Dokter Terawan Diberhentikan Dari IDI
Yasonna Laoly Sebut Posisi IDI Harus Dievaluasi, Usul Izin Praktik Dokter Jadi Domain Pemerintah
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, memberi tanggapan soal pemberhentian dr. Terawan Agus Putranto dari keanggotan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, memberi tanggapan soal pemberhentian dr. Terawan Agus Putranto dari keanggotan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Diketahui imbas dari pemberhentian ini, Terawan tidak diizinkan lagi melakukan praktik untuk melayani pasien.
Menanggapi hal tersebut , Yasonna menilai perlu ada undang-undang yang menegaskan soal izin praktik dokter.
Sehingga menurutnya posisi IDI harus dievaluasi.
Dimana seharusnya menurut Yasonna, izin praktik dokter menjadi domain negara ketimbang IDI.
"Saya sangat menyesalkan putusan IDI tersebut, apalagi sampai memvonnis tidak diizinkan melakukan praktek untuk melayani pasien."
"Posisi IDI HARUS dievaluasi! Kita harus membuat undang-undang yang menegaskan izin praktek dokter adalah domain Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan," tulis Yasonna dalam akun instagramnya, dikutip Kamis (31/3/2022).
Pernyataan dalam instagramnya tersebut dikonfirmasi Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (31/3/2022).
"Pasca keputusan IDI itu, saya kira perlulah izin praktik itu menjadi domain negara saja ketimbang dikasih kepada satu organisasi profesi," kata Yasonna, sebagaimana dilansir Kompas.com.
Yasonna menilai, IDI sebagai organisasi profesi dokter semestinya fokus pada penguatan dan perbaikan kualitas dokter Indonesia.
Bandingkan Perizinan Praktik Dokter di Negara Lain
Lebih lanjut, Yasona menyoroti banyaknya warga Indonesia yang memilih berobat ke Singapura atau Malaysia ketimbang di tanah air.
Tentu dampaknya akan banyak devisa yang malah masuk ke negara tetangga tersebut.
"Di Sumatera Utara misalnya, orang mengapa lebih senang berobat ke Penang. Kalau di Sumatera Utara ke Penang, kalau dari Riau ke Malaka, triliun (rupiah) habis. Kalau orang Jakarta masuk ke Singapura, ya kan?" ujarnya.
Baca juga: Mangkir, Komisi IX DPR Kembali Undang IDI Rapat Pekan Depan, Bahas Pemecatan Terawan
Baca juga: Anggota DPR Sayangkan Polemik Terawan Diumbar ke Publik, Sebut IDI yang Kena Imbasnya
Menurut Yasonna, dokter yang berpraktik di Malaysia sebetulnya banyak yang menempuh pendidikan di Indonesia lalu melanjutkannya di luar negeri.
Hal itu disebabkan perizinan praktik dokter di Malaysia dan Singapura lebih mudah didapat dibandingkan di Indonesia.
"Seharusnya IDI lebih melihat soal-soal yang begitu sehingga SDM anak Indonesia yang sekolah di luar itu bisa lebih cepat bisa dikaryakan, tidak terjadi penghalangan dalam persaingan profesi," kata Yasonna.
IDI Buka Suara
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI dr. Djoko Widyarto JS mengatakan keputusan pemberhentian Terawan merupakan proses panjang.
Dimulai dalam muktamar Samarinda tahun 2018.
Saat itu keputusan belum sempat terlaksana.
"Artinya sempat ditunda pelaksanaannya dengan pertimbangan-pertimbangan khusus," ujar Djoko dalam konferensi pers virtual, Kamis (31/3/2022), dilansir Tribunnews.com.
Kemudian dalam perjalanannya sampai akhir menjelang muktamar juga belum terlaksana.
"Jadi sebenarnya muktamar di Banda Aceh yang ke-31 kemarin adalah kelanjutan dari apa yang diputuskan oleh muktamar di Samarinda muktamar yang ke-30," imbuh dia.
Pertimbangan Pemberhentian Terawan
Dokter Djoko pun menyinggung terkait UU pratik dokter nomor 29 tahun 2004, yang menjadi pertimbangan pemberhentian Terawan.
Dimana dalam pasal 50 disebutkan bahwa profesionalisme dokter meliputi tiga komponen.
Yakni skill, knowledge dan profesional attitude.
"Profesional attitude adalah etika kedokteran. Bagaimana yang kita pahami bahwa setiap profesi itu selalu ditandai dengan adanya yang namanya kode etik profesi," jelasnya.
Sebagai organisasi profesi disampaikan dr. Djoko, IDI juga punya kode etik kedokteran Indonesia yang disahkan 2012 lalu dengan 21 pasal.
Baca juga: IDI Segera Tindaklanjuti Proses Pemecatan Terawan Maksimal 28 Hari Kerja
Baca juga: IDI Sebut Pemberhentian Terawan Tak Terkait Vaksin Nusantara: Proses Panjang Sejak 2013
Pasal pertama, adalah sumpah dokter.
"Dalam sumpah dokter itu ada 12 butir, ini yang sangat khas bagi Indonesia karena sumpah dokter yang di luar Indonesia tidak ada kalimat terakhir yaitu 'saya akan mentaati kedokteran Indonesia'," kata dia.
Dirinya pun meminta, semua pihak dapat memahami keputusan pemberhentian dokter terawan tersebut.
Menurutnya PB IDI telah memberikan kesempatan terhadap yang bersangkutan untuk bisa membela diri.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Rina Ayu P) (Kompas.com/Ardito Ramadhan)