yang menurut banyak orang tidak lagi efektif.

Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia pada Minggu (27/6) mengimbau pemerintah memberlakukan lockdown minimal dua minggu, khususnya di Pulau Jawa.

Mereka menambahkan bahwa penegakan hukum maksimum diperlukan karena lonjakan kasus telah membebani rumah sakit. 

Prediksi puncak covid

Kasus Covid-19 di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat signifikan dalam kurun waktu satu minggu terakhir.

Bahkan, Indonesia mengalami rekor harian tertinggi dengan tembus 20 ribuan kasus selama tiga hari berturut-turut pada 26-28 Juni 2021.

Sebelum adanya rekor ini, rupanya beberapa ahli telah memprediksi lonjakan ini menjadi puncak kasus Covid-19 di Indonesia.

Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 Disorot, Benarkah WHO Minta Indonesia Lockdown?

Termasuk prediksi dari Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin pada Senin (31/5/2021) lalu yang menyebut puncak kenaikan Covid-19 pasca-lebaran terjadi pada akhir Juni 2021.

Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health, Griffith University Australia, Dicky Budiman juga telah memprediksi akan ada lonjakan kasus Covid-19 pada akhir Juni 2021.

Bahkan, menurutnya lonjakan kasus pada akhir Juni ini adalah puncak dari gelombang pertama.

"Ini sudah jelas apa yang terjadi adalah akumulasi dari banyak faktor. Kebetulan, kita menuju puncak dari gelombang pertama yang tadinya lama," kata Dicky, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Sabtu (19/6/2021).

Menurutnya, ada banyak faktor yang membuat lonjakan kasus Covid-19 bisa terjadi.

Seperti penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang tidak efektif, penerapan testing, tracing dan treatment atau 3T yang kurang maksimal.

Hingga faktor varian baru virus corona varian Alpha atau B.1.1.7 dari Inggris.

"Ini adalah akumulasi perjalanan selama satu tahun, dan (kondisi) saat ini diperburuk dengan varian Aplha dari UK (Inggris)," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (14/6/2021).

Baca juga: Satgas: Pandemi Covid-19 Mendekati Puncaknya Setelah Libur Akhir Tahun

Kendati demikian, Dicky menyampaikan, kondisi lonjakan Covid-19 yang tampak pada saat ini adalah baru awal.

Menurutnya, kondisi ini akan semakin diperburuk oleh keberadaan varian Delta, varian baru virus corona dari India yang sudah mulai mendominasi di Indonesia.

"Sedangkan (puncak gelombang Covid-19) yang disebabkan oleh varian Delta, kemungkinan terjadi pada Juli, bisa pertengahan atau akhir Juli," jelas Dicky.

Prediksi Dicky Kasus Harian di Indonesia Bisa Mencapai 100.000

Sebelum lonjakan terjadi pada akhir Juni ini, Dicky sempat memprediksi kasus harian di Indonesia bisa mencapai 100.000.

Hal itu lantaran, masyarakat kerap lalai menanggapi virus corona yang muncul tanpa bergejala.

Dicky mengatakan, berdasarkan riset, sekitar 80 persen Covid-19 muncul tanpa gejala.

Di sisi lain, hal ini dipersulit oleh kurangnya pengecekan sedari dini secara aktif dari rumah ke rumah.

Baca juga: Kendalikan Kasus Covid-19, Indonesia Harus Lakukan Testing 2 Juta Sehari

"Tidak bergejala bukan berarti tidak sakit. Ketika discan selain pada organ jantung dan paru ada kerusakan atau potensi di organ lain, sehingga kualitas kesehatan menurun."

"Mencegah lebih baik dari pada mengobati," katanya dalam live streaming channel YouTube Radio Muhammadiyah, Selasa (18/5/2021) lalu, dikutip dari Tribunnews.

Inilah yang menjadikan wabah pandemi disebut sebagai 'silent spreader', dimana wabah terlihat samar-samar padahal punya dampak yang sangat nyata.

Menurut Dicky, masyarakat kita juga lebih mengutamakan berobat di rumah saja ketimbang langsung memeriksakannya ke rumah sakit.

Ahli Epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University, Dicky Budiman.
Ahli Epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University, Dicky Budiman. (dok pribadi)

"Itulah yang terjadi pada India. Berdiam diri di rumah, saat timbulnya gangguan dari gejala baru ke rumah sakit. Hal ini yang nantin akan menjadi chaos," tambahnya.

Untuk itu, pada Mei lalu, Dicky memprediksi satu hingga tiga bulan ke depan, bisa saja terjadi kasus infeksi hingga 100.000 perhari.

Bukan karena mudik dan lebaran saja, tapi akumulasi setahun lalu seperti pilkada.

Sementara, dalam wawancara bersama Kompas TV pada 7 Juni 2021 lalu, Dicky juga mengingatkan hal serupa.

Menurutnya, lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia bisa berpotensi mencapai 50.000-100.000 kasus perhari.

"Saat ini (Indonesia) menghadapi puncak ke sekian kali, dan puncak ini bisa diprediksi terjadi di akhir Juni atau awal Juli dengan angka kasus harian sampai 50-100 ribu," kata Dicky, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Senin (7/6/2021).

Dicky Menyebut Virus Corona Varian Delta Ancaman Serius

Terbaru, Dicky juga mengingatkan akan adanya ancaman baru yang sangat serius dari virus corona varian Delta.

Dicky membenarkan, virus corona varian Delta dapat menular hanya 5-10 detik saat berpapasan.

Dicky menuturkan, pernyataan tersebut sudah dikonfirmasi dan diperkuat dengan temuan CCTV di Australia.

Adapun, melansir The Guardian, sebuah rekaman CCTV di Australia menampilkan dua orang yang sedang berbelanja di Westfield Bondi Junction menjadi petunjuk adanya penularan Covid-19 keduanya.

Baca juga: Ahli Ungkap Kemungkinan Virus Corona Varian Delta Menular Hanya Berpapasan dan Berpotensi Reinfeksi

CCTV itu digunakan dalam investigasi yang dilakukan oleh otoritas setempat untuk melacak perjalanan kasus dan mengidentifikasi setiap momen penularan yang mungkin terjadi.

"Iya ini memang sudah dikonfirmasi merujuk pada data (bukan dari) hasil tracing secara manual."

"Tetapi secara urgent of sequencing yang menunjukkan ketepatan bahwa ini memang (menular) dari orang yang berpapasan."

"Juga diperkuat dengan CCTV," kata Dicky, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Senin (28/6/2021).

Menurut Dicky, keakuratan temuan ini hampir mendekati 100 persen.

Untuk itu, ia menyebut temuan ini sudah membuktikan virus corona varian Delta sangat mengancam.

"Jadi ini mendekati 100 persen keakuratannya tapi sudah cukup memberikan pesan penting varian ini sangat mengancam dan serius," ungkapnya.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan