Serikat Nelayan Indonesia: Kompromi Pemerintah RI Terkait Perbatasan ZEE dan Vietnam Merugikan
Kondisi perbatasan Zona Ekonomi Ekslusif yang menjadi pembatas teritorial Indonesia dan negara-negara tetangga sedang memanas beberapa waktu ini.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi perbatasan Zona Ekonomi Ekslusif yang menjadi pembatas teritorial Indonesia dan negara-negara tetangga sedang memanas beberapa waktu ini.
Pemerintah Indonesia dikabarkan sudah siap untuk membuat konsesi untuk memudahkan proses ZEE Indonesia - Vietnam.
Konsesi yang signifikan selama proses negosiasi untuk penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE Indonesia-Vietnam digunakan menyelesaikan argumen yang sudah berlangsung hingga puluhan tahun sehingga ini menunjukkan prestasi diplomatik kepada dunia dan juga masyarakat Indonesia.
Organisasi nelayan tradisional Serikat Nelayan Indonesia (SNI) menilai adanya konsesi yang dilakukan pemerintah Indonesia akan memberikan dampak bagi nelayan Indonesia.
“Indonesia kehilangan wilayah, hak berdaulat kita dirugikan, daerah penangkapan ikan diperkecil sehingga sumber daya perikanan dikurangi, kehidupan nelayan kita akan lebih sulit,” ujar Budi Laksana selaku Sekjen Serikat Nelayan Indonesia (SNI) dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/9/2022).
Dikatakannya, perairan Indonesia memiliki potensi perikanan yang berlimpah, maka wilayah laut Indonesia bisa menjadi ladang pendapatan nasional yang berpotensi sangat besar untuk memperbaiki kehidupan ekonomi rakyat, khusus nelayan di pesisir laut.
Sementara, penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal-kapal penangkap ikan asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia secara ilegal sering terjadi.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Pengertian hingga Manfaat
Data lembaga think tank South China Sea Strategic Situation Probing Initiative (SCSPI), kapal Vietnam yang masuk ke Laut China Selatan tercatat mencapai ribuan kapal dan telah terjadi sejak tahun 2020.
"Pada masa pandemi Covid 19, kapal-kapal ilegal Vietnam masuk ke perairan Laut China Selatan dan juga teritori Indonesia mencapai angka 9 ribu kapal lebih," katanya.
Pada bulan Agustus, tercatat 4 kegiatan dari pemerintah Indonesia yang menangkap kapal-kapal ikan dari Vietnam yang tertangkap basah mengambil ikan dan hasil laut di perairan Laut Natuna. Kejadian penangkapan tersebut semuanya terjadi di Laut Natuna.
Kegiatan ilegal Vietnam ini masih terus berlanjut meski pemerintah Vietnam sudah mendapatkan peringatan “kartu kuning” dari Uni Eropa yang menjadi target pasar utama dari eksport ikan-ikan segar Vietnam. Namun peringatan tersebut tidak diindahkan oleh pemerintah Vietnam.
Pemerintah Vietnam hanya mengatakan ingin menindak tegas para pelaku ilegal tersebut.
Namun pada kenyataannya pemerintah Vietnam justru memberikan fasilitas kepada para nelayan, memberikan bantuan subsidi bahan bakar, pinjaman dan juga bantuan lainnya.
Klaim perairan Natuna yang disebut sebagai zona bebas, membuat Vietnam semakin merajalela untuk masuk ke zona ekonomi eksklusif Indonesia. Vietnam masih keras kepala dan tidak mau mengakui daerah teritori Indonesia meski sudah mendapatkan peringatan dari pemerintah Indonesia.
Yulius Yohanes, seorang analis Hubungan Internasional mengatakan, di tengah negara-negara yang masih berjuang pada era Covid yang masih belum reda sepenuhnya, belum lagi dampak perang Rusia dan Ukraina, permasalahan energi, dan juga pangan, pemerintahan Jokowi tentu ingin memberikan “warisan politik” kepada PDI-P yang menjadi partai pengusung Jokowi pada pemilihan Presiden lalu.