Minggu, 7 September 2025

Wawancara Eksklusif

Kepala BKKBN: Banyak Orang Tua Beli Rokok Rp600 Ribu Perbulan Bisa, Tapi Beli Telur Tak Bisa

banyak orang tua beli rokok sebulan Rp 600 ribu bisa tapi dia tidak belikan telur untuk bayi anaknya. Padahal untuk jaga tidak stunting hanya cukup te

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puncak bonus demografi di Indonesia pada 2045 bakal terbuang sia-sia, saat target penurunan stunting tidak tercapai.

"Pendapatan orang yang stunting turun 20 persen dari pendapatan orang yang tidak stunting. Jadi jelas stunting sangat mengganggu bonus demografi," ujar Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo saat wawancara di kantor Tribun Network, Rabu (30/3/2022).

Menurutnya ada banyak orang tua beli rokok sebulan Rp 600 ribu bisa tapi dia tidak belikan telur untuk bayi anaknya.

"Padahal untuk jaga tidak stunting hanya cukup telur sehingga belum tentu masalahnya pada ekonomi atau kemiskinan. Yang seharusnya bisa beli ikan lele tetapi hanya dibelikan mie instan pakai nasi," imbuhnya.

Berikut lanjutan wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo:

Menurut Pak Hasto krusial poin masalah stunting di Indonesia ada di mana?

Angka stunting kita jujur masih tinggi, dulu tahun 2013 masih 37 persen. Kemudian tahun 2019 masih 27 persen. Artinya setiap 100 orang hampir 30 orang kena stunting.

Jadi generasi saya dan Pak Febby ini hampir 30 persen lebih. Teman-teman kita di antaranya stunting.

Pertanyaannya lalu mengapa masalah stunting ini penting karena kita memasuki tahap di mana jumlah usia produktif besar. Tapi ingat usia produktif sekaligus konsumtif.

Ada tiga ciri-ciri stunting yakni pendek, tidak cerdas, dan central obesity. Mereka yang stunting biasanya mudah terkena serangan jantung, terkena tekanan darah tinggi, dan juga diabetes.

Pendapatan orang yang stunting turun 20 persen dari pendapatan orang yang tidak stunting. Jadi jelas stunting sangat mengganggu bonus demografi.

Kalau saya boleh milih krusial poinnya adalah mindset kesadaran dan ilmu pengetahuan.

Karena gini banyak orang tua beli rokok sebulan Rp 600 ribu bisa tapi dia tidak belikan telur untuk bayi anaknya. Padahal untuk jaga tidak stunting hanya cukup telur.

Sehingga belum tentu masalahnya pada ekonomi atau kemiskinan. Yang seharusnya bisa beli ikan lele tetapi hanya dibelikan mie instan pakai nasi.

Di desa-desa banyak orang mengejar beli daging seharga Rp 120 ribu per kilogram. Ikan lele atau ikan kembung yang harganya Rp 18 ribu per kilogram tidak dibeli padahal mengandung DHA dan Omega 3.

Presiden menargetkan angka stunting di bawah 14 persen pada tahun 2024.

Baca juga: Cerita Hasto Wardoyo Saat Dipercaya Jokowi Jadi Kepala BKKBN: Akui Ada Kedekatan dengan Megawati

Kepala daerah menjadi satu di antara stakeholder BKBBN, sejauh ini hambatan apa yang dialami di dalam menjalankan program?

Urusan KB dan stunting bagi kepala daerah urusan yang nomor sekian. Saya merasa karena pernah menjadi kepala daerah banyak urusan lain ya politik, sosial, budaya, infrastruktur. Sehingga urusan BKKBN nomor sekian.

Itu boleh dibuktikan anggaran yang dikucurkan untuk KB ini kecil sekali. Angkanya 0,000 begitu. Saya pikir harus ada goodwill dari pemerintah.

Saya melihat reflek dari warga karena tidak ada yang teriak minta angka stunting diturunkan. Kebanyakan dari warga meminta perbaikan infrastruktur misalnya jalannya di aspal, diberikan air bersih, dan bantuan sembako.

Oleh karena itu yang terjadi kepala daerah mengikuti ekspektasi dari publik. Itu saya pikir naluri pejabat politik. Jadi makanya think thank dalam membuat kebijakan harus visioner.

Baca juga: Kata Kepala BKKBN Dokter Hasto: Konflik Dokter Terawan Versus IDI Ada Solusinya

Pengalaman apa saja yang Pak Hasto alami saat ditunjuk menjadi Kepala BKKBN di saat kondisi pandemi Covid-19?

Kita setiap bulan selalu kumpulkan data, peserta KB bagaimana, akseptor, layanan yang hamil berapa itu terus kita pantau. Begitu ada pandemi itu semua turun, yang suntik KB, yang pasang susuk dan IUD turun.

Ini imbasnya ke hamil, makanya itu yang kami alami. Kita lantas menggerakan mobil KB yang biasa dipakai untuk konseling. Di saat pandemi dipakai untuk sosialisasi jangan hamil dulu.

Kita juga ubah strategi semua penyuluh dan petugas lapangan bergerak membawa obat KB ke lapangan, membagikan alat kontrasepsi door to door.

Dikarenakan aturan social distancing kegiatan pembagian alat kontrasepsi yang biasa dilakukan massal kini kita lakukan serentak.

Dan alhamdulillah angka pertumbuhan hamil sedikit banyak bisa kita tekan di awal masa pandemi Covid-19.

Banyaknya cabang BKKBN hingga ke pelosok daerah apakah pemerintah juga memberikan tugas untuk menyuntik vaksin Covid-19?

Iya kita diminta Presiden untuk membantu, kemudian kita mengerahkan bidan-bidan yang menjadi partner BKKBN. Bidan-bidan kita ini banyak jumlah mencapai 400 ribu lebih seluruh Indonesia.

Tenaga kesehatan yang memiliki surat tanda registrasi (STR) sebanyak 280 ribu. Yang sudah praktik mandiri hampir 40 ribu lebih. Dari situlah kita mengerahkan bidan untuk menyuntik vaksin.

Bidan ini nyuntik vaksin bisa, nyuntik antibiotek, artinya teknik medis menyuntik sudah tidak perlu dilatih lagi.

Yang kedua bidan ini kan ada di desa. Kita mendukung cita-cita Presiden yakni mereformasi sistem pelayanan kesehatan.

Selama menjadi kepala BKKBN apakah ada pengalaman lucu atau berkesan bagi Pak Hasto?

Masyarakat kita ini memang lucu, Jadi waktu itu saya ajak dialog ibu-ibu untuk penyuluhan KB. Saya tanya ibu putranya ada berapa. Ibu itu jawab saya baru satu.

Saya bilang bagus bu nanti lagi tiga tahun kalau mau ditambah.

Eh tapi ibu itu lanjut bilang kalau putrinya sudah dua. Saya ketawa, lupa seharusnya tanya anaknya sudah ada berapa.

Kemudian ada lagi warga yang tanya ke saya pak sebagai dokter kandungan pasti tahu apa bedanya Pil KB dengan Pilkada.

Langsung tak jawab Pil KB kalau lupa terus jadi, kalau Pilkada kalau jadi terus lupa. (Tribun Network/Reynas Abdila)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan