Rabu, 20 Agustus 2025

Penelitian IJRS Tunjukkan Disparitas Pemidanaan Perkara Narkotika 2016-2020 di Atas 60 Persen

Penelitian IJRS menemukan disparitas pemidanaan perkara narkotika selama 2016 sampai 2020 berada di atas 60%.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Kanal Youtube IJRS TV
Peneliti IJRS Matheus Nathanael SH dalam Diseminasi Hasil Penelitian Disparitas dan Kebijakan Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika di Indonesia yang digelar Indonesia Judicial Research Society (IJRS) di pada Selasa (28/6/2022). 

"Jadi bayangkan, perkaranya perannya sama, misalnya sama-sama pengedar, sama-sama penjual, sama-sama sabu, sama-sama 5 gram, tapi yang satu dihukum 5 tahun dan yang satu lagi dihukum 10 tahun, misalnya seperti itu. Ini yang coba kita bedah," kata dia.

Penelitian tersebut, kata dia, juga menunjukkan disparitas pemidanaan penjara pada perkara penyalahgunaan narkotika yang serupa sebanyak 63,6 % .

Penelitian juga menunjukkan sebaran rentang disparitas pemidanaan atau perbedaan besaran pidana penjara untuk perkara penyalahguna narkotika yang serupa.

Dari data yang dipaparkannya, penelitian menunjukkan sebanyak 7 % perbedaan hukumannya lebih dari 30 bulan, 5,4 % perbedaan hukumannya 25-30 bulan, 8,9 % perbedaan hukumannya 20-25 bulan, 17,9 % perbedaan hukumannya 15-20 bulan, 16,1 % perbedaan hukumannya 10-15 bulan, 23,2 % perbedaan hukumannya 5-10 bulan, 17,9 % perbedaan hukumannya 1-5 bulan, dan 3,6 % tidak dapat diperbandingkan.

Hal yang menarik dari penelitian tersebut, lanjut dia, di antaranya terkait dengan opsi pemidanaan penyalahguna narkotika.

Ia mengatakan ada sejumla opsi pemidanaan yang sebenarnya bisa diterapkan kepada penyalahguna narkotika di antaranya rehabilitasi, penjara, dan rehabilitasi sekaligus penjara.

Namun demikian, kata dia, hasil penelitian menunjukkan ternyata ada dua terdakwa yang perkaranya sama namun pidananya beda.

Misalnya, lanjut dia, dua terdakwa yang sama-sama pecandu, barang bukti narkotikanya sama-sama sabu, berat barang bukti narkotikanya sama-sama 0,2 gram.

Namun demikian, penelitian menunjukkan temuan dua terdakwa berbeda dapat dijatuhi hukuman yang berbeda misalnya ada yang hanya dipenjara dan yang lainnya direhabilitasi sekaligus dipenjara.

"Ada yang sama-sama penyalahguna sabu 0,12 gram, sembilan dipenjara dan satu direhabilitasi. Jadi kalau kita lihat aja bentuknya sudah beda. Ada penjara, ada rehabilitasi, serta ada penjara dan rehabilitasi," kata Matheus.

"Ini yang kita lihat ada inkonsistensi. Jadi sebenarnya yang benar yang mana? Menafsirkan UU yang barangkali lebih tepat sebenarnya yang mana? Karena cukup beragam," lanjut dia.

Dalam materi paparan yang ditampilkannya ada sejumlah hal yang menjadi latar belakang penelitian tersebut.

Pertama, perkara narkotika merupakan beban perkara terbanyak diperiksa dan diadili dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Kedua, inkonsistensi penerapan hukum serta penjatuhan hukuman yang tidak berdasar sangat rentan terjadi pada perkara narkotika.

Ketiga, perkara narkotika juga berdampak dan bersinggungan langsung dengan banyak pencari keadilan dan kerap kali menjadi sorotan masyarakat.

Halaman
123
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan