Pelanggaran HAM
Amnesty: Pengakuan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Tanpa Upaya Mengadili, Menambah Garam Pada Luka
Pengakuan Presiden atas 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu tidak ada artinya tanpa pertanggungjawaban hukum atas pelanggaran HAM berat
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Erik S
Selain itu menurutnya jika ada cukup bukti yang dapat diterima maka harus menuntut mereka dalam pengadilan yang adil di hadapan pengadilan pidana.
"Tidak bisa hanya mengatakan tidak cukup bukti. Sebab selama ini lembaga yang berwenang dan berada di bawah langsung wewenang Presiden, yaitu Jaksa Agung, justru tidak serius dalam mencari bukti melalui penyidikan," kata Usman.
Baca juga: Ibu Korban Tragedi Semanggi I Kritik Pengakuan Presiden Atas Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Untuk itu, Amnesty mengingatkan pemerintah Indonesia bahwa mengakhiri impunitas melalui penuntutan dan penghukuman pelaku adalah satu-satunya cara untuk mencegah terulangnya pelanggaran hak asasi manusia dan memberikan kebenaran dan keadilan sejati kepada para korban dan keluarganya.
"Pelaku harus dihadapkan pada proses hukum, jangan dibiarkan, apalagi sampai diberikan kedudukan dalam lembaga pemerintahan," sambung dia.
Diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).
“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” katanya.
Baca juga: Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat: Peristiwa 1965-1966 hingga Tragedi Trisakti dan Semanggi
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” katanya.
Sebelumnya negara belum pernah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Presiden sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut.
Peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat diantaranya yakni:
1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Presiden menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban peristiwa tersebut.
Pelanggaran HAM
Yusril Sebut Tak Ada Pelanggaran HAM Berat dalam Peristiwa 98, Bivitri Susanti: Sangat Disayangkan |
---|
Menko Yusril Tegaskan Kasus 1998 Bukan Pelanggaran HAM Berat |
---|
26 Tahun Reformasi, Aktivis Gelar Pertunjukan 2.000 Tengkorak & 1.000 Kuburan Korban Pelanggaran HAM |
---|
Sekjen FOKO Purnawirawan TNI-Polri Ungkap Dampak Pengakuan 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu |
---|
Try Sutrisno dan FOKO Purnawirawan TNI-Polri Tolak Pengakuan 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.