Polisi Tembak Polisi
BLAK-BLAKAN Pengacara Brigadir J Tuding Ada Skenario untuk Bebaskan Irjen Ferdy Sambo dkk
Johnson menyinggung proses sidang etik kepada sejumlah polisi yang terlibat obstruction of justice yang dinilai belum tranparan
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Kuasa Hukum keluarga Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Johnson Panjaitan menyebut terjadi indikasi obstruction of justice dari kasus pembunuhan Brigadir J.
Ini bisa terlihat dari proses penyidikan terhadap tersangka yang berlarut-larut serta penggunaan alat uji kebohongan yang dianggap tidak perlu.
Bahkan, Johnson Panjaitan menuding ada upaya membebaskan para tersangka yaitu Irjen Ferdy Sambo dan kawan-kawan.
Caranya melalui skenario Komnas HAM dan Komas Perempuan yang menggiring kasus pembunuhan Brigadir Yosua pada kasus pelecehan seksual.
"Yang laporan pro justicia itu muncul dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan," ujar Johnson Panjaitan yang ditemui wartawawan di Polda DIY, Senin (12/9/2022).
Baca juga: Bripka RR Pecah Kongsi dari Skenario Ferdy Sambo, Pengacara Pihak Brigadir J: Ricky Rizal Anak Baik
Ia pun menyoroti bagaimana obstruction of justice yang seharusnya diungkap ke publik masih ditutup-tutupi.
Johnson menyinggung proses sidang etik kepada sejumlah polisi yang terlibat obstruction of justice.
Menurutnya, proses yang terjadi sekarang masih belum transparan.
"Kode etik yang ditampilkan itu lagi-lagi nggak transparan menurut saya. Karena yang diperlihatkan adalah hanya soal sidang dan hukumannya.
Karena itu ini kan obstruction kan jauh lebih buruk dan berbahaya dibanding soal utamanya soal pembunuhan berencana karena ini menyangkut institusi dan kalian lihat yang terlibat banyak," ucap dia.
Menurutnya, sidang itu bukan soal hukuman saja, tetapi bagaimana reformasi di institusi Polri agar makin baik.
"Sayangnya transparansi dan akuntabel yang diucap-ucap itu cuma menampilkan itu. Kita tidak hanya butuh hukuman yang berat untuk membersihkan karena ini bukan cuma soal pembersihan tapi soal reformasi institusinya," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan bagaimana pola-pola melakukan obstruction of justice yang berjaringan.
"Karena ini bukan oknum. Saya khawatir juga kalau bilang institusi tapi kalau jumlahnya 97 mau bilang bagaimana," ucap dia.
Johnson menyebut Brigjen Hendra adalah perwira yang paling bermasalah karena tekanan langsung ke keluarga Brigadir Yosua.
"Sekarang istrinya aktif melakukan pembelaan-pembelaan dan sebagainya tapi tidak secanggih PC," lanjut dia.
Tolak Tawaran untuk Tak Terlalu Keras
Kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua Hutabarat Johnson Panjaitan mengaku mendapatkan tawaran dari sejumlah orang untuk tidak terlalu keras.
Johnson Panjaitan dan Kamaruddin memang gencar dikabarkan menolak tawaran dari sejumlah orang untuk tidak terlalu keras dalam kasus yang menimpa Ferdy Sambo.
Hal ini diungkap Johnson Panjaitan dalam podcast di YouTube Refly Harun, Rabu (8/9/2022).
Dalam tayangan itu terlihat Jhonson menjabarkan kejanggalan demi kejanggalan penanganan kasus pembunuhan Brigadir Yosua.

Ia tampak semangat ketika diwawancarai Refy Harun. Bahkan, ia tampak begitu lantang bicara.
Soal tawaran itu, kata Jhonson diistilahkan dengan 'Madu dan Racun'.
Ia menjelaskan aroma racun yang datang merupakan serangan yang datang dan madu tawaran-tawaran.
"Dan saya juga sudah mencium bau busuk, madu dan racun. kalau racun itu serangan balik, madu boleh ditawarin. Johnson Panjaitan mulai didatangin dan Kamaruddin mulai didatangin,"ujar Jhonson dengan lantang.
Ia mengungkapkan bahasa tawaran yang datang mengaitkan dengan banyaknya anggaran yang keluar untuk menuntaskan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.
"'Ayo gimana dong, masa harus kayak gitu'. Bahasanya agak idealis. 'Kasihan dong lembaga ini. Negara sudah mengeluarkan uang banyak masa semua harus dikeluarkan. Jhonson kenapa keras kali sih, jangan gitulah, agak pemaaflah',"kata Jhonson menirukan tawaran yang datang.
Kendati demikian, ia mengatakan bila tawaran itu ditolak tentu ada konsekuensi yang besar nanti.
"Biasanya yang manis-manis itu, nanti kita tolak, resikonya bisa lebih keras,"ujarnya. (KompaTV/Sadryna Evanalia) (TribunMedan/Tommy Simatupang)