Ari Kuncoro Tinggalkan Kursi Wakil Komisaris Utama BRI, Ini Respons DPR hingga Akademisi
Ari Kuncoro resmi meninggalkan kursi wakil komisaris PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) berdasarkan keterbukaan perseroan ke Bursa Efek Indonesia
Editor:
Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ari Kuncoro resmi meninggalkan kursi wakil komisaris PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) berdasarkan keterbukaan perseroan ke Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dalam rangka memenuhi peraturan tentang direksi dan dewan komisaris emiten atau perusahaan publik, perseroan menyampaikan, bahwa Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyetujui pengunduran diri Ari Kuncoro.
Baca juga: Fahri Hamzah Kabarkan Rektor UI Mundur dari Jabatan Komisaris BUMN: Tolong Diam Ya
"Kementerian BUMN) telah menerima surat pengunduran diri Sdr Ari Kuncoro dari jabatannya selaku wakil komisaris utama/komisaris independen perseroan per tanggal 21 Juli 2021," tulis keterangan Bank BRI, Kamis (22/7/2021).
Diberitakan sebelumnya, Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro menjadi buah bibir warganet seiring dengan dikeluarkannya statuta UI terbaru.
Baca juga: Oknum Guru di Lampung Jadi Tersangka Penyebar Video Hoaks Kericuhan di Masa PPKM Darurat
Di mana di dalamnya berisi soal Perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68/2013 tentang Statuta UI yang membolehkan rektor UI rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.
Tidak hanya itu Rektor UI juga sempat disoroti setelah pihak Rektorat memanggil pengurus BEM UI terkait kiritknya ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sementara itu diberitakan Tribunnews sebelumnya, status rangkap jabatan awalnya dilarang.
Hal tersebut berdasarkan PP No 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia, rektor dan wakil dilarang merangkap jabatan di BUMN/BUMD ataupun badan usaha swasta. Hal itu diatur dalam Pasal 35 (c).
Namun, terbaru kini Pemerintah Indonesia melakuka perubahan, dengan mengeluarkan PP No 75 Tahun 2021.
Keluarnya PP No 75 Tahun 2021 yang merevisi PP No 68 Tahun 2013 itu dibenarkan oleh Ketua Majelis Wali Amanat UI, Saleh Husin.
Respons Fahri Hamzah
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, mengabarkan Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro, mundur dari jabatannya sebagai Wakil Komisaris BUMN.
Hal ini ia sampaikan lewat akun Twitternya, @Fahrihamzah, Kamis (22/7/2021).
"Rektor UI sudah mundur, tolong diam ya (emoji tertawa)" cuit Fahri.
Keputusan Tepat
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Gerindra Ali Zamroni menilai, hal itu memang harus dipilih Ari Kuncoro.
Pasalnya, merangkap jabatan Rektor UI sekaligus Komisaris di BUMN adalah sesuatu yang memalukan.
"Sangat tepat tapi bukan sesuatu yang luar biasa. Memang harus dipilih salah satu agar dunia pendidikan ini tidak tercampuri masalah politik balas budi dan segala macamlah," kata Ali kepada Tribunnews, Kamis (22/7/2021).
Menurut Ali, bekerja menjadi Rektor UI saja belum tentu maksimal, apalagi merangkap menjadi petinggi di perusahaan BUMN.
Ali Zamroni mengingatkan bahwa dunia pendidikan harus terbebas dari urusan bisnis hingga politik balas budi.
"Dunia kampus itu tugasnya mencetak bagaimana mencerdaskan kehidupan bangsa, mempersiapkan generasi ke depan menjadi generasi yang lebih baik dari sekarang," pungkasnya.
Kata Akademisi
Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum dan Direktur LKBH FH Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Agus Riwanto, mengatakan seharusnya hal tersebut tidak dilakukan oleh Rektor UI.
Mengingat, dalam ilmu perundang-undangan, seorang pejabat tidak diperbolehkan untuk menjabat dua atau lebih dalam suatu posisi.
Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia.
Sebagai Informasi, pada PP tersebut, Pasal 35 (c) tertulis bahwa rektor dan wakil rektor dilarang merangkap jabatan di BUMN ataupun badan usaha.
"Rektor dan wakil rektor dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta," bunyi pasal tersebut.
Dengan ini, dapat dikategorikan apa yang dilakukan Ari tersebut merupakan suatu pelanggaran.
"Secara ilmu perundang-undangan, seharusnya dalam aturan tidak boleh, memilih keduanya (posisi jabatan)," kata Agus saat dikonfirmasi Tribunnews, Kamis (22/7/2021).
Namun ternyata, pemerintah telah mengubah PP Nomor 68 Tahun 2013 menjadi PP Nomor 75 Tahun 2021 pada 2 Juli 2021.
Dalam PP terbaru itu, aturan soal rektor dan wakil rektor UI merangkap jabatan, juga telah diubah.
Agus menjelaskan, dalam PP terbaru, rektor dan wakil rektor hanya dilarang menjabat sebagai direksi saja.
Sementara, posisi lain seperti contohnya komisaris utama ataupun wakil komisaris, tidak dipermasalahkan.
"PP (yang baru) dilarang menjabat sebagi direksinya, jadi tidak dilarang kalau komisari utama," kata Agus.
Menurutnya, peraturan terbaru ini menyimpang dari ketentuan perundang-undangan.
Mengingat perbaharuan dari PP ini berlaku surut atau sering disebut dengan asas retroaktif.
Seharusnya, kata Agus, kebaruan PP harus bersifat proaktif, yakni bergerak maju ke depan.
"Peraturan tidak boleh berlaku surut (asas retroaktif), harusnya bersifat proaktif, yaitu bergerak maju ke depan," kata Agus.
Dalam kesempatan yang sama, Agus mengatakan peraturan itu dibentuk, tidak boleh diberlakukan pada pejabat sebelumnya.
Melainkan diberlakukan pada penjabat selanjutnya, atau pejabat dimasa mendatang.
Agus mengatakan, pembaharuan peraturan seharusnya menyeluruh, tidak hanya satu atau dua pasal yang diganti.
Sebenarnya, kata Agus, beberapa pasal pada peraturan tersebut yang dapat diubah untuk diperbarui.
Namun, ternyata hanya pada pasal itu saja yang diubah.
Sehingga, betul jika memang menjadi masalah, lantaran dianggap adanya unsur politik di dalamnya.
"Itu sepertinya terlihat pemerintah membukakan jalan lapang kepada Rektor UI," ungkap Agus.
Selain itu, hal ini dapat juga ditiru oleh pejabat-pejabat lainnya.
Menurut Agus, jika Ari memiliki sikap kenegarawan yang baik, sebaiknya meninggalkan jabatan wakil komisaris utama di BUMN tersebut.
Mengingat, kata Agus, secara struktur posisi komisaris itu di bawah menteri.
Sedangkan posisi rektor itu setara dengan menteri.
"Karena kan (secara struktur), posisi komisaris itu di bawah menteri, sedangkan posisi rektor itu setara dengan menteri," ujar Agus.
Meski demikian, Agus mengatakan pilihan ada pada Ari, apakah dia mau memilih mempertahankan posisinya menjadi Rektor UI atau komisaris BUMN.
"(Keputusan itu) bisa dipilih Pak Ari, lebih baik mundur dari Rektor UI atau Komisaris BUMN, kalau saya ya sebaiknya mencukupkan diri menjadi Rektor UI saja,"
Profil Ari Kuncoro

Mengutip Wikipedia, Ari Kuncoro lahir di Jakarta pada 28 Januari 1962.
Ia dilantik sebagai Rektor Universitas Indonesia (UI) periode 2019-2024 pada Desember 2019, menggantikan Muhammad Anis.
Dikutip dari ui.ac.id, pelantikan Ari dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.
Sebelum menjabat sebagai rektor, Ari adalah Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI.
Tak hanya aktif sebagai akademisi di FEB UI, Ari juga menjadi anggota East Asian Economist Association dan menjadi profesor tamu di beberapa kampus terkemuka di Australia dan Amerika Serikat.
Dilansir bri.ac.id, Ari saat ini menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama/Independen BRI.
Ia ditunjuk menjadi Wakil Komisaris Utama pada 2020.
Sebelumnya, tahun 2017-2020, Ari pernah menjadi Komisaris Utama/Independen BNI.
Riwayat pendidikan Ari Kuncoro:
Baca juga: Sindir Rektor UI, Rektor Universitas Besar Tak Gelisah Jadi Komisaris, Gelisah Cetak Pengatur Dunia
Baca juga: Jokowi Izinkan Rangkap Jabatan Rektor UI, Demokrat: Kredibilitas UI Dirusak
- S3 Brown University;
- S2 University of Minnesota;
- S1 Universitas Indonesia.
Sebagai Rektor UI, Ari Kuncoro berkewajiban melaporkan harta kekayaannya pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan laman elhkpn.kpk.go.id yang diakses pada Rabu (21/7/2021), Ari terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 31 Desember 2020.
Ari tercatat memiliki total kekayaan mencapai Rp52.478.724.275.

Dikutip dari laman elhkpn.kpk.go.id, berikut rincian harta kekayaan Ari Kuncoro:
II. DATA HARTA
A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 18.662.000.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 445 m2/302 m2 di KAB / KOTA KOTA DEPOK , HASIL SENDIRI Rp. 1.900.000.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 445 m2/375 m2 di KAB / KOTA KOTA DEPOK , HASIL SENDIRI Rp. 1.250.000.000
3. Tanah dan Bangunan Seluas 128 m2/14 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA TIMUR , HASIL SENDIRI Rp. 512.000.000
4. Tanah dan Bangunan Seluas 104.2 m2/88.57 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp. 2.800.000.000
5. Tanah dan Bangunan Seluas 60.35 m2/60.35 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp. 2.200.000.000
6. Tanah dan Bangunan Seluas 318 m2/213 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA TIMUR , HASIL SENDIRI Rp. 1.500.000.000
7. Tanah dan Bangunan Seluas 73.7 m2/73.7 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp. 1.850.000.000
8. Tanah dan Bangunan Seluas 127.29 m2/102 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp. 2.600.000.000
9. Tanah dan Bangunan Seluas 89 m2/70 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA TIMUR , HASIL SENDIRI Rp. 750.000.000
10. Tanah dan Bangunan Seluas 127 m2/117 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp. 3.300.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 3.093.100.000
1. MOBIL, MERCEDEZ C 200 Tahun 2012, HASIL SENDIRI Rp. 200.000.000
2. MOBIL, HONDA Freed Tahun 2013, HASIL SENDIRI Rp. 120.000.000
3. MOBIL, TOYOTA INNOVA Tahun 2018, HASIL SENDIRI Rp. 200.000.000
4. MOBIL, MERCEDES E350 Tahun 2020, LAINNYA Rp. 1.502.100.000
5. MOBIL, TOYOTA ALPHARD VELVIRE Tahun 2020, HASIL SENDIRI Rp. 1.071.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 157.000.000
D. SURAT BERHARGA Rp. 481.109.000
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 30.377.586.748
F. HARTA LAINNYA Rp. 1.772.375.425
Sub Total Rp. 54.543.171.173
III. HUTANG Rp. 2.064.446.898
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 52.478.724.275
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Daryono)