Jumat, 5 September 2025

Rancangan KUHP

Pimpinan MPR: Buka Ruang Diskusi untuk Jawab Pro dan Kontra KUHP di Masyarakat

Pada KUHP yang baru ini juga sudah diakomodasi tindak pidana terkait antidiskriminasi.

Editor: Hasanudin Aco
Ist
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Diskursus HAM dalam Pembaruan KUHP yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 pada Rabu (14/12/2022). 

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Nur Basuki Minarno berpendapat kekhawatiran beberapa negara terkait kebebasan dasar dan HAM yang diatur dalam KUHP yang baru sangat tidak beralasan.

Karena dasar pengaturannya, Nur Basuki, mengacu pada konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945, bukan konstitusi negara mereka.

Juru bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries mengaku tidak mudah menyusun KUHP di negeri yang multi etnis, multi religi dan budaya.

Diakui Albert, produk KUHP yang baru ini belum sempurna dan mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam menyosialisasikan.

Menurut Albert, KUHP yang baru disahkan DPR ini merupakan titik keseimbangan yang bisa dicapai dalam pembuatan landasan hukum pidana di tanah air.

"Dalam prosesnya banyak dilakukan reposisi, reformulasi, bahkan penghapusan untuk mencapai keseimbangan itu," ujarnya.

Setiap ada masukan dan aspirasi terkait KUHP yang baru, tegas Albert, tim selalu membahasnya dengan tetap mengacu pada Pancasila, UUD 1945 dan putusan-putusan MK terkait.

Anggota Komisi III DPR RI, Taufik Basari berpendapat HAM itu bersifat universal, tidak partikular sehingga norma HAM juga berlaku di Indonesia.

Berbicara tentang KUHP, jelas Taufik, pasti bicara soal HAM. Tugas negara adalah memastikan setiap warga negara terlindungi HAM-nya.
"Kejahatan yang terjadi pasti ada proses hukumnya, selain itu pencegahan terhadap potensi pelanggaran HAM juga dilakukan," ujarnya.

Menurut Taufik, HAM dan KUHP tidak bisa dilihat secara sempit, sehingga dalam melihat KUHP yang baru ini harus secara menyeluruh.

Taufik menilai KUHP baru jauh lebih baik daripada KUHP yang masih berlaku sekarang.
Sejumlah pasal karet yang berpotensi mengkriminalisasi masyarakat, tegas Taufik,
tidak lagi mudah diterapkan dengan sejumlah pengaturan dalam KUHP yang baru.

Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti mengkritisi istilah pelanggaran HAM berat diubah menjadi tindak pidana berat terhadap HAM dengan ancaman pidana minimal yang dikurangi dari minimal 10 tahun-maksimal 25 tahun menjadi minimal 5 tahun-maksimal 25 tahun.
"Ini mendegradasi kekhususan tindak pidana HAM berat," tegas Fatia.

Dalam KUHP yang baru, Fatia berpendapat, pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu tidak bisa diadili karena ada pembatasan masa kadaluwarsa penuntutan kasus.

Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur berpendapat HAM adalah jantung dari konstitusi dan warga negara, sehingga bila saat ini ada anak bangsa terkekang HAM-nya harus dipertanyakan.

Menurut Isnur, perhatian dunia terhadap Indonesia pasca-disahkannya KUHP yang baru karena ada kekhawatiran pelaksanaan demokrasi di tanah air semakin buruk.

Halaman
123
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan