Uang Rp 531 Miliar Disita Setelah Polri dan PPATK Menelusuri Rekening DP yang Ada di 9 Bank
Join investigasi Bareskrim dan PPATK itu bermula dari pengembangan penanganan peredaran obat ilegal yang dilaksanakan Polres Mojokerto.
Penulis:
Igman Ibrahim
Editor:
Dewi Agustina
Ia membeli obat-obatan dari luar negeri kemudian mengedarkannya di Indonesia tanpa izin edar atau izin jual.
"Tersangka DP (tidak memiliki pekerjaan tetap namun mengaku sebagai pemilik Flora Pharmacy) yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan mengedarkan obat telah melayani pemesanan atau menawarkan obat dari luar negeri kepada pembeli baik perorangan atau apotek atau toko obat baik di Jakarta maupun di kota lainnya menggunakan handphone dan aplikasi whatsapp," kata Agus.
Setelah itu barang dikirim melalui jasa ekspedisi di Indonesia dengan nama Awi/Flora Pharmacy.
Barang itu kemudian diterima di Indonesia tanpa melalui proses regristrasi untuk mendapatkan Izin Edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI).
DP alias Awi kemudian memerintahkan sopir atau kurirnya mengambil obat-obatan dan suplemen ilegal itu di gudang yang telah ditentukan ekspedisi.
Kurir itu kemudian mendistribusikannya ke pembeli obat di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, dan wilayah lainnya.
Pembeli kemudian melakukan pembayaran dengan cara transfer ke rekening atas nama tersangka DP sesuai jatuh tempo yang telah disepakati.
DP disebut mendapatkan keuntungan sebesar 10 persen hingga 15 persen dari harga barang yang diterimanya secara berkelanjutan sejak 2011 hingga 2021.
"Dibeli dari luar negeri. Kenapa dilarang? karena kalau kita ke luar negeri beli satu gak masalah. Kalau beli dalam jumlah besar dan dijual itu tidak boleh," jelas Agus.
Setelah menerima uang hasil edar obat ilegal tersebut, DP melakukan penarikan tunai dan kemudian mentransfer sebagian ke rekening miliknya pada bank lain.
Sedangkan sebagian lainnya ditempatkan dalam bentuk deposito, asuransi, hingga reksadana.
Adapun obat-obatan tersebut terdiri dari 31 jenis. Salah satunya obat untuk aborsi. Padahal obat ini sudah dilarang penggunaannya di Indonesia.
"Macam-macam dari 2011 sampai 2021 obat-obatan yang dia masukkan yang dia jual itu tercatat ada sekitar 31 kurang lebih ya jenis obat-obatan. Di antara 31 obat-obatan tadi satu jenis obat yang sangat-sangat dilarang. Sudah tidak boleh beredar di Indonesia namanya cytotec, ini obat untuk aborsi," imbuhnya.
Selain uang, sejumlah barang bukti juga disita dalam kasus ini antara lain sisa obat yang diedarkan berupa Favipiravir/Favimex jumlah 200 tablet, Crestor 20 mg jumlah 6 pak, Crestor 10 mg jumlah 5 pak, hingga Voltaren Gel 50 mg jumlah 4 pak.
Atas perbuatannya, DP disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 Ayat 2 dan Ayat 3 dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Baca juga: Penampakan Tumpukan Uang Rp 531 Miliar, Barang Bukti Kasus TPPU Peredaran Obat Ilegal