Aturan Baru: KPK dan Polri Tak Bisa Asal Periksa Anggota TNI Bermasalah
Terdapat empat poin yang termuat dalam aturan baru soal prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum.
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum kini tidak bisa lagi asal-asalan.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menerbitkan telegram Nomor: ST/1221/2021 tanggal 5 November 2021 yang mengatur pemanggilan terhadap prajurit TNI yang tengah menghadapi suatu perkara.
Terdapat empat poin yang termuat dalam aturan baru soal prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum.
Pertama, pemanggilan yang dilakukan kepada prajurit TNI oleh Polri, KPK, aparat penegak hukum lainnya dalam rangka untuk memberikan keterangan terkait peristiwa hukum harus melalui Komandan/Kepala Satuan.
Kedua, pemanggilan terhadap prajurit TNI yang tidak sesuai dengan prosedur, agar komandan/kepala satuan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum yang dimaksud.
Baca juga: 4 Poin Aturan Baru Soal Prosedur Pemanggilan Prajurit TNI Oleh Aparat Penegak Hukum
Ketiga, prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di satuannya dengan didampingi perwira hukum atau perwira satuan.
Keempat, prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di kantor aparat penegak hukum yang memanggilnya dengan didampingi perwira hukum.
Terkait hal itu, Jenderal Andika Perkasa membantah pihaknya menutup pintu terkait pemeriksaan yang dilakukan aparat penegak hukum.
"Jadi mekanisme soal pemanggilan segala macam itu soal teknis saja, tetapi ya kalau diperlukan kan selama ini sudah berlangsung. Sudah berlangsung dan ada mekanismenya. Sama sekali bukan berarti kita menutup pemeriksaan, tidak. Sama sekali tidak," kata Andika.
Andika mengaku belum mengetahui secara rinci mengenai rujukan telegram tersebut. Pasalnya, telegram itu diterbitkan sebelum dirinya menjabat atau pada 5 November 2021 lalu.
Dalam hal ini, telegram itu ditandatangani oleh Kasum TNI, Letjen Eko Margiyono.
"Saya harus cek lagi (terkait telegram). Tetap saya harus ikuti peraturan perundangan, harus. Tetapi kan kalau soal proses hukum itu kan memang sudah lama, sudah ada undang-undangnya," tukas dia.
Terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati aturan baru terkait anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak boleh asal diperiksa.
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya yakin aturan tersebut tidak akan menghambat proses-proses penegakkan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH), termasuk KPK.
"KPK menghormati aturan mengenai mekanisme dan prosedur di internal TNI dimaksud," kata Ali.
Ali menyebutkan dalam konteks pemberantasan korupsi sebagai extraordinary crime, komitmen, dukungan, dan sinergi seluruh elemen masyarakat melalui peran dan tugas fungsinya masing-masing sangat dibutuhkan.
Baik melalui pendekatan pencegahan, penindakan, maupun pendidikan untuk memupuk pribadi yang berintegritas dan antikorupsi. "KPK dan TNI punya semangat yang sama untuk mendukung pemberantasan korupsi," kata Ali.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan pihaknya menghormati dengan adanya surat telegram tersebut. Sebaliknya, penegakan hukum yang dilakukan penyidik Polri sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Prinsipnya penyidik harus tunduk pada regulasi yang mengatur prosedur penegakan hukum dan menghormati hak-hak konstitusional setiap warga negara. Yang berlaku azaz equality before the law," kata Dedi.
Ia memastikan kinerja kepolisian juga tak akan terganggu dengan penerbitan telegram tersebut. Sebaliknya, Polri juga akan menyesuaikan diri dengan aturan internal TNI terkini. "Ya, sesuai prosedur yang ada dan terbaru," tukasnya. (Tribun Network/gta/igm/ham/wly)