Sabtu, 23 Agustus 2025

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Didesak Segera Keluarkan Putusan Banding Soal Gugatan Polusi Udara

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta didesak segera mengeluarkan putusan banding terkait gugatan polusi udara di Jakarta.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews/JEPRIMA
Kualitas udara di Jakarta. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta didesak segera mengeluarkan putusan banding terkait gugatan polusi udara di Jakarta. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta didesak segera mengeluarkan putusan atas banding yang dilayangkan pemerintah terhadap gugatan yang dilayangkan masyarakat, perihal kualitas udara yang buruk atau polusi udara di Jakarta.

Diketahui sejak Desember 2021 hingga Senin (27/6/2022) siang ini Pengadilan Tinggi Jakarta tak kunjung mengeluarkan putusan banding tersebut.

Kuasa hukum Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) Ayu Eza Tiara yang melayangkan gugatan ini menyatakan, setidaknya ada beberapa poin penting yang diharapkan para penggugat dari proses hukum yang sedang berjalan ini.

Salah satunya mereka meminta kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk segera mengeluarkan putusan banding yang diajukan tergugat 1, 2, 3, dan 4 yang sudah dilayangkan sejak tahun lalu serta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Adapun dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hakim menyatakan mengabulkan sebagian gugatan dari penggugat terkait kondisi udara buruk di Jakarta.

Baca juga: Kemarin Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, Wagub DKI: Memang Ada Peningkatan Polusi

Dari putusan itu para tergugat di antaranya Presiden RI Joko Widodo; Menteri KLHK; Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan mengajukan banding.

Sedangkan tergugat 5 dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerima hasil putusan.

"Pengadilan Tinggi segera mengeluarkan putusan yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri," kata Ayu kepada Tribunnews.com, Senin (27/6/2022).

Ayu menyatakan, pada poin berikutnya para penggugat meminta kepada tergugat dalam hal ini pemerintah untuk tetap melakukan upaya perbaikan kualitas udara dengan metode yang terukur.

Baca juga: Studi: Polusi Sebabkan 9 Juta Orang Meninggal per Tahun

Dalam artian lain, sembari menunggu hasil putusan PT DKI Jakarta, pemerintah sudah seharusnya mencari cara untuk memperbaiki kualitas udara khususnya di Jakarta.

Di mana berdasarkan data kualitas udara (air quality index/AQI) dari situs IQAir, hingga Sabtu (25/6/2022) pukul 07.43 WIB, DKI Jakarta berada di nomor dua dengan kualitas udara tidak sehat di dunia.

Kualitas udara di Jakarta. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta didesak segera mengeluarkan  putusan atas banding yang dilayangkan pemerintah terhadap gugatan yang dilayangkan masyarakat, perihal kualitas udara yang buruk atau polusi udara di Jakarta.
Kualitas udara di Jakarta. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta didesak segera mengeluarkan putusan atas banding yang dilayangkan pemerintah terhadap gugatan yang dilayangkan masyarakat, perihal kualitas udara yang buruk atau polusi udara di Jakarta. (Tribunnews/Irwan Rismawan)

DKI Jakarta berada di peringkat kedua dengan catatan AQI atau indeks kualitas udara di angka 173 atau tidak sehat. Sedangkan di urutan pertama Dubai berada di angka 174.

Polutan utama penyumbang buruknya kualitas udara di Jakarta yakni PM (partical matter) 2,5 dengan kadar 43 µg/m3.

Baca juga: Polusi Udara Ancam Kesehatan, Kenali Sejumlah Penyebabnya

"Para tergugat tetap melakukan upaya perbaikan kualitas udara dengan metode yang terukur," ucap Ayu.

Selanjutnya, mereka juga meminta kepada pemerintah untuk dapat melibatkan banyak masyarakat dalam upaya memperbaiki kualitas udara serta membuat berbagai kebijakan.

Hal itu penting, karena menurut pihaknya, kondisi polusi udara ini cakupannya sangat luas dan dampaknya tidak main-main.

Karenanya dirasa sangat tidak manusiawi jika pemerintah hanya mengedepankan ego sektoral dalam menanggulangi fenomena ini.

"Para tergugat melakukan perbaikan dg bekerja sama, karena polusi ini lintas bahas jadi gak bisa mengendepankan ego sektoral," ucapnya.

Kembali ke permasalahan putusan banding yang diajukan tergugat. Ayu menyatakan, sejauh ini pihaknya akan terus melakukan pemantauan terkait proses hukum tersebut.

Kendati saat ditanyakan kapan perkiraan putusan itu ditetapkan oleh PT DKI Jakarta, Ayu mengaku tidak mendapat kabar dan tidak mengetahuinya secara pasti.

Dirinya hanya berharap agar majelis hakim PT DKI Jakarta untuk dapat mengacu pada ketetapan Mahkamah Agung (MA) RI.

Di mana dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 tahun 2014 yang diakses dari webiste pn-palopo.go.id dinyatakan kalau, penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Banding paling lambat dalam waktu 3 (tiga) bulan termasuk penyelesaian minutasi.

Terhadap sifat dan keadaan perkara tertentu yang penyelesaian perkaranya memakan waktu lebih dari 3 bulan, maka Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut harus membuat laporan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding dengan tembusan ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung.

Ketentuan tenggang waktu tersebut tidak berlaku terhadap perkara-perkara khusus yang sudah ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Untuk efektifitas monitoring terhadap kepatuhan penanganan perkara sesuai dengan jangka waktu di atas, agar memasukkan data perkara dalam sistem informasi manajemen perkara berbasis elektronik tepat waktu.

"Iya kami tahu dokumen kami kalau dijumlah bisa sampe ratusan. Tapi kan harusnya para hakim ngacu sama aturan MA tersebut. Bahkan gak dibacain (mekanismenya), tinggal kasih risalah putusan aja," kata Ayu.

Sebagai informasi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus mengabulkan sebagian gugatan penggugat atas perkara nomor 374/Pdt.G/LH/2019/PN.Jkt.Pst terkait polusi udara.

Dalam amar putusannya, hakim menyatakan pemerintah selaku tergugat yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan Gubernur DKI Jakarta, serta turut tergugat yakni Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Hakim menyatakan para tergugat sudah melakukan perbuatan melawan hukum dalam perkara penanganan polusi udara, yakni lalai memenuhi kewajiban atas terpeliharanya udara bersih dan sehat bagi masyarakat.

Para tergugat dinyatakan melanggar Pasal UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan