Megawati Sebut Kecerdasan Buatan Harus Dibatasi Etika dan Nilai Kemanusiaan
Megawati menilai dunia saat ini sedang bergerak cepat secara teknologi namun kehilangan arah secara moral.
Ringkasan Berita:
- Megawati Soekarnoputri menyerukan hal yang semakin mendesak di tengah revolusi teknologi dunia
- Terutama soal pembangunan etika global baru untuk mengendalikan kecerdasan buatan dan kekuatan algoritma.
- Juga diungkit soal penyalahgunaan informasi hingga manipulasi sosial dan politik berbasis data
TRIBUNNEWS.COM, BLITAR - Presiden kelima RI sekaligus Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, menyerukan hal yang semakin mendesak di tengah revolusi teknologi dunia.
Yakni pembangunan etika global baru untuk mengendalikan kecerdasan buatan (AI) dan kekuatan algoritma.
Hal itu disampaikan Megawati dalam pidato kunci seminar internasional bertema Commemorative Seminar Of The 70th Anniversary Of The 1995 Bandung Asian-African Conference ‘Bung Karno In A Global History’ di Auditorium Sukarno, di Kompleks Makam Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).
“Dunia kini membutuhkan regulasi global baru -a new global ethics- untuk menata kembali hubungan kekuasaan dalam ranah teknologi, ekonomi, dan informasi,” kata Megawati.
“Kemajuan teknologi tanpa dasar moral hanya akan melahirkan bentuk penindasan baru,” sambungnya.
Megawati menilai dunia saat ini sedang bergerak cepat secara teknologi namun kehilangan arah secara moral.
AI, big data, dan sistem digital lintas batas membawa peluang besar tetapi juga risiko dominasi baru ketika teknologi tidak diimbangi dengan tanggung jawab kemanusiaan.
“Kita menyaksikan bagaimana teknologi mampu menembus batas negara tapi sekaligus mengikis batas nurani. Karena itu, AI harus diatur bukan hanya oleh hukum tetapi juga oleh moralitas dan nilai-nilai kemanusiaan,” paparnya.
Perlunya Konsensus Global
Menurut laporan World Economic Forum 2025, lebih dari 60 persen pemimpin dunia mengakui belum ada konsensus global tentang etika AI, termasuk batas penggunaan data dan tanggung jawab atas keputusan algoritma.
Hal ini menimbulkan risiko besar seperti diskriminasi digital, penyalahgunaan informasi hingga manipulasi sosial dan politik berbasis data.
Megawati menawarkan Pancasila sebagai kerangka etik universal yang mampu menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan nilai kemanusiaan.
“Pancasila menyeimbangkan antara dunia materiil dan spiritual, antara hak individu dan tanggung jawab sosial. Prinsip itu penting diterapkan dalam dunia digital yang cenderung menuhankan efisiensi,” ujarnya.
Dia menekankan bahwa kemajuan teknologi tidak boleh menjauhkan manusia dari tanggung jawab sosialnya.
“Kita membutuhkan keberanian moral seperti yang pernah ditunjukkan Bung Karno. Dunia memerlukan kepemimpinan yang bukan hanya visioner, tetapi juga berperikemanusiaan,” kata Megawati.
Posisi Indonesia soal AI
Pidato Megawati menempatkan Indonesia dalam posisi sebagai pengusung etika global di era AI.
| Debat Panas Bahas Polemik Utang Whoosh, PSI Sebut PDIP Tidak Inginkan Impian Berkelanjutan |
|
|---|
| Implementasi PP 47 Tahun 2024 Masih Rendah, PDIP Dorong Pemerintah Percepat Hapus Piutang Macet UMKM |
|
|---|
| Soal Delpedro Marhaen Tetap Tersangka, PDIP: Selama Itu Kebebasan Pendapat, Kita Berupaya Melindungi |
|
|---|
| Ribka PDIP Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Pelanggar HAM Tak Pantas |
|
|---|
| PDIP Dukung KPK Usut Dugaan Mark Up Whoosh: Megawati Sudah Ingatkan Sejak 2015 |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.