Sejoli Tewas Tertabrak Mobil
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa Kawal Vonis Kolonel Priyanto Hari Ini, Selasa 7 Juni 2022
vonis kasus pembunuhan berencana sejoli di Nagreg dengan terdakwa Kolonel Priyanto hari ini, Selasa (7/6/2022).
Editor:
Wahyu Aji
Penasehat hukum Priyanto, Letda CHK Aleksander Sitepu, dalam nota pembelaan yang disampaikannya di persidangan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada pokoknya meminta empat hal kepada majelis hakim tinggi militer.
Pertama, meminta hakim menyatakan Priyanto tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh oditur militer tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Hal tersebut disampaikannya dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (10/5/2022).
"Kedua, menolak dakwaan dan tuntutan oditur militer tinggi untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan dakwaan oditur militer tidak dapat diterima," lanjut dia.
Ketiga, meminta hakim membebaskan terdakwa Priyanto dari segala dakwaan dan tuntutan pada dakwaan kesatu primer dan dakwaan alternatif pertama atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum pada dakwaan kesatu primer dan dakwaan alternatif pertama.
Keempat, kata dia, meminta hakim menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya atau apabila majelis hakim berpendapat lain maka mohon putusan yang seadil-adilnya.
Tim penasehat hukum Priyanto juga meminta majelis hakim tinggi militer mempertimbangkan aspek yuridis dan non yuridis dalam perkara tersebut.
Aleksander mengatakan bahwa penjatuhan hukuman terhadap prajurit bukan semata-mata untuk menghukum.
Akan tetapi, lanjut dia, penjatuhan hukuman terhadap prajurit memiliki tujuan untuk mendidik agar prajurit yang bersangkutan dapat memperbaiki diri dan kembali menjadi prajurit yang memiliki nilai-nilai Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI.
Perkara yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta tersebut, kata dia, memang merupakan perkara yang menonjol dan menarik perhatian publik setidaknya dalam beberapa bulan terakhir.
Upaya untuk menghukum Priyanto, kata Aleksander, pada dasarnya telah terjadi sejak diunggahnya video peristiwa di media sosial.
Priyanto, lanjut dia, seolah telah dihukum terlebih dahulu tanpa adanya putusan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, kata dia, trial by the press dan tekanan masyarakat seolah hanya menunjukkan Priyanto, Kopda Andreas, dan Koptu Ahmad Soleh sebagai pembunuh keji yang telah membuang jenazah korban.
"Secara ksatria terdakwa telah mengakui perbuatannya dan siap untuk menanggung semua perbuatan yang terdakwa lakukan. Akan tetapi apakah terdakwa harus menanggung suatu akibat dari perbuatan yang tidak dilakukannya?" kata Aleksander.
Hukum Indonesia, lanjut dia, menganut asas praduga tidak bersalah.