Kontroversi ACT
Beda dengan Ahyudin, 2 Terdakwa Kasus Penyelewengan Donasi ACT Ajukan Keberatan atas Dakwaan Jaksa
Kuasa hukum terdakwa Ibnu Khajar, Virza Roy Hizal mengatakan, pihaknya menilai ada beberapa poin yang harus dikritisi dalam dakwaan jaksa.
Penulis:
Rizki Sandi Saputra
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) telah menjatuhkan dakwaannya kepada tiga terdakwa petinggi yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) atas kasus dugaan penyelewengan dana donasi korban pesawat jatuh Lion Air JT610, Selasa (15/11/2022).
Adapun ketiga terdakwa itu yakni, pendiri sekaligus mantan Presiden ACT Ahyudin; Presiden ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar dan Dewan Pembina ACT Hariyana Hermain.
Ketiganya didakwa bersama-sama melakukan penyelewengan dana donasi yang diberikan oleh Boeing Community Investment Fund (BCIF) sebesar Rp117,98 Miliar.
Atas dakwaan itu, kubu Ahyudin tidak melayangkan nota keberatan atau eksepsi, sementara kedua terdakwa lainnya mengajukan nota keberatan.
Kuasa hukum terdakwa Ibnu Khajar, Virza Roy Hizal mengatakan, pihaknya menilai ada beberapa poin yang harus dikritisi dalam dakwaan jaksa.
"Setelah kami mendengar surat dakwaan ada hal-hal yang kami kritisi terkait formil-formil dakwaan, akan ajukan eksepsi," kata Virza dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Tak hanya itu, mereka juga mengaku belum memegang salinan surat dakwaan secara fisik sejak perkara itu dinyatakan lengkap atau P21.
Baca juga: Kajari Jaksel: Pasal TPPU dan ITE Pimpinan ACT Soal Penggelapan Dana Donasi Akan Disidang Terpisah
Oleh karenanya, dalam eksepsi nanti, keseluruhannya akan disampaikan oleh tim kuasa hukum Ibnu Khajar.
"Yang pertama terkait surat dakwaan secara fisik kami belum megang, berkas perkara yang p21 di polisi itu izinkan yang mulia bisa memfotocopykan berkas tersebut," ucap dia.
Lebih lanjut, Virza juga meminta kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk menghadirkan terdakwa dalam sidang secara langsung, mengingat pada sidang perdana ini para terdakwa hadir secara online dari Rutan Bareskrim Polri.
Akan tetapi, jaksa menyatakan akan mengusahakan apa yang menjadi permintaan tim kuasa hukum, termasuk soal kehadiran para terdakwa.
"Untuk menghadirkan terdakwa terlebih dahulu berkoordinasi dengan kejagung dan waltah (pengawal tahanan, red). Akan kami usahakan (untuk dihadirkan) majelis," kata salah satu jaksa dalam persidangan.
Dengan begitu, sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada Selasa (22/11/2022) dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi dari kubu kedua terdakwa.
Sebelumnya, Mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin didakwa melakukan tindak pidana dugaan penggelapan dana donasi korban pesawat jatuh Lione Air JT610.
Atas dakwaan yang dijatuhkan jaksa penuntut umum (JPU) itu, kubu Ahyudin memilih tak mengajukan nota keberatan atau eksepsi.
Kuasa hukum Ahyudin, Irfan Junaidi mengatakan, tidak diajukannya keberatan itu karena pihaknya ingin langsung pada proses pembuktian.
"Kita juga tidak mengajukan keberatan atas dakwaan dari JPU dan kita nanti langsung ke pembuktian dan saksi-saksi, biar nanti fakta persidangan yang akan melihat perkara ini seperti apa dan bagaimana," kata Irfan saat ditemui awak media di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Salah satu dasar tidak diajukan eksepsi itu, kata Irfan, karena dalam perkara yang dakwaannya dibacakan jaksa ini, kliennya tidak banyak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan.
Termasuk soal tidak adanya pasal 3, pasal 4, dan pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang tertuang dalam dakwaan.
"Karena memang kan sejak awal, pada proses di Bareskrim Mabes Polri, banyak sekali dugaan tindak pidana yang dikenakan pada klien kami. Namun pada tahap P-21 ini, dan pada saat sidang perdana ini, klien kami hanya dikenakan pasal 374 dan atau pasal 372," kata dia.
Dengan begitu, maka sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Majelis hakim PN Jakarta Selatan kembali mengagendakan sidang untuk pemeriksaan saksi atas terdakwa Ahyudin pada Selasa, 22 November 2022.
Dakwaan Jaksa
Eks Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin didakwa melakukan penggelapan dana donasi dari Boeing untuk keluaga atau ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Ahyudin melakukan penggelapan dana donasi itu bersama Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain selaku Dewan Pembina ACT.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia. Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.
"Atas peristiwa tersebut Boeing menyediakan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610," ucap Jaksa.
"Selain itu Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan," sambungnya.
Namun, uang donasi BCIF tersebut tidak langsung diterima oleh ahli waris, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
ACT, sebagai pihak ketiga mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk menjadi lembaga pengelola dana donasi BCIF tersebut
Dalam perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial BCIF sebesar USD 144.500 dari Boeing.
Namun, uang donasi BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain sebesar Rp117 miliar bukan untuk peruntukannya.
"Telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997,diluar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," ucap Jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa pasal 374 subsider 372 KUHP juncto pasal 55 ayat ke 1 ke 1 KUHP soal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara.