Bursa Capres
Duet Prabowo Subianto-Jokowi Pertajam Polarisasi, Berpotensi Menghidupkan Kembali Konflik
Wacana majunya Prabowo-Jokowi akan mempertajam polarisasi di masyarakat, karena loyalitas dan gerakan politik relawan dua tokoh ini cukup agresif.
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyambut perhalatan Pemilihan Presiden (Pilpres 2024) sejumlah partai politik mulai membangun kerjasama berupa koalisi parpol.
Bahkan sederet partai telah membangun mitra koalisi sejak awal.
Mulai dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dimotori oleh tiga partai yakni Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Tak hanya itu, Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga telah menteken kerjasama
politik dalam menyambut perhelatan lima tahunan itu.
Sederet nama pun kian santer masuk bursa survei sebagai Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil
Presiden (Cawapres) 2024.
Mulai dari Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Namun, di tengah hirup pikup politik menyambut Pilpres 2024, muncul usulan untuk menduetkan
Prabowo Subianto dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dimana, Jokowi diusulkan menjadi Cawapres mendampingi Prabowo.
Usulan itu bahkan sudah digaungkan oleh sejumlah kalangan serta relawan pendukung Prabowo-Jokowi.
Apalagi, berdasarkan aturan di Mahkamah Konstitusi (MK) tak ada larangan jika presiden yang sudah
menjabat selama dua periode, kembali maju sebagai Cawapres di Pemilu.
Tentu, wacana menduetkan Prabowo-Jokowi di Pilpres 2024 akan mendapat respons dari sejumlah
kalangan.
Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyebut, memang tidak ada aturan yang melarang soal presiden yang menjabat dua periode, maju kembali sebagai Cawapres.
Namun, Dedi menyoroti bahwa wibawa Jokowi akan terganggu, termasuk elit-elit parpol lain.
"Sekaligus wibawa tokoh elit politik dan partai politik, karena kita tidak kekurangan tokoh sekaligus
pemilih yang masih loyal," kata Dedi kepada Tribun Network, Selasa (13/9).
Dedi pun menyindir pihak-pihak yang menggaungkan wacana pencapresan Prabowo-Jokowi atau
mengusulkan presiden tiga periode sebagai pihak yang tengah mencari pekerjaan.
"Sangat jelas dalam rangka mencari pekerjaan, bukan dalam konteks memikirkan bangsa ini ke
depan," imbuhnya.

Deni menilai, dalam sisi politis, wacana majunya Prabowo-Jokowi akan mempertajam polarisasi di
masyarakat.
Karena loyalitas dan gerakan politik relawan dua tokoh ini cukup agresif. Termasuk juga
sebaliknya kelompok kontra keduanya juga sama kuatnya.
"Sehingga potensi menghidupkan kembali konflik di masyarakat, dan belum tentu menang, " jelasnya.
Sebelumnya, dalam peryataan kepada wartawan, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar
Laksono menyatakan, presiden yang sudah menjabat dua periode bisa kembali ikut kontestasi Pilpres
sebagai calon wakil presiden untuk periode berikutnya.
Fajar menyebut, tak ada peraturan yang melarang hal tersebut.
Namun, jika presiden dua periode ingin menjadi wakil presiden di periode selanjutnya, hal itu masuk wilayah etika politik.
Gaungkan Prabowo-Jokowi di 2024
Ketua Umum relawan Prabowo Jokowi (Prowi) Achmad Fadjriansyah mengatakan, bahwa keberhasilan pemerintahanan saat ini membuat sebagian masyarakat menginginkan Presiden Jokowi kembali untuk memimpin negeri ini.
Bahkan, ada yang mengusulkan 3 periode dan mengusulkan perpanjang masa jabatan.
Namun sebagaimana diketahui usulan 3 periode sangat melanggar konstitusi.
Bahkan, sama saja menyuruh Presiden Jokowi untuk melanggar konstitusi.
"Walaupun dengan solusi rubah UU, tetap saja akan menguras energi politik yang berakibat
perpecahan di kalangan masyarakat, dan ini patut kita hindari," kata Achmad Fadjriansyah, beberapa
waktu lalu.
Kedua, ia juga menilai bahwa usulan perpanjang masa jabatan, dengan alasan periode ini terhambat
dengan kejadian pandemi Covid-19 yang juga dirasakan oleh semua negara.
Tetapi, tetap saja alasan ini tidak bisa diterima.
Karena akan butuh energi meyakinkan banyak kelompok, meyakinkan banyak partai untuk mewujudkanya yang pastinya banyak waktu dan uang yang harus dikeluarkan.
Dan lagi, masyarakat akan dirugikan dan ada potensi konflik antara kelompok pro dan kelompok
kontra.
Baca juga: Yakin Jokowi Tolak Jadi Cawapres Prabowo di 2024, Surya Paloh: Nggak Ada Itu 3 Periode atau Cawapres
Melihat situasi ini, Achmad mengatakan, pihaknya mencoba berdiskusi dengan kawan kawan di berbagai komunitas seperti komunitas game, komunitas seni, komunitas Digital, komunitas ilustrator dan banyak komunitas lainnya.
Dari hasil diskusi itu, pihaknya sama-sama menginginkan Jokowi melanjuti memimpin bangsa ini
dipemilihan presiden 2024-2029 sebagai Wakil Presiden.
"Tentu ini tidak melanggar konstitusi juga menjadi solusi terbaik dan mengakomodir mayoritas
masyarakat yang masih menginginkan Pak Jokowi melanjutkan memimpin negeri ini sekali lagi,"
terang Achmad.
"Sehingga salah satu cita cita kita bersama memiliki Ibu Kota Negara yang baru akan terwujud,
pembangunan merata Indonesia di luar Pulau jawa makin progresive dan yang pasti kepemimpinanya
membawa Indonesia akan lebih maju lagi," sambungnya.
Baca juga: Kisruh PPP, Mardiono Telah Minta Waktu Bertemu Presiden Jokowi
Namun, muncul pertanyaan bahwa dengan siapa Jokowi akan berpasangan di Pilpres 2024.
Ia mengatakan, melihat sosok tokoh yang cocok dengan Jokowi adalah Ketua Umum Partai Gerindra
Prabowo Subianto sebagai Presiden.
"Demi melihat kepentingan bersama Pak Prabowo mau menjadi Pembantu Presiden sebagai
Kemenhan, Ini sikap yang tidak mudah dan patut dicontoh bagi masyarakat Indonesia sebagai
pembelajaran politik yang luar biasa,"katanya.
"Untuk itu kami membentuk relawan yang bernama PROWI (Prabowo Jokowi) mewadahi seluruh
mayarakat Indonesia, berbagai macam Komunitas yang memiliki cita-cita dan tujuan yang sama
mengiginkan Pak Prabowo dan Pak Jokowi maju sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden
Periode 2024 - 2029," jelasnya. (tribun network/yuda).