Menteri Agama Bicara Pancasila dan Keberhasilan Indonesia Hadapi Pandemi di R20
Religion Twenty menjadi ajang sharing pengalaman setiap bangsa dalam menghadapi tantangan global dan pandemi.
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Religion Twenty menjadi ajang sharing pengalaman setiap bangsa dalam menghadapi tantangan global dan pandemi.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berbagi tentang Pancasila dan keberhasilan Indonesia menghadapi pandemi.
Menurutnya, globalisasi telah mengintegrasikan manusia dalam kultur global tapi sekaligus membelah dan membangun stratifikasi baru yang mengakibatkan banyak kaum miskin di berbagai negara yang ekonominya lemah dan makin menderita.
"Indonesia jelas bukanlah bangsa yang memiliki kekuatan hebat untuk berpacu dalam kompetisi teknologi dan sains, secara ekonomi Indonesia juga tidak memiliki kemakmuran materiil sebagaimana sebagian besar negara-negara sahabat anggota G20 lainnya," kata Yaqut melalui keterangan tertulis, Rabu (2/11/2022).
Indonesia, kata Yaqut, adalah bangsa yang tumbuh oleh tempaan sejarah: melintasi prahara demi prahara.
Mulai dari sejarah kolonialisme, pergolakan politik, otoritarianisme Orde Baru dan kini demokrasi.
Demokrasi telah memberikan Indonesia jalan terbaik bagi rakyat berpartisipasi untuk mempertahankan hak-hak dan kewajiban konstitusionalnya.
"Lebih dari itu, Indonesia juga adalah negara Pancasila," kata Yaqut.
Menurut Yaqut, Pancasila ditetapkan paling tidak untuk memenuhi dua fungsi. Pertama, sebagai simbol mengukuhkan pendirian Negara Republik yang merdeka.
Di sini Pancasila berfungsi praktis dalam arti ia sengaja dipilih untuk menjamin suatu kesatuan dan integrasi politik yang bernama Republik Indonesia.
"Dengan itu, Pancasila diposisikan sebagai visi bersama bagi pencapaian tujuan-tujuan Negara-Bangsa yang diperjuangkan. Pancasila adalah sign of unity," tutur Yaqut.
Baca juga: Masuk Tokoh Muslim Berpengaruh Dunia, Gus Yaqut Sebut Jokowi Peduli Umat Beragama di Indonesia
Kedua, Pancasila juga dikukuhkan sebagai wawasan politik atau dasar negara.
Ini nampak dari konstruksi Soekarno yang secara eksplisit mengkomparasikan Pancasila secara setara dengan filsafat dan ideologi-ideologi lain seperti Marxisme, Liberalisme, dan San Min Chu’i.
Namun demikian, jelas Yaqut, Pancasila bukanlah suatu ideologi politik partikular yang tertutup dan sistematis-total sebagaimana Marxisme maupun Liberalisme. Presiden Soekarno sendiri lebih menekankan ’fungsi implisit’ Pancasila sebagai sign of unity untuk republik yang merdeka.