Jumat, 26 September 2025

Polisi Tembak Polisi

Jadi Saksi Meringankan Chuck Putranto, Ahli Pidana: Pasal 55 KUHP Tidak Bisa Dijerat ke Bawahan

Ahli Pidana Djisman Samosir mengungkapkan bahwa Pasal 55 KUHP tidak bisa dikenakan kepada orang gila, anak di bawah umur dan bawahan.

Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha
Ahli Pidana Djisman Samosir (Kanan) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (19/1/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Pidana Djisman Samosir mengungkapkan bahwa Pasal 55 KUHP tidak bisa dikenakan kepada orang gila, anak di bawah umur dan bawahan.

Pernyataan tersebut disampaikan Samosir saat dihadirkan sebagai saksi ahli ringankan dakwaan terdakwa Chuck Putranto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (19/1/2023) dalam sidang lanjutan perkara perintangan penyelidikan tewasnya Brigadir J di Duren Tiga.

"Kalau dalam hukum pidana pertanggungjawaban orang yang menyuruh berbeda dengan orang yang disuruh. Itu pasti karena di hukum pidana yang tidak bisa disuruh ada tiga anak di bawah umur, orang gila dan bawahan," kata Samosir di persidangan.

"Lalu orang yang menyuruh itu yang bertanggungjawab atas apa yang dilakukan yang disuruh. Kenapa begitu yang bertanggung jawab yang menyuruh." sambungnya.

"Berarti itu pengecualian di Pasal 55?" tanya penasihat hukum.

"Bukan pengecualian memang dasarnya begitu. Persoalannya sekarang dalam keilmuan kenapa orang yang disuruh tidak bertanggungjawab? Orang gila tidak bisa dipertanggungjawabkan," jawab Samosir.

Lalu Samosir melanjutkan apakah perintah itu harus selalu tertulis.

Menurutnya jika perintah itu menyangkut pelaksanaan norma harus ada bukti tertulis.

"Kalau tidak ada kaitannya dengan norma adalah menurut saya keterlaluan ada surat perintah," tegasnya.

"Tadi ahli menjelaskan berarti Pasal 55 KUHP itu tidak dapat dikenakan kepada orang gila, anak di bawah umur dan bawahan. Maka tidak masuk di Pasal 55 sebagai orang yang melakukan," tanya penasihat hukum Chuck Putranto di persidangan.

"Iya, dalam arti disuruh," jelas Samosir.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Baca juga: Chuck Putranto Sebut Ferdy Sambo Sosok yang Tegas: Tidak Kenal Tempat, Kalau Salah Pasti Ditegur

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan