Penjelasan Dirjen Dukcapil terkait Pertimbangan Pemerintah Terapkan Tarif untuk NIK
Pertimbangan dasar penerapan tarif NIK atau jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan untuk menjaga sistem Dukcapil tetap hidup.
Penulis:
Larasati Dyah Utami
Editor:
Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan pertimbangan pemerintah menerapkan tarif untuk Nomor Induk Kependudukan (NIK), Sabtu (16/4/2022).
Menurutnya, penerapan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia sudah berjalan lama.
Misalnya, Pendapatan Negara Bukan Pajak yang dikenakan pemerintah untuk pembuatan SIM, perpanjangan STNK, Pelat Kendaraan Bermotor, Pembuatan Passpor, sertifikat tanah, meminta data di BPS, Pengurusan PT, Penempatan Notaris, Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, dan banyak lagi lainnya.
Ada ribuan jenis PNBP di Indonesia.
Zudan mengatakan khusus Dukcapil pertimbangan dasar penerapan tarif NIK atau jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan adalah, untuk menjaga sistem Dukcapil tetap hidup.
Baca juga: Anggota DPR Dorong Mekanisme Akses NIK Berbayar Rp 1.000 Diatur dengan Sebaik-baiknya
"Selain itu juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan akurasi data. Sebab, beban pelayanan makin bertambah. Jumlah penduduk dan jumlah lembaga pengguna yang dulu hanya 30 sekarang 5.010 lembaga yang sudah kerja sama, namun anggaran APBN terus turun," kata Zudan Arif Fakrulloh dalam keterangannya.
Dirjen Zudan menekankan, sektor usaha yang akan dibebankan tarif NIK adalah lembaga sektor swasta yang bersifat profit oriented.
Contoh lembaga perbankan, asuransi, pasar modal, sekuritas.
Untuk kementerian/lembaga pemerintah, pemda, dan lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan, RSUD semuanya tetap gratis.
"Dan tidak ada hak akses yang diberikan kepada perorangan. Hak Akses ini hanya untuk lembaga berbadan hukum," kata Zudan.
Terkait perkiraan PNBP yang bakal diterima dari kebijakan itu, dan dimanfaatkan untuk apa uangnya, Dukcapil tidak memasang target.
Zudan menegaskan, pada hakikatnya pemberlakukan tarif itu tidak untuk mencari pendapatan, tetapi hanya tambahan bagi APBN agar sistem Dukcapil tetap terjaga untuk memberi pelayanan.
"PNBP akan dimanfaatkan untuk perawatan dan peremajaan infrastruktur server dan storage Ditjen Dukcapil dalam melayani masyarakat dan lembaga pengguna," kata Dirjen Dukcapil.
Zudan menjelaskan, dalam hal PNBP, jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan itu sendiri tidak menjual data penduduk dan tidak memberikan data.
Lembaga Pengguna sudah punya data dan diverifikasi oleh Dukcapil.
Dukcapil hanya memberikan verifikasi data seseorang dengan notifikasi true or false (sesuai/tidak sesuai).
Zudan mengatakan semua lembaga pengguna data Dukcapil sudah punya data nasabah atau calon nasabah, data itulah yang diverifikasi ke Dukcapil.
"Sehingga lembaga pengguna bisa memverifikasi data seseorang dengan akurat, secure dan valid. Misalnya, pemilik data tersebut masih cocok tidak datanya dengan Dukcapil, masih hidup, masih sesuai alamatnya, dan lainnya," papar Zudan makin jelas.
Baca juga: Mereka yang Akses Database NIK Bakal Dikenai Tarif Rp1.000 per Akses
Pemerintah menjamin keamanan NIK dengan cara sektor swasta yang memanfaatkan akses data kependudukan harus melalui berbagai tahapan/persyaratan.
Di antaranya telah bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil (MoU dan PKS), PoC sistem (Proof of Concept), menandatangani NDA (NonDisclosure Agreement) dan SPTJM (Surat Pertanggungjawaban Mutlak) untuk mematuhi kewajiban menjaga dan melindungi data.
Mereka juga tidak boleh memindahtangankan data walaupun sudah tidak bekerja sama atau dikenal dengan istilah zero data sharing policy.
"Para lembaga pengguna juga harus siap mengikuti ketentuan regulasi yang berlaku," kata Zudan.