Rabu, 27 Agustus 2025

Rancangan KUHP

Wamenkumham: Penjelasan Pasal Penghinaan Presiden Tutup Semua Celah Ditafsirkan Sedemikian Rupa

Wamenkumham menjawab pertanyaan mengenai kekhawatiran pasal penghinaan martabat presiden dan wakil presiden dalam RKUHP ditafsirkan berbeda

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/Fersianus Waku
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menjawab pertanyaan mengenai kekhawatiran pasal penghinaan martabat presiden dan wakil presiden dalam RKUHP ditafsirkan berbeda penegak hukum. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wamenkumham RI Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy) menjawab pertanyaan mengenai kekhawatiran pasal penghinaan martabat presiden dan wakil presiden dalam RKUHP ditafsirkan berbeda aparat penegak hukum nantinya.

Menurutnya, bagian penjelasan dalam pasal tersebut telah menutup semua celah pasal tersebut ditafsirkan sedemikian rupa.

Ia mengatakan dalam penjelasan tersebut sudah dikatakan bahwa bukan merupakan penyerangan terhadap martabat presiden dan wakil presiden apabila untuk kepentingan umum.

Kepentingan umum yang dimaksud, kata dia, yakni memberikan kritik terhadap kebijakan presiden dan wakil presiden.

Pasal tersebut, kata dia, tidak dimaksudkan untuk mengekang demokrasi dan kebebasan berekspresi.

Baca juga: Kick Off RKUHP Diprotes Mahasiswa, Wamenkumham: Mahasiswa Kok Baperan, Lucu Ya?

Hal tersebut disampaikannya dalam acara bertajuk RUU KUHP: Wujud Keadilan Hukum Indonesia di kanal Youtube FMB9ID_IKP pada Senin (29/8/2022).

"Oleh karena itu kita memberi penjelasan. Jadi penjelasan itu sudah menutup semua celah untuk pasal itu ditafsirkan sedemikian rupa," kata Eddy.

Eddy menjelaskan inti penghinaan itu hanya ada dua yakni menista dan fitnah.

Ia mengatakan menista di antaranya adalah merendahkan martabat orang misalnya dengan menyamakan seseorang dengan kebun binatang.

Baca juga: Resmikan Kick Off Dialog Publik RKUHP, Mahfud MD: Rancangan Ini Sudah Siap

Terkait fitnah, lanjut dia, tidak ada ajaran agama di dunia yang membolehkan fitnah.

Karena itu, ia heran ketika orang mengatakan bahwa pasal penghinaan tersebut membungkam kebebasan berekspresi, berpendapat, berdemokrasi.

"Jelas-jelas menghina itu berbeda dengan bebas berpendapat. Dan saya selalu mengatakan yang dijamin oleh UUD 1945 pasal 28 adalah kebebasan berdemokrasi, berpendapat, berekspresi, bukan kebebasan menghina. Makanya saya katakan berulang kali, menghina dan kritik itu dua hal yang berbeda secara prinsip," kata dia.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan