Pelanggaran Ham Berat
Kemendikbudristek Berikan Beasiswa ke Anak Korban Pelanggaran HAM di Aceh
Kemendikbudristek memberikan beasiswa pendidikan kepada anak korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Provinsi Aceh.
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemendikbudristek memberikan beasiswa pendidikan kepada anak korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Provinsi Aceh.
Dalam Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, Kemendikbudristek diberikan tiga mandat.
Tiga mandat itu, adalah memberikan beasiswa pendidikan bagi korban atau anak-anak korban, memberikan bantuan perlengkapan atau peralatan kebudayaan, dan memberikan bantuan fasilitas pendidikan.
Baca juga: Pendaftaran Beasiswa Kemenag Program Non Gelar MOSMA Diperpanjang hingga 5 Juli 2023, Ini Syaratnya
Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikbudristek, Abdul Kahar, mengatakan untuk mengimplementasikan Inpres tersebut, Kemendikbudristek memberikan beasiswa pendidikan di tiga lokasi yang menjadi target yaitu Kabupaten Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Selatan.
"Pemberian beasiswa pendidikan ini sesuai dengan kebutuhan warga dari tiga kabupaten kota yang ada di Provinsi Aceh. Dari data yang disampaikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia, Kemendikbudristek menerima ada 77 orang yang masuk dalam daftar kebutuhan," kata Kahar melalui keterangan tertulis, Jumat (30/6/2023).
Setelah dilakukan penelaahan data Data Pokok Pendidikan (Dapodik) di Pusdatin Kemendikbudristek, dari 77 anak ada 53 anak masih usia sekolah, setelah ditelusuri lebih lanjut ada 19 anak yang terdata aktif di Dapodik.
Kahar mengatakan dari 19 anak yang terdata aktif di Dapodik, terdapat tujuh anak yang sudah mendapatkan Program Indonesia Pintar (PIP) secara reguler.
Selain itu, ada sembilan anak yang masih bersekolah dan belum menerima PIP sehingga Kemendikbudristek dapat jajaki dan ditetapkan untuk mendapatkan beasiswa Pendidikan ini.
Selain itu, sembilan anak yang mendapatkan Beasiswa Pendidikan berasal dari berbagai jenjang, antara lain tujuh siswa Sekolah Dasar (SD), siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan satu siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Sedangkan 34 siswa lagi yang masih usia sekolah tapi tidak terdata dalam Dapodik, sudah dilakukan rapat koordinasi dengan Dinas Pendidikan agar menelusuri keberadaan anak tersebut.
"Kalau dia putus di tengah jalan sedapat mungkin dimasukkan kembali ke satuan pendidikan baik formal maupun nonformal, sedangkan yang sudah taman dalam satu jenjang agar didorong supaya melanjutkan ke jenjang berikutnya sampai ke perguruan tinggi," ucap Kahar.
Program bantuan yang diberikan oleh Kemendikbudristek kepada korban dan anak-anak korban merupakan program yang bersifat tindakan afirmatif untuk masyarakat di Aceh, demikian juga di titik titik lokasi lainnya yang masuk ke dalam identifikasi pelanggaran HAM berat yang butuh penanganan non-yudisial.
"Secara nasional ada 12 lokasi,” ungkap Kahar.
Provinsi Aceh dipilih sebagai awal dimulainya realisasi rekomendasi tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat lebih didasarkan pada tiga hal.
Tiga hal itu, meliputi yang pertama, kontribusi penting dan bersejarah rakyat dan Provinsi Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia, yang kedua, ada penghormatan negara terhadap bencana kemanusiaan tsunami tahun 2004, dan yang ketiga, rasa hormat pemerintah yang begitu tinggi terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh.
Baca juga: Korban Peristiwa 65 Terkejut Dengar Kebijakan Pemerintah Terhadap Pemulihan Hak Para Korban HAM
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.