KPK Cegah AKBP Bambang Kayun Bepergian ke Luar Negeri Hingga Mei 2023
Permintaan pencegahan sudah diajukan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah AKBP Bambang Kayun Bagus Panji Sugiharto bepergian ke luar negeri.
Permintaan pencegahan sudah diajukan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
"Pencegahan atas permintaan KPK dengan masa berlaku 4 November 2022 sampai dengan 4 Mei 2023," kata Kasubag Humas Ditjen Imigrasi Ahmad Nursaleh kepada Tribunnews.com, Rabu (23/11/2022).
KPK menjerat mantan Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bankum Divisi Hukum Polri, AKBP Bambang Kayun, sebagai tersangka.
Perwira menengah Polri itu diduga menerima suap serta gratifikasi saat menjabat posisi tersebut dalam kurun waktu 2013 sampai 2019.
Penetapan tersangka ini terungkap dari gugatan praperadilan yang dilakukan oleh Bambang terhadap KPK.
Gugatan itu dilayangkan oleh Bambang pada 21 November 2022 kemarin.
Baca juga: Perwira Polisi AKBP Bambang Kayun Bagus Gugat KPK karena Dijadikan Tersangka
"Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprint.Dik/115/DIK.00/01/11/2022 tanggal 2 November 2022 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji yang diduga dilakukan oleh pemohon selaku Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bankum Divisi Hukum Polri tahun 2013 sampai dengan 2019, dari Emylia Said dan Hermansyah adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan batal demi hukum," bunyi petitum Bambang dikutip dari SIPP PN Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022).
Dalam gugatannya itu, Bambang menyertakan sangkaan pasal yang dijeratkan KPK terhadapnya.
Yakni Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pasal di atas mengatur terkait delik suap dan juga gratifikasi.
Berikut bunyinya:
Pasal 12
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;