Gugatan Polusi Udara Dikabulkan Setelah Jalan 2 Tahun, Penggugat: Murni Karena Hakim Hati-hati
Hakim menyatakan para tergugat sudah lalai memenuhi kewajiban atas terpeliharanya udara bersih dan sehat bagi masyarakat.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kuasa hukum penggugat polusi udara tak menyangka ternyata hakim membaca seluruh dokumen yang diserahkan sebagai bukti perkara.
Bahkan keterangan dari saksi - saksi yang diajukan kubu penggugat seluruhnya juga dikutip dan dijadikan pertimbangan.
Sebagai informasi, dalam jalannya perkara gugatan polusi udara di DKI, koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) selaku penggugat total mengajukan 146 alat bukti surat, 3 saksi dan 5 ahli.
"Kami juga sangat apresiasi putusan hakim karena hakim ternyata membaca seluruh dokumen kami, bahkan saksi dan ahli dari kami semuanya dikutip. Tidak ada kutipan yang dihadirkan dari pihak lawan," kata kuasa hukum koalisi Ibu Kota, Ayu Ezra Tiara ditemui usai sidang pembacaan putusan, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/9/2021).
Baca juga: Kegiatan Pro Lingkungan di HPN 2022 Bisa Menjadi Program PWI dan Kementerian LHK kata Siti Nurbaya
Ayu mengapresiasi kinerja majelis hakim PN Jakpus karena telah mempertimbangkan seluruh bukti maupun saksi yang mereka hadirkan ke persidangan.
Sementara soal lamanya proses persidangan dari mulai pengajuan gugatan hingga putusan yang memakan waktu sampai 2 tahun sejak diajukan pada 4 Juli 2019, Ayu menilai hal itu sebagai bentuk kehati - hatian hakim dalam memutus perkara.
"Jadi kami sangat mengapresiasi kinerja hakim walau agak lama, tapi kita percaya itu adalah bentuk kehati - hatian hakim," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan polusi udara yang diajukan 32 penggugat.
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan pemerintah selaku tergugat yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan Gubernur DKI Jakarta, serta 2 pihak turut tergugat yakni Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat, telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Baca juga: Nestlé Indonesia Studi Kemasan Isi Ulang yang Lebih Ramah Lingkungan di Kawasan Tebet
Hakim menyatakan para tergugat sudah lalai memenuhi kewajiban atas terpeliharanya udara bersih dan sehat bagi masyarakat.
Para tergugat dinyatakan melanggar Pasal UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam putusannya, Presiden Joko Widodo selaku tergugat 1 diminta menetapkan baku mutu udara yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia dan populasi di wilayah kota.
Gubernur DKI Jakarta saat ini Anies Baswedan selaku tergugat 5 diminta untuk melakukan uji emisi kendaraan secara berkala, serta mengevaluasi ambang batas emisi gas buang terhadap kendaraan bermotor lama.
Baca juga: Mengapa BBM Ron Tinggi Lebih Ramah Lingkungan? Ini Penjelasannya!
Gubernur DKI juga diminta menjabarkan sumber pencemaran tidak bergerak dari kegiatan usaha di ibu kota.
Seperti pengawasan terhadap larangan pembakaran sampah di ruang terbuka yang berakibat pada pencemaran udara. Hakim meminta pelanggaran pencemaran udara dijatuhi sanksi.
Adapun gugatan koalisi warga ibu kota ini berangkat dari data alat pemantau kualitas udara di Jakarta.
Berdasarkan data, konsentrasi rata-rata tahunan untuk parameter Ozon (O3), PM 10 dan PM 2.5 selalu melebihi ambang batas normal.
Pada bulan Januari hingga Oktober 2018 misalnya, warga Jakarta Pusat menghirup udara "tidak sehat" selama 206 hari.
Sedangkan di Jakarta Selatan, total hari dengan kualitas udara yang buruk berlangsung selama 222 hari.
Padahal, merujuk pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ambang batas aman udara yang dihirup manusia untuk PM 2.5 adalah 25 mikrogram per meter kubik (µg/m³).