Polisi Tembak Polisi
Kuat Maruf Sebut Perintah Ferdy Sambo 'Hajar Chad', Kesaksiannya Bertolak Belakang dengan Bharada E
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mencecar keterangan terdakwa Kuat Maruf saat bersaksi untuk Bharada Richard Eliezer dan Bripka Ricky
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mencecar keterangan terdakwa Kuat Maruf saat bersaksi untuk Bharada Richard Eliezer dan Bripka Ricky Rizal dalam sidang hari ini, Senin (5/12/2022).
Dalam sidang keterangan Kuat Maruf berbeda dengan ucapan Bharada E.
Pertama soal perintah Ferdy Sambo detik-detik jelang eksekusi Brigadir J.
Kuat Maruf mengaku mendengar perintah Ferdy Sambo adalah 'hajar Chad'.
"Bapak marah-marah. Saya geser tuh. Bapak lagi marah. Yos bilang, 'Apa, apa?' Saya geser ke dekat kompor saya dengar 'Hajar Chad, hajar Chad'. Ditembak sama Richard nggak tahu. (Lalu) Yosua tengkurap di samping tangga," kata Kuat.
Kuat Maruf dan Ricky Rizal kompak sebut tak lihat Ferdy Sambo menembak
Awalnya, Kuat Ma'ruf menyebut melihat menembak tembok setelah Brigadir Yosua tewas terbunuh.
Namun, hakim kembali bertanya sebelumnya apakah melihat Ferdy Sambo menembak Yosua atau tidak.
"Bapak (Ferdy Sambo keluar setelah tembak tembok, Romer masuk," kata Kuat Ma'ruf di ruang sidang, Senin (5/12/2022).
"Sebentar, sebelum tembak tembok kapan dia nembak Yosua?" tanya hakim.
"Saya tidak melihat bapak menembak Yosua," ucap Kuat.
Dari jawaban Kuat, hakim sedikit kesal karena jawabannya persis dengan jawaban terdakwa Ricky Rizal padahal sama-sama berada di lokasi kejadian.
Bahkan, hakim sampai menyindir jika kedua terdakwa tersebut buta dan tuli karena tidak melihat Ferdy Sambo menembak seperti yang ada di dakwaan.
"Bahasa kamu sama dengan Ricky yakan, saya tidak tahu, tidak dengar," ungkap hakim.
Baca juga: Heran Keluarga Ferdy Sambo Menangis, Hakim Tanya ke Kuat Maruf: Ada Masalah Apa Sebenarnya?
"Begini yang mulia, kalo posisi jatuhnya Yosua itu saya cuma liat kakinya kalo dari tempat saya, karena kan samping tangga," ucap Kuat.
"Sodara itu kan katanya tadi bilang berdiri sejajar," kata hakim.
"Iya tapi agak jauh sama Ricky," jawab Kuat.
"Yosua Tadi sudah dipraktekkan sama saudara Richard. Berdirinya RE (Bharasa E) sama RR (Ricky Rizal) nggak jauh, tapi karena kalian buta dan tuli jadi saudara nggak denger dan nggak liat kan gitu yang sodara sampaikan," ucap hakim.
"Tidak begitu yang mulia," bantah Kuat.
Kuat masih kurang meyakini jika Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir Yosua tepatnya di bagian kepala.
Dia mengaku tidak terlihat karena hanya tinggal melihat kakinya Yosua dari tempat dia berdiri.
"Kalau pak Sambo nembak, mungkin. Kan saya udah ketutupan tinggal liat kakinya aja kalo dari tempat saya," ucap Kuat.
"Bukan pertanyaan saya, tapi kapan sodara Sambo kapan nembak? Tapi saudara bilang tidak tahu sama dengan Ricky tadi," tanya hakim.
"Saya nggak lihat Pak Sambo nembak," tegas Kuat.
"Ini lah sudah ku bilang, kalian sudah merencanakan dari awal yakan," kata hakim sambil tertawa.
Baca juga: Bharada E Bantah Kesaksian Ricky Rizal soal Ferdy Sambo Tembak Brigadir J
Ricky Rizal Tak Lihat Sambo Menembak
Sebelumnya, Terdakwa Bripka Ricky Rizal (RR) mengaku tak melihat Ferdy Sambo menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Hal ini disampaikan Ricky Rizal saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/12/2022).
Ricky Rizal dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Bharada Richard Eliezer atau Bharada E dan Kuat Maruf.
Ricky mengaku hanya melihat Bharada E menembak beberapa kali ke arah Brigadir J.
Pernyataan tersebut berbeda dengan kesaksian Bharada E pada sidang pekan lalu.
"Saya jalan sampai di belakang Richard."
"Saya hanya melihat Richard menembak ke arah Yosua berkali-kali, sampai jatuh," kata Ricky.
Hakim kemudian bertanya apa yang dilakukan Ferdy Sambo pada saat itu.
Namun, Ricky berdalih tidak melihat.
Ricky beralasan ia pergi ke arah dapur karena merasa ada ajudan Sambo lainnya, Adzan Romer, memanggilnya dari arah sana.
Menurut Ricky, ia mendengar Romer menanyakan ada kejadian apa.
Namun, saat dirinya menuju arah dapur, ia mengaku tidak menemukan siapa-siapa.
"Waktu itu saya hanya melihatnya Richard menembak maju sampai ke arah serong, terus saya ke belakang (ke arah dapur)."
"Jadi saya ada momen ke arah dapur karena mendengar suara Romer, di pikiran saya, Romer ada di situ juga, (ternyata) enggak ada orang," ujar Ricky.
Ricky menyatakan, dirinya hanya melihat Ferdy Sambo menembak tembok rumah usai Brigadir J terkapar di lantai setelah ditembak Bharada E.
"Terus saya balik ke arah ruang tengah, pas saya lihat posisi Bapak (Ferdy Sambo) sudah menembak ke arah dinding," jelasnya.
"Terus berapa kali saya tak ingat. (Ferdy Sambo) sempat jongkok ke arah Yosua," lanjutnya.
Ricky pun menegaskan dirinya tak melihat Ferdy Sambo menembak atau menjadi eksekutor terakhir Brigadir J.
Kuat ketakutan disangka jadi korban selanjutnya
Dalam kesaksiannya, Kuat menceritakan bahwa Ferdy Sambo memanggil Brigadir J melalui Bripka Ricky Rizal.
"Seingat saya, Om Yosua dipanggil sama Om Ricky," kata Kuat di dalam persidangan.
Yosua pun memenuhi panggilan tersebut dengan masuk ke Rumah Duren Tiga.
Kemudian disusul oleh Kuat dan Ricky.
"Yosua masuk, enggak lama saya masuk," kaya Kuat.
"Kemudian?" tanya Majelis Hakim.
"Ricky."
Begitu masuk, Kuat melihat Yosua dimarahi oleh Sambo.
Saat itu dia mendengar beberapa perkataan Sambo ke Yosua.
"Kamu kurang ajar sekali kamu. Tega sekali sama saya," ujar Kuat mengingat ucapan Sambo saat itu.
"Yosua pun disebut Kuat sempat menjawab, "Apa?"
Kemudian Kuat mendengar Sambo berkata ke Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E yang saat itu sudah ada di depan Yosua dan Sambo.
"Hajar, Chad! Hajar, Chad!" kata Sambo, sebagaimana diceritakan Kuat.
Richard pun lantas menembak Yosua beberpaa kali.
"Ditembak sama Richard. Der! Der!"
Setelah Yosua tersungkur di samping tangga, Kuat melihat Sambo sempat mundur ke belakang.
Dia pun sempat melihat ke arah Kuat pada saat itu.
Oleh sebab itu, Kuat mengira Sambo hendak menembaknya juga.
"Kirain saya waktu itu saya mau ditembak juga. Waktu itu saya ketakutan," katanya.
Ternyata, Sambo kemudian melangkah ke depan dan meluncurkan tembakan ke arah dinding rumah.
"Ternyata bapak maju ke depan. Bapak tembak tembok."
Sindiran hakim untuk Kuat Maruf
Sederet keterangan Kuat Maruf tak mentah-mentah diterima majelis hakim.
Menurut majelis hakim, jika Kuat Ma'ruf menyampaikan keterangan yang benar selama proses hukum kasus tewasnya Brigadir Yoshua Hutabarat, maka tidak akan ada puluhan anggota polri yang terkena sanksi etik.
Hal itu diungkapkan hakim saat Kuat Ma'ruf dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Richard Eliezer dan Ricky Rizal.

Mulanya, majelis hakim menanyakan soal penjelasan Kuat Ma'ruf saat diperiksa di Provos Polri.
"Saudara bisa menjawab skenario itu?" tanya Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa dalam persidangan.
"Tidak, awalnya karena saya belum ada apa-apa, saya udah jawab semuanya tapi baru separuh pak Sambo datang, itu kertasnya disobek-sobek," kata Kuat.
"Siapa yang meriksa saudara?" tanya lagi hakim.
"Saya tidak kenal dengan Provos," jawab Kuat.
Menanggapi jawaban Kuat Ma'ruf, lantas majelis hakim menegaskan untuk menanyakan siapa anggota Provos yang memeriksa.
Sebab jika memang diketahui identitas dari anggota Provos tersebut, rencananya majelis hakim akan menghadirkannya di persidangan.
"Provos, siapa provosnya? Biar kita panggil sekarang, bener gak keterangan saudara ini?" tanya lagi majelis hakim.
"Baik bagus dipanggil yang mulia, biar jelas," jawab Kuat.
"Siapa namanya?" tanya lagi majelis hakim.
"Saya tidak kenal," timpal Kuat.
"Gimana saudara ini, bagaimana saudara? Siapa yang (memeriksa) saudara itu?" tanya lagi hakim Wahyu.
"Saya tidak kenal yang meriksa saya," jawab Kuat.
Baca juga: Terungkap, Ferdy Sambo Sobek-sobek Berita Acara Interogasi Kuat Maruf di Provos Propam Polri
Atas hal itu, majelis hakim menyinggung pernyataan Kuat. Menurut Hakim Wahyu, jika Kuat Ma'ruf memberikan keterangan dengan benar, maka tidak akan ada anggota polisi yang disidang etik.
"Lah iya kalau saudara sudah membuat keterangan seperti itu di awal, ceritanya gak seperti ini. Paham saudara? Tidak akan ada 95 polisi yang akan disidang kode etik," ucap dia.
Menjawab pernyataan hakim Wahyu, Kuat Ma'ruf malah menyampaikan alibi kali saat diperiksa di Provos dirinya merasa tegang.
Bahkan, Kuat Ma'ruf mengaku tidak bisa menulis karena merasa gemetaran.
"Saya tegang, saya diperiksa di provos sendiri-sendiri, pada saat itu saya bingung cerita apa, jadi apa yg ditanyakan saya ceritakan di sini. Tapi belum ada yang bohong-bohong seperti itu," kata Kuat.
"Jadi saya ditanya pertama dilihat KTP dulu, saya suruh nulis, saya bilang saya gak bisa nulis, saya lagi gemetaran, akhirnya ditulis tangan sama provosnya," tukas dia.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Baca juga: Kuat Maruf-Ricky Rizal Kompak Tak Lihat Ferdy Sambo Tembak Brigadir J, Hakim: Kalian Buta dan Tuli?
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Selain para terdakwa, dalam kasus ini juga terlibat setidaknya 95 anggota Polri yang terkena sanksi etik, mulai dari mutasi hingga demosi jabatan.