Kasus Lukas Enembe
Daftar 3 Kepala Daerah di Papua Dijerat KPK Jadi Tersangka Korupsi, Libatkan Swasta hingga Anak Buah
Sejumlah kepala daerah di Papua ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Editor:
Wahyu Aji
Agar bisa mendapatkan proyek pekerjaan tersebut, Simon, Jusieandra, dan Marten kemudian melakukan pendekatan dengan Ricky yang menjabat Bupati Mamberamo Tengah.
KPK menduga ada penawaran dari Simon, Jusieandra, dan Marten pada Ricky yang antara lain akan memberikan sejumlah uang apabila Ricky bersedia untuk langsung memenangkan dalam pengerjaan beberapa paket pekerjaan di Pemkab Mamberamo Tengah.
"RHP kemudian bersepakat dan bersedia memenuhi keinginan dan permintaan SP (Simon Pampang), JPP (Jusieandra Pribadi Pampang), dan MT (Marten Toding) dengan memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar diberikan khusus pada SP, JPP dan MT," ungkap Karyoto.
Baca juga: Oknum Anggota TNI AD Diduga Bantu DPO KPK Bupati Mamberamo Tengah Kabur ke Luar Negeri
KPK menengarai Jusieandra mendapatkan paket pekerjaan 18 paket dengan total nilai Rp217,7 miliar, di antaranya proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura. Sedangkan, Simon diduga mendapatkan 6 paket pekerjaan dengan nilai 179,4 miliar.
"Adapun MT mendapatkan 3 paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar," ucap Karyoto
Karyoto mengatakan, realisasi pemberian uang pada Ricky dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan Ricky.
Adapun besaran uang yang diberikan oleh para tersangka dimaksud kepada pada Ricky selaku Bupati sekira Rp24,5 miliar.
"Terkait jabatannya, RHP diduga juga menerima uang dari beberapa pihak lainnya, yang jumlahnya masih terus kami dalam pada proses penyidikan ini," ujar Karyoto.
Para pemberi, Simon, Jusieandra, dan Marten disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara, Ricky sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus korupsi Gereja Kingmi Mile 32
Sekitar tahun 2013, Eltinus Omaleng yang berprofesi sebagai kontraktor sekaligus komisaris PT Nemang Kawi Jaya (NKJ) berkeinginan membangun tempat ibadah berupa Gereja Kingmi di Kabupaten Mimika dengan nilai Rp126 miliar.
Setahun berselang, di tahun 2014, Eltinus terpilih menjadi Bupati Kabupaten Mimika periode 2014-2019 dan kemudian mengeluarkan kebijakan satu di antaranya untuk menganggarkan dana hibah pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Waartsing.
Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Mimika Eltinus Omaleng Tersangka Kasus Korupsi Gereja Kingmi di Papua
Kemudian, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Mimika sebagaimana perintah Eltinus memasukkan anggaran hibah dan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp65 miliar ke anggaran daerah Pemkab Mimika tahun 2014.
"EO [Eltinus Omaleng] yang masih menjadi komisaris PT NKJ kemudian membangun dan menyiapkan alat produksi beton yang berada tepat di depan lokasi akan dibangunnya Gereja Kingmi Mile 32," kata Karyoto.