Jumat, 5 September 2025

Polisi Tembak Polisi

Komnas HAM Sebut Putri Candrawathi Dilecehkan, Kesimpulan Tidak hanya Berdasarkan Pengakuan Korban

Komnas HAM tidak bisa memberikan keterangan hasil temuan dan hanya memberikan kesimpulan adanya dugaan kasus kekerasan seksual

Editor: Eko Sutriyanto
KOMPAS.com KRISTIANTO PURNOMO/ISTIMEWA
Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Brigadir J 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Kasus dugaan pelecehan yang dilakukan Brigradir Yosua alias Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi masih menimbulkan tanda tanya.

Salah satu lembaga yang gentol menyuarakan terjadinya pelecehan seksual terhadap Putri adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) .

Komisioner Komnas HAM bidang Penelitian Sandrayati Moniaga mengatakan, dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J terhadap Putri Candrawathi harus tetap diusut.

Dikutip dari Kompas.com, Komnas HAM mendapat kesimpulan bahwa ada dugaan kuat terjadi pelecehan yang dilakukan Brigadir J ke Putri di Magelang pada 7 Juli 2022.

Hal itu berdasarkan hasil penyelidikan dan pemantauan kasus pembunuhan Brigadir J.

Dugaan tersebut juga bukan berangkat dari satu keterangan Putri saja, tetapi juga didapat dari pemeriksaan saksi dan ahli psikologi.

Baca juga: Jhonson Panjaitan Tak Terima Yosua Dituduh Lecehkan Putri Candrawathi: Itu Upaya Bebaskan Tersangka

"Kami membuat simpulan (untuk mengusut) itu berdasarkan beberapa dasar, yang satu memang ada pengakuan, kedua ada keterangan dari saksi yang ada di sekitar situ, dan yang ketiga ada juga keterangan dari psikolog yang mendampingi," papar Sandrayati dalam acara Aiman di Kompas TV, Selasa (13/9/2022).

Komnas HAM tidak bisa memberikan keterangan hasil temuan dan hanya memberikan kesimpulan adanya dugaan kasus kekerasan seksual.

Untuk itu, tugas kepolisian adalah memastikan adanya dugaan kekerasan seksual atau hanya skenario yang dirancang mantan Kadiv Irjen Ferdy Sambo, yang merupakan suami Putri, untuk melancarkan skenario pembunuhan Brigadir J.

"Jadi hal-hal ini memang harus didalami lebih lanjut, apakah benar pertemuan hanya berdua? karena itu kan kesaksian dari satu orang? ini yang harus didalami polisi," papar dia.

Alasan lainnya juga pernah diungkapkan dalam pembacaan laporan penyelidikan dan pemantauan Komnas HAM terkait kasus pembunuhan Brigadir J pada 1 September 2022.

Komisioner Komnas HAM bidang Penyuluhan Beka Ulung Hapsara mengatakan bahwa ada potensi pelanggaran HAM bila dugaan kekerasan seksual tidak diusut secara tuntas.

Hak yang dilanggar yaitu hak memperoleh keadilan yang dijamin dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.

Keadilan tidak akan didapat oleh Brigadir J maupun Putri apabila kasus tersebut tak menemui titik terang.

"Brigadir J yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap saudari PC (Putri) telah dieksekusi tanpa melalui proses penyelidikan, penydikan, penuntuan, persidangan, dan seterusnya (fair trial).

Selain itu, terhadap saudari PC terhambat kebebasannya untuk melaporkan kejadian dugaan kekerasan seksual yang dialaminya ke kepolisian tanpa intervensi siapa pun," kata Beka.

Sementara Kabareskrim Komjen Agus Andrianto mengatakan sepanjang ada alat bukti yang cukup, dugaan kasus pelecehan seksual dapat diproses.

"Sepanjang didukung dengan alat bukti ya kami proses," kata Komjen Agus Andrianto kepada wartawan di Jakarta, Senin (5/9/2022), dikutip Tribunnews dari Kompas TV.

Kabareskrim Komjen Agus Andrianto memberikan keterangan terkait kematian Brigadir J, Selasa (9/8/2022). Agus menyatakan telah menetapkan empat tersangka termasuk Irjen Ferdy Sambo.
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto memberikan keterangan terkait kematian Brigadir J, Selasa (9/8/2022). Agus menyatakan telah menetapkan empat tersangka termasuk Irjen Ferdy Sambo. (KompasTV)

Komjen Agus pun menyayangkan dugaan pelecehan yang dialami Putri Candrawathi itu tidak dilaporkan yang bersangkutan atau pun Ferdy Sambo ke polres setempat.

Akibatnya, tidak ada olah tempat kejadian perkara (TKP) terkait dugaan terjadinya pelecehan seksual itu.

Termasuk juga tidak ada pengambilan bukti-bukti terkait peristiwa tersebut.

"Sayangnya mereka tidak melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisian (Polres), sehingga tak ada olah TKP dan pengambilan bukti-bukti terkait kejadian tersebut,” ujar dia.

Komjen Agus menegaskan bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasa Seksual (UU TPKS) sedikit menyulitkan penyidikan.

Namun, ia menuturkan, apapun yang dinarasikan, harus didukung alat bukti yang ada.

“Apapun yang dinarasikan bagi kami penyidik ya harus didukung alat bukti yang ada,” ucap Agus. (Tribunnews.com/Garudea Prabawati) (Tribun Kaltim/Ikbal Nurkarim)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan