Minggu, 24 Agustus 2025

Polemik RKUHP: Dinilai Ancam Kebebasan Berpendapat Terutama Pengguna Medsos

Ketua Umum Pengurus Pusat Hikmahbudhi Wiryawan menilai RKUHP masih bermasalah terutama pada draf pasal 240 dan 241. 

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Wahyu Aji
Tribun Jakarta/Net
Ilustrasi media sosial. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi  
 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pro kontra muncul dalam Revisi KUHP (RKUHP) yang saat ini berlangsung.

Salah satu yang kontra ialah elemen organisasi kemahasiswaan dari Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi)

Ketua Umum Pengurus Pusat Hikmahbudhi Wiryawan menilai RKUHP masih bermasalah terutama pada draf pasal 240 dan 241.

"Yang isinya menyatakan seseorang bisa  diancam pidana penjara empat tahun penjara jika menghina pemerintah di media sosial," kata Wiryawan, Senin (20/6/2022), dalam keterangannya.

Draf pasal tersebut, kata dia sangat berpotensi mengancam kebebasan berpendapat, terutama pengguna media sosial.

Apalagi kata penghinaan dinilai memiliki pemaknaan luas, sehingga berpeluang memunculkan pasal karet atau multitafsir. 

"Tentu ini rentan disalahgunakan oleh pemerintah untuk membungkam atau mempidanakan para aktivis dalam mengkritik pemerintah baik melalui demostrasi maupun melalui teknologi informasi," ujarnya.

Hikmahbudhi berpandangan, di dalam negara demokrasi, kritik maupun perbedaan pendapat merupakan hal yang sah dan wajar.

Kritik, kata Wiryawan juga merupakan bagian dari checks and balances masyarakat untuk terlibat mengontrol dan menjaga keseimbangan, supaya tidak terjadi kesewenangan oleh pemerintah. 

"Oleh sebab itu tidak perlu dibatasi oleh pasal-pasal bermasalah tersebut, semangat dan cita cita reformasi tidak boleh tercederai," ungkap Wiryawan.

Pemerintah dan DPR, kata Wiryawan sepatutnya lebih banyak mendengar saran dari masyarakat dan lebih fokus dalam bekerja. Mereka diharapkan lebih peka terhadap berbagai kondisi rakyat saat ini, yang masih banyak mengalami persoalan. 

"Rakyat membutuhkan uluran tangan dan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat bukan produk undang undang yang justru mengancam kebebasan rakyat dalam bersuara menuntut hak-hak mereka," tandasnya.

Baca juga: Pemerintah Akomodir 14 Aturan Krusial di RUU KUHP, 2 Lainnya Diusulkan Dihapus

Sebagai pihak pemerintah baik dari eksekutif maupun legislatif, kata dia sudah sewajarnya memahami dan menerima kritikan dari rakyat apabila tak bisa bekerja dengan baik atau melakukan kesalahan.

Karena, kata Wiryawan rakyat adalah pemberi amanah dan pemerintah serta DPR digaji dari uang pajak rakyat. 

Hikmahbudhi menilai, pembentukan hukum di Indonesia terutama RKUHP memperlihatkan karakter pemerintah yang semakin ingin mengendalikan seluruh aspek di masyarakat secara penuh, atau perwujudan pemerintahan otokrasi.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan